Indonesia dan Tiongkok Perkuat Kerja Sama Moneter, Dorong Penggunaan Rupiah dan Yuan

Jakarta, 25 Mei 2025 – Hubungan ekonomi Indonesia dan Tiongkok semakin erat. Buktinya, Bank Indonesia (BI) dan People’s Bank of China (PBOC) resmi menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) baru yang bertujuan memperkuat penggunaan mata uang lokal, Rupiah dan Yuan, dalam transaksi bilateral kedua negara. Penandatanganan MoU bersejarah ini dilakukan langsung oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo, dan Gubernur PBOC, Pan Gongsheng, disaksikan oleh Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Tiongkok, Li Qiang – sebuah simbol kuat dari komitmen politik kedua negara untuk memperdalam integrasi ekonomi.

MoU ini bukan sekadar dokumen formal belaka, melainkan merupakan tonggak penting dalam upaya de-dolarisasi dan penguatan kemandirian ekonomi kedua negara. MoU tersebut, menurut Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, merupakan penyempurnaan dari MoU sebelumnya yang ditandatangani pada 30 September 2020. Perbedaan signifikan terletak pada cakupan kerja sama yang jauh lebih luas. Jika sebelumnya fokusnya terbatas, MoU terbaru ini secara eksplisit mencakup tiga pilar utama transaksi bilateral: transaksi berjalan, transaksi modal, dan transaksi keuangan.

Denny Prakoso menjelaskan bahwa MoU ini merupakan bagian integral dari strategi yang lebih besar untuk meningkatkan konektivitas pembayaran dan memperluas penggunaan Rupiah dan Yuan dalam berbagai jenis transaksi. Meskipun ia enggan merinci secara spesifik jenis transaksi yang termasuk dalam cakupan MoU, ia menegaskan bahwa detail teknis dan operasional akan diatur lebih lanjut dalam petunjuk pelaksanaan yang akan disepakati kedua negara. Hal ini menunjukkan adanya proses yang terukur dan terencana dalam implementasi MoU, menghindari potensi ambiguitas dan memastikan efektivitasnya.

Keengganan untuk merinci secara detail jenis transaksi yang diizinkan dalam kerangka MoU ini patut dicermati. Kemungkinan besar, hal ini berkaitan dengan pertimbangan strategis dan negosiasi yang kompleks di antara kedua negara. Detail-detail tersebut mungkin melibatkan sensitivitas sektoral, regulasi domestik masing-masing negara, dan pertimbangan keamanan ekonomi. Proses penyusunan petunjuk pelaksanaan selanjutnya akan menjadi kunci untuk mengurai kerumitan ini dan memastikan implementasi MoU berjalan lancar dan sesuai harapan.

Namun, terlepas dari detail teknis yang masih dirahasiakan, dampak strategis MoU ini terhadap perekonomian Indonesia dan Tiongkok tidak dapat dipandang sebelah mata. Penggunaan mata uang lokal secara lebih luas akan mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam transaksi bilateral, sekaligus menurunkan biaya transaksi dan meningkatkan efisiensi. Hal ini sejalan dengan tren global yang menunjukkan meningkatnya upaya de-dolarisasi, terutama di antara negara-negara berkembang yang berupaya mengurangi risiko gejolak ekonomi global yang dipengaruhi oleh kebijakan moneter Amerika Serikat.

Indonesia dan Tiongkok Perkuat Kerja Sama Moneter, Dorong Penggunaan Rupiah dan Yuan

Lebih jauh lagi, MoU ini juga berpotensi untuk meningkatkan investasi bilateral. Dengan semakin mudahnya penggunaan Rupiah dan Yuan, investor dari kedua negara akan terdorong untuk melakukan transaksi dan investasi yang lebih besar. Hal ini akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi kedua negara, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dari perspektif Indonesia, MoU ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong diversifikasi kemitraan ekonomi dan mengurangi ketergantungan pada satu negara tertentu. Dengan memperkuat hubungan ekonomi dengan Tiongkok, Indonesia dapat memperkuat posisi tawar-menawar di kancah global dan mengurangi kerentanan terhadap fluktuasi ekonomi internasional.

Sementara itu, bagi Tiongkok, MoU ini merupakan bagian dari strategi “Belt and Road Initiative” (BRI) yang bertujuan untuk memperluas pengaruh ekonomi dan politiknya di kawasan Asia dan sekitarnya. Dengan mendorong penggunaan Yuan dalam transaksi internasional, Tiongkok berupaya untuk meningkatkan peran Yuan sebagai mata uang global dan mengurangi dominasi dolar AS.

Namun, perlu diingat bahwa implementasi MoU ini tidak akan terlepas dari tantangan. Perbedaan sistem keuangan dan regulasi antara Indonesia dan Tiongkok dapat menjadi hambatan. Koordinasi yang kuat dan komitmen yang tinggi dari kedua belah pihak sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan MoU ini. Transparansi dan akuntabilitas dalam implementasi juga sangat penting untuk mencegah potensi penyalahgunaan dan memastikan manfaatnya dirasakan oleh masyarakat luas.

Kesimpulannya, penandatanganan MoU antara BI dan PBOC merupakan langkah signifikan dalam memperkuat kerja sama ekonomi Indonesia dan Tiongkok. MoU ini menandai babak baru dalam hubungan bilateral kedua negara, dengan fokus pada penguatan penggunaan mata uang lokal dan peningkatan konektivitas ekonomi. Meskipun detail teknis masih perlu diuraikan lebih lanjut, potensi positif MoU ini bagi perekonomian Indonesia dan Tiongkok sangat besar, asalkan diiringi dengan implementasi yang efektif, transparan, dan akuntabel. Keberhasilan MoU ini akan menjadi bukti nyata dari komitmen kedua negara untuk membangun kemitraan ekonomi yang saling menguntungkan dan berkelanjutan. Pengamatan yang cermat terhadap implementasi MoU ini, termasuk petunjuk pelaksanaan yang akan segera diterbitkan, akan menjadi kunci untuk menilai dampak jangka panjangnya bagi kedua negara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *