Padang, 27 Mei 2025 – Solusi atas titik rawan kecelakaan di jalur Sitinjau Lauik, Sumatera Barat, segera terwujud. PT Hutama Karya (Persero), melalui anak perusahaannya PT Hutama Panorama Sitinjau Lauik (HPSL), resmi memulai pembangunan Flyover Panorama I, atau yang lebih dikenal sebagai Flyover Sitinjau Lauik I. Proyek infrastruktur vital senilai Rp 2,286 triliun (termasuk PPN) ini ditandai dengan penandatanganan perjanjian pelaksanaan pekerjaan rancang bangun pada Senin (26/5) antara HPSL dengan KSO Hutama Karya dan Hutama Karya Infrastruktur (HK-HKI). Proyek ambisius ini diproyeksikan memangkas waktu tempuh Padang-Solok dari dua jam menjadi hanya 45 menit.
Direktur Utama PT HPSL, Michael AP Rumenser, dalam keterangan tertulisnya Selasa (27/5), menegaskan komitmen perusahaan untuk membangun flyover ini dengan mengedepankan berbagai prinsip penting. "Pelaksanaan proyek ini akan mengedepankan inovasi dengan teknologi ramah lingkungan, memberdayakan masyarakat lokal, mengintegrasikan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam seluruh fase pembangunan, dan mengimplementasikan prinsip Good Corporate Governance (GCG)," tegas Michael.
Lebih dari sekadar pembangunan infrastruktur fisik, proyek Flyover Sitinjau Lauik I memiliki signifikansi yang luas bagi Sumatera Barat. Jalur Sitinjau Lauik selama ini dikenal sebagai titik hitam kecelakaan lalu lintas. Tikungan ekstrem dan medan yang menantang kerap mengakibatkan insiden fatal, menimbulkan kerugian jiwa dan materi yang signifikan. Dengan dibangunnya flyover ini, diharapkan angka kecelakaan dapat ditekan secara drastis, meningkatkan keselamatan pengguna jalan, dan memberikan rasa aman bagi masyarakat.
Selain aspek keselamatan, proyek ini juga diyakini akan memberikan dampak positif terhadap mobilitas dan perekonomian daerah. Pembangunan flyover sepanjang [panjang flyover, perlu ditambahkan dalam berita asli] ini akan memperlancar arus lalu lintas antara Kota Padang dan Kota Solok, dua pusat perekonomian penting di Sumatera Barat. Pengurangan waktu tempuh secara signifikan akan berdampak positif pada efisiensi distribusi logistik, mempercepat pengiriman barang dan jasa, serta meningkatkan daya saing ekonomi regional.
"Flyover ini juga diharapkan dapat menurunkan angka kecelakaan secara signifikan dan memangkas waktu tempuh Padang-Solok dari 2 jam menjadi hanya 45 menit," ujar Michael kembali menekankan manfaat utama proyek ini. Pernyataan ini menunjukkan ambisi pemerintah dan PT Hutama Karya untuk memberikan solusi nyata atas permasalahan infrastruktur yang selama ini menghambat perkembangan Sumatera Barat.
Proyek yang memiliki nilai kontrak sebesar Rp 2,286 triliun ini memiliki jangka waktu pelaksanaan selama 822 hari kalender, terhitung sejak penandatanganan perjanjian. Masa konsesi proyek ini terbilang panjang, yaitu 12,5 tahun, yang terdiri dari 2,5 tahun masa konstruksi dan 10 tahun masa layanan. Setelah tahap penandatanganan, HPSL akan segera melanjutkan ke tahap finalisasi desain dan persiapan pembangunan fisik. Tahap selanjutnya mencakup preservasi jalan dan jembatan selama masa layanan proyek.
Komitmen Hutama Karya terhadap keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat juga menjadi sorotan. Michael menekankan bahwa proyek ini bukan hanya tentang pembangunan fisik semata, tetapi juga tentang dampak jangka panjang bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitar. Hal ini menunjukkan bahwa PT Hutama Karya tidak hanya mengejar target pembangunan infrastruktur, tetapi juga memperhatikan aspek sosial dan lingkungan dalam setiap proyek yang dikerjakan. Komitmen ini diharapkan dapat meminimalisir dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar, serta memastikan pembangunan yang berkelanjutan.
Pemberdayaan masyarakat lokal juga menjadi bagian integral dari rencana pembangunan Flyover Sitinjau Lauik I. Dengan melibatkan tenaga kerja lokal dalam proses pembangunan, proyek ini diharapkan dapat memberikan dampak ekonomi positif bagi masyarakat sekitar, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Integrasi prinsip ESG dan GCG dalam proyek ini juga menandakan komitmen Hutama Karya terhadap tata kelola perusahaan yang baik dan bertanggung jawab. Penerapan prinsip-prinsip tersebut diharapkan dapat memastikan transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan proyek, serta meminimalisir potensi risiko korupsi dan pelanggaran hukum. Hal ini merupakan langkah penting dalam membangun kepercayaan publik terhadap proyek infrastruktur pemerintah.
Dengan dimulainya pembangunan Flyover Sitinjau Lauik I, harapan masyarakat Sumatera Barat untuk memiliki infrastruktur yang lebih aman, efisien, dan berkelanjutan semakin dekat. Proyek ini bukan hanya sekadar pembangunan jalan layang, tetapi juga simbol komitmen pemerintah dan PT Hutama Karya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat. Keberhasilan proyek ini akan menjadi bukti nyata dari sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam membangun infrastruktur yang berdampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat. Ke depan, pemantauan ketat terhadap progres pembangunan dan dampak sosial-ekonomi proyek ini perlu dilakukan untuk memastikan proyek ini berjalan sesuai rencana dan memberikan manfaat optimal bagi masyarakat Sumatera Barat.