Indonesia Hadapi Defisit Gas Bumi Signifikan hingga 2035: Ancaman bagi Ketahanan Energi Nasional

Jakarta, 29 April 2025 – Indonesia dihadapkan pada ancaman serius defisit pasokan gas bumi dalam dekade mendatang. Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara (PGN), Arief S Handoko, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI kemarin, mengungkapkan proyeksi defisit yang mengkhawatirkan, mencapai ratusan juta kaki kubik standar per hari (MMSCFD), dan berpotensi mengganggu stabilitas perekonomian nasional.

Handoko memaparkan, penurunan produksi gas dari lapangan-lapangan eksisting yang tidak diimbangi penemuan cadangan baru menjadi penyebab utama krisis ini. Defisit, yang awalnya terkonsentrasi di Sumatera Utara dan Tengah, akan meluas ke wilayah lain, termasuk Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Lampung.

“Tren penurunan pasokan gas ini akan mulai terasa signifikan pada tahun 2028,” tegas Handoko. “Proyeksi kami menunjukkan kekurangan gas mencapai 96 MMSCFD di Sumatera Utara dan Tengah pada tahun tersebut. Namun, angka ini hanyalah puncak gunung es. Defisit akan terus membengkak hingga mencapai -513 MMSCFD pada tahun 2035.”

Data yang dipaparkan PGN dalam RDP tersebut menunjukkan gambaran yang semakin mengkhawatirkan. Defisit diperkirakan mencapai 177 MMSCFD pada 2025, meningkat drastis menjadi 239 MMSCFD pada 2026, dan terus merangkak naik hingga mencapai puncaknya di angka 534 MMSCFD pada tahun 2034 sebelum sedikit menurun menjadi 513 MMSCFD di tahun 2035. Angka-angka ini menunjukkan betapa seriusnya permasalahan yang dihadapi Indonesia.

Kekhawatiran ini diperkuat oleh pernyataan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas), Tri Winarno. Winarno mengakui bahwa kebutuhan gas bumi Indonesia akan terus meningkat hingga 2035, baik untuk sektor kelistrikan maupun industri pupuk. Peningkatan kebutuhan ini, di tengah proyeksi defisit yang signifikan, menimbulkan pertanyaan besar mengenai bagaimana pemerintah akan memenuhi kebutuhan energi nasional.

Indonesia Hadapi Defisit Gas Bumi Signifikan hingga 2035: Ancaman bagi Ketahanan Energi Nasional

“Pemenuhan suplai gas bumi memang tidak hanya mengandalkan pipa distribusi,” jelas Winarno. “Kami juga memanfaatkan Liquified Natural Gas (LNG) untuk memenuhi kebutuhan di beberapa wilayah, termasuk pembangkit listrik di Sumatera Utara, Jawa Barat, PLTG Pesanggaran Bali, serta program gasifikasi PLN di Sulawesi, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Maluku, dan Papua.”

Namun, solusi sementara dengan mengandalkan LNG ini bukanlah solusi jangka panjang yang berkelanjutan. Biaya impor LNG yang tinggi berpotensi membebani APBN dan berdampak pada harga energi di dalam negeri. Lebih jauh lagi, ketergantungan pada impor LNG meningkatkan kerentanan Indonesia terhadap fluktuasi harga dan pasokan gas global. Hal ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian ekonomi dan mengancam ketahanan energi nasional.

Krisis ini menuntut respon cepat dan terintegrasi dari pemerintah. Beberapa langkah strategis perlu segera diimplementasikan untuk mengatasi defisit gas bumi yang mengancam. Pertama, percepatan eksplorasi dan eksploitasi cadangan gas bumi baru menjadi sangat krusial. Pemerintah perlu memberikan insentif yang lebih menarik bagi investor untuk berinvestasi di sektor hulu migas, termasuk penyederhanaan regulasi dan kepastian hukum.

Kedua, optimalisasi pemanfaatan cadangan gas bumi yang sudah ada perlu dilakukan. Hal ini mencakup peningkatan efisiensi produksi dan pengurangan angka flaring (pembakaran gas). Teknologi Enhanced Gas Recovery (EGR) juga perlu diadopsi secara lebih luas untuk meningkatkan laju produksi dari lapangan-lapangan yang sudah tua.

Ketiga, diversifikasi sumber energi menjadi langkah penting untuk mengurangi ketergantungan pada gas bumi. Pengembangan energi terbarukan, seperti energi surya, angin, dan geothermal, perlu dipercepat untuk mengurangi beban pada pasokan gas bumi. Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi karbon dan transisi energi menuju sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Keempat, pemerintah perlu melakukan kajian yang komprehensif dan transparan mengenai proyeksi kebutuhan gas bumi di masa depan. Kajian ini perlu mempertimbangkan berbagai skenario pertumbuhan ekonomi dan perkembangan teknologi. Hasil kajian ini akan menjadi dasar yang kuat dalam perencanaan dan pengambilan kebijakan di sektor energi.

Kelima, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sektor migas perlu ditingkatkan. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan investor dan memastikan bahwa sumber daya alam Indonesia dikelola secara optimal untuk kepentingan rakyat.

Defisit gas bumi yang diproyeksikan hingga 2035 bukanlah sekadar masalah teknis, melainkan ancaman serius bagi ketahanan energi dan perekonomian nasional. Pemerintah, DPR, dan seluruh pemangku kepentingan perlu bekerja sama secara sinergis dan segera mengambil langkah-langkah konkrit untuk mengatasi permasalahan ini. Kegagalan dalam mengatasi krisis ini akan berdampak buruk pada pertumbuhan ekonomi, stabilitas sosial, dan ketahanan energi Indonesia di masa depan. Tindakan yang terlambat dan setengah hati hanya akan memperburuk situasi dan meningkatkan biaya yang harus ditanggung oleh bangsa Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *