Jakarta, 19 Mei 2025 – Presiden Prabowo Subianto dengan penuh keyakinan menyatakan Indonesia telah memasuki babak baru menuju swasembada pangan. Dalam pidato arahannya pada Kongres IV PP Tidar Minggu lalu, ia memaparkan capaian signifikan dalam produksi beras, komoditas utama pangan nasional, yang menurutnya telah melampaui ekspektasi dalam kurun waktu enam bulan pemerintahannya. Klaim ini didasarkan pada peningkatan produksi beras yang pesat dan stok beras pemerintah yang mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Presiden Prabowo menekankan bahwa keberhasilan ini merupakan hasil dari berbagai program pemerintah, khususnya perluasan areal persawahan, terutama di lahan rawa dan lahan tandus yang sebelumnya tidak produktif. "Tanah rawa kita ubah jadi sawah, tanah tandus akan jadi tanah yang subur," tegasnya. Program ini, menurutnya, telah berhasil meningkatkan produksi rata-rata sebesar 10%, bahkan mencapai 25% di beberapa daerah seperti Sumatera Selatan.
Data Kementerian Pertanian menunjukkan stok beras pemerintah saat ini mencapai 3,7 juta ton, angka yang disebut sebagai rekor tertinggi sepanjang sejarah. Menteri Pertanian Amran Sulaiman, dalam keterangannya beberapa hari sebelumnya, bahkan memprediksi angka tersebut akan meningkat hingga 4 juta ton dalam waktu dekat. "Stok kita hari ini, alhamdulillah stok kita ini 3,7 juta ton. Itu sejarah baru. Mudah-mudahan 20 hari, 15 hari sudah 4 juta ton," ujar Amran. Ia menambahkan bahwa angka ini melampaui rekor stok beras tahun 1985 yang mencapai 3,006 juta ton, saat Indonesia mencapai swasembada pangan dengan jumlah penduduk 166,6 juta jiwa. Kini, dengan populasi yang telah meningkat menjadi 283 juta jiwa, capaian ini dinilai sebagai prestasi yang luar biasa. Amran juga menekankan bahwa rekor ini merupakan yang tertinggi sejak Badan Urusan Logistik (Bulog) berdiri pada tahun 1969.
Proyeksi dari US Department of Agriculture (USDA) memperkuat klaim tersebut. USDA memprediksi produksi beras nasional Indonesia mencapai 34,6 juta ton pada tahun 2024/2025, menjadikan Indonesia sebagai produsen beras terbesar di ASEAN, menggeser Thailand dan Vietnam dari posisi puncak. Perubahan signifikan ini juga terlihat pada peta perdagangan beras regional dan global. Bandingkan dengan tahun 2024, dimana Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor beras mencapai 4.519.420,6 ton akibat penurunan produksi padi sebesar 760 ribu ton yang disebabkan oleh dampak El Nino. Kini, Indonesia telah sepenuhnya lepas dari ketergantungan impor beras.
Namun, di balik optimisme yang disampaikan oleh Presiden Prabowo dan Menteri Pertanian, perlu dilakukan analisis yang lebih mendalam dan komprehensif untuk menilai secara objektif keberhasilan program swasembada pangan ini. Beberapa pertanyaan penting perlu dikaji lebih lanjut:
-
Keberlanjutan Program: Apakah program perluasan areal persawahan yang diklaim sebagai faktor utama peningkatan produksi beras dapat berkelanjutan dalam jangka panjang? Perlu dipertimbangkan aspek lingkungan, seperti dampak terhadap ekosistem rawa dan potensi kerusakan lingkungan lainnya. Studi dampak lingkungan yang komprehensif perlu dipublikasikan untuk memastikan keberlanjutan program ini.
-
Distribusi dan Akses: Meskipun stok beras melimpah di gudang pemerintah, apakah distribusi beras tersebut merata dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya di daerah-daerah terpencil dan masyarakat kurang mampu? Data distribusi beras yang transparan dan akuntabel perlu dipublikasikan untuk memastikan pemerataan akses terhadap pangan.
-
Kualitas Beras: Apakah peningkatan produksi beras diiringi dengan peningkatan kualitas beras yang dihasilkan? Aspek kualitas beras, seperti kandungan nutrisi dan daya simpan, perlu diperhatikan untuk memastikan kualitas gizi masyarakat terpenuhi. Standar kualitas beras yang ketat perlu diterapkan dan dipantau secara berkala.
-
Faktor Eksternal: Perlu dipertimbangkan pula pengaruh faktor eksternal, seperti fluktuasi harga komoditas pertanian global dan perubahan iklim, terhadap keberhasilan program swasembada pangan. Analisis risiko dan strategi mitigasi perlu disiapkan untuk menghadapi potensi tantangan di masa mendatang.
-
Independensi Data: Meskipun data yang disampaikan berasal dari Kementerian Pertanian dan USDA, penting untuk memastikan independensi dan validitas data tersebut. Verifikasi data dari lembaga independen dan kajian akademik yang kredibel diperlukan untuk memastikan akurasi informasi yang disampaikan.
-
Peran Swasta: Peran sektor swasta dalam peningkatan produksi dan distribusi beras juga perlu dikaji. Kolaborasi yang efektif antara pemerintah dan swasta sangat penting untuk memastikan keberhasilan program swasembada pangan.
Kesimpulannya, klaim Presiden Prabowo mengenai kemajuan Indonesia menuju swasembada pangan perlu dilihat secara kritis dan komprehensif. Meskipun data yang disampaikan menunjukkan peningkatan signifikan dalam produksi dan stok beras, perlu dilakukan evaluasi yang lebih mendalam dan transparan untuk memastikan keberlanjutan dan keberhasilan program ini dalam jangka panjang. Transparansi data, studi dampak lingkungan yang komprehensif, dan analisis risiko yang matang sangat penting untuk memastikan bahwa klaim tersebut tidak hanya sekadar retorika politik, tetapi juga merupakan realitas yang dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Keberhasilan swasembada pangan tidak hanya diukur dari jumlah stok beras, tetapi juga dari akses dan keterjangkauan pangan bagi seluruh lapisan masyarakat.