Jakarta, 9 April 2025 – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengonfirmasi rencana peningkatan impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) dan Liquefied Natural Gas (LNG) dari Amerika Serikat (AS). Langkah ini merupakan respons atas kebijakan tarif timbal balik (reciprocal tariff) sebesar 32% yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump terhadap Indonesia. Pernyataan ini disampaikan Bahlil menyusul pengumuman Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang sebelumnya menyatakan bahwa peningkatan impor tersebut merupakan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto.
Bahlil menjelaskan bahwa saat ini Kementerian ESDM tengah melakukan penghitungan cermat terkait potensi peningkatan impor LPG dan minyak mentah dari AS. Ia menekankan bahwa surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap AS yang mencapai US$ 14-15 miliar, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), menjadi landasan pertimbangan kebijakan ini. "Presiden menginstruksikan kami untuk mengeksplorasi potensi pembelian barang dari Amerika. Saat ini kami sedang melakukan penghitungan," ujar Bahlil dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat.
Saat ini, AS telah menjadi pemasok LPG terbesar bagi Indonesia, menyumbang 54% dari total impor. Rencana peningkatan impor dari AS, menurut Bahlil, tidak akan menghentikan impor dari negara lain seperti Singapura, Afrika, dan Amerika Latin. "Impor dari negara lain tidak akan dihentikan, hanya volumenya yang mungkin akan dikurangi," tegasnya.
Bahlil menekankan pentingnya perhitungan aspek ekonomi dalam rencana ini. Meskipun secara logis impor LPG dari AS berpotensi lebih mahal karena biaya transportasi, ia mencatat bahwa harga LPG dari AS saat ini sebanding dengan harga dari Timur Tengah. "Jadi, kami akan menghitung semua aspek. Dalam bisnis, yang terpenting adalah mendapatkan produk yang kompetitif di pasar domestik," tambahnya.
Terkait rencana peningkatan impor LNG dari AS, Bahlil enggan berkomentar lebih lanjut. Ia mengarahkan pertanyaan tersebut kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. "Saya tidak mengetahui detailnya. Saya hanya akan menanggapi pernyataan dari Kementerian ESDM," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Airlangga Hartarto telah menjelaskan bahwa peningkatan impor LPG dan LNG dari AS merupakan strategi untuk merespon kebijakan tarif timbal balik AS. Ia menegaskan bahwa langkah ini bukan untuk menambah volume impor secara keseluruhan, melainkan sebagai realokasi pembelian dari negara lain ke AS. "Ini bukan penambahan impor, melainkan pergeseran (switch) pembelian. Jadi, tidak akan mengganggu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)," kata Airlangga dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden di Menara Mandiri, Jakarta Selatan.
Pernyataan Airlangga dan Bahlil menunjukkan adanya strategi pemerintah untuk menyeimbangkan hubungan perdagangan dengan AS. Penerapan tarif timbal balik oleh AS berpotensi merugikan ekspor Indonesia, sehingga peningkatan impor dari AS dapat diinterpretasikan sebagai upaya untuk mengurangi dampak negatif tersebut melalui negosiasi perdagangan. Strategi ini mengandalkan leverage surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap AS untuk mendorong kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak.
Namun, rencana ini juga menimbulkan beberapa pertanyaan. Pertama, detail perhitungan ekonomi yang dijanjikan oleh Bahlil perlu dikaji lebih lanjut untuk memastikan bahwa peningkatan impor LPG dari AS memang memberikan keuntungan ekonomi bagi Indonesia. Pertimbangan biaya transportasi dan harga jual di pasar domestik harus dianalisa secara komprehensif.
Kedua, transparansi dalam proses pengambilan keputusan dan negosiasi dengan AS perlu ditingkatkan. Publik perlu diinformasikan secara detail mengenai mekanisme realokasi impor dan dampaknya terhadap pelaku usaha di dalam negeri. Kejelasan mengenai potensi dampak terhadap harga LPG dan LNG bagi konsumen juga penting untuk mencegah spekulasi dan kekhawatiran akan kenaikan harga.
Ketiga, perlu adanya evaluasi berkala terhadap efektivitas kebijakan ini. Pemerintah harus memantau dampak peningkatan impor dari AS terhadap neraca perdagangan, harga domestik, dan hubungan bilateral dengan negara-negara pemasok LPG dan LNG lainnya. Mekanisme pengawasan yang ketat diperlukan untuk memastikan bahwa kebijakan ini berjalan sesuai dengan rencana dan memberikan manfaat yang optimal bagi Indonesia.
Secara keseluruhan, rencana peningkatan impor LPG dan LNG dari AS merupakan langkah strategis yang kompleks dan memerlukan perencanaan yang matang serta pengawasan yang ketat. Transparansi dan perhitungan ekonomi yang akurat menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini dalam mencapai tujuannya, yaitu menyeimbangkan hubungan perdagangan dengan AS tanpa merugikan kepentingan ekonomi domestik. Keberhasilannya akan bergantung pada kemampuan pemerintah dalam melakukan negosiasi yang efektif dan memastikan bahwa kebijakan ini memberikan manfaat yang nyata bagi rakyat Indonesia.