Gelombang PHK Mengguncang Indonesia: Hampir 75 Ribu Pekerja Kehilangan Pekerjaan di Awal 2025

Jakarta, 14 Mei 2025 – Bayang-bayang resesi ekonomi global kian nyata terasa di Indonesia. Data yang mengkhawatirkan menunjukkan lonjakan angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang signifikan di awal tahun 2025. Hingga Maret 2025, tercatat sebanyak 73.992 peserta BPJS Ketenagakerjaan kehilangan pekerjaan, menambah derita angka PHK sepanjang tahun 2024 yang mencapai 257.471 orang. Kondisi ini memicu keprihatinan mendalam dari berbagai pihak, termasuk kalangan pengusaha dan pemerintah.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, dalam acara Media Briefing Apindo Indonesia Quarterly Update di Jakarta Selatan, Selasa (13/5/2025), mengungkapkan kekhawatirannya atas tren kenaikan PHK yang terus berlanjut. "Kondisi PHK kita sudah lihat bahwa data-data dari Kementerian Ketenagakerjaan sudah keluar. Dan mereka juga menyadari, kemarin Pak Menteri juga menyampaikan bahwa memang ini sesuatu yang perlu diperhatikan karena ada kenaikan," tegas Shinta. Pernyataan ini menggarisbawahi keseriusan masalah PHK yang tidak hanya menjadi perhatian Apindo, tetapi juga menjadi agenda prioritas Kementerian Ketenagakerjaan.

Meskipun investasi baru menciptakan lapangan kerja, Shinta menekankan bahwa angka tersebut tidak cukup untuk mengimbangi jumlah PHK yang terus meningkat. "Jadi walaupun sudah ada pekerjaan baru dari investasi yang masuk, ini tidak bisa memadai dengan kondisi yang ada. Yang jelas, kenaikan yang sangat signifikan dan tidak berhenti di sini," ujarnya. Ia menambahkan bahwa Indonesia membutuhkan penciptaan sekitar 3-4 juta lapangan kerja baru setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja. Ketidakseimbangan antara penciptaan lapangan kerja baru dan angka PHK yang tinggi ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan ketenagakerjaan.

Untuk mengatasi krisis ini, Apindo mendesak pemerintah untuk melakukan revitalisasi sektor padat karya. PHK yang masif, menurut Shinta, merupakan ancaman serius yang membutuhkan respons cepat dan terukur dari pemerintah. Hal ini menjadi semakin mendesak mengingat survei Apindo terhadap 357 perusahaan anggota per Maret 2025 mengungkap sejumlah faktor utama penyebab PHK.

Survei tersebut mengidentifikasi lima alasan utama di balik gelombang PHK yang melanda Indonesia. Alasan teratas, dengan persentase 69,4%, adalah penurunan permintaan pasar. Hal ini menunjukkan dampak langsung dari perlambatan ekonomi global yang menekan daya beli konsumen dan mengurangi permintaan terhadap produk-produk Indonesia. Di posisi kedua, dengan 43,4%, adalah kenaikan biaya produksi. Lonjakan harga bahan baku, energi, dan upah minimum berkontribusi signifikan terhadap penurunan profitabilitas perusahaan dan mendorong mereka untuk melakukan efisiensi, termasuk melalui PHK.

Gelombang PHK Mengguncang Indonesia: Hampir 75 Ribu Pekerja Kehilangan Pekerjaan di Awal 2025

Perubahan regulasi ketenagakerjaan, khususnya terkait upah minimum (UM), juga menjadi faktor penting yang menyebabkan PHK, dengan persentase 33,2%. Kenaikan UM yang signifikan, meskipun bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja, dapat membebani perusahaan, terutama perusahaan kecil dan menengah (UKM), yang kemudian terpaksa melakukan PHK untuk mengurangi beban operasional. Tekanan produk impor (21,4%) dan faktor teknologi atau otomasi (20,9%) juga turut berkontribusi terhadap gelombang PHK ini. Otomatisasi yang semakin pesat menggantikan tenaga kerja manusia, sementara persaingan dengan produk impor yang lebih murah menekan daya saing produk dalam negeri.

Lebih mengkhawatirkan lagi, survei Apindo menunjukkan bahwa 67,1% perusahaan yang disurvei tidak berencana melakukan investasi baru dalam satu tahun ke depan. Hal ini mengindikasikan kurangnya kepercayaan diri pelaku usaha terhadap kondisi ekonomi ke depan dan semakin memperparah potensi PHK di masa mendatang.

Menanggapi situasi yang kritis ini, Apindo telah memberikan sejumlah masukan kepada pemerintah. Kerja sama ini telah menghasilkan pembentukan tiga Satuan Tugas (Satgas) yang difokuskan pada upaya mengatasi masalah PHK dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional. Pertama, Satgas Peningkatan Ekspor Nasional yang bertujuan untuk diversifikasi pasar ekspor dan mengurangi ketergantungan pada pasar tertentu. Kedua, Satgas Peningkatan Daya Saing serta Kemudahan dan Percepatan Perizinan Usaha (Satgas Deregulasi) yang fokus pada penyederhanaan birokrasi dan pengurangan hambatan investasi. Ketiga, Satgas Perluasan Kesempatan Kerja dan Mitigasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang baru dibentuk dan diharapkan dapat menjadi ujung tombak dalam menangani masalah PHK secara komprehensif.

Pembentukan Satgas-Satgas ini menandakan keseriusan pemerintah dalam menghadapi tantangan ekonomi dan ketenagakerjaan. Namun, keberhasilan upaya ini sangat bergantung pada koordinasi yang efektif antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja. Diperlukan langkah-langkah konkret dan terintegrasi untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, meningkatkan daya saing industri dalam negeri, dan menciptakan lapangan kerja baru yang berkualitas. Tantangan ke depan bukan hanya sekedar mengurangi angka PHK, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi yang berkelanjutan dan mampu menyerap tenaga kerja secara berkelanjutan. Keberhasilan dalam menghadapi gelombang PHK ini akan menentukan masa depan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *