Helsinki, Finlandia – Finlandia menorehkan sejarah baru dalam upaya transisi energi bersih global. Negara Nordik ini resmi menutup pembangkit listrik tenaga batu bara terakhirnya, menandai berakhirnya era ketergantungan pada sumber energi fosil yang intensif karbon. Langkah signifikan ini, meskipun disambut positif oleh para pemerhati lingkungan, diprediksi akan berdampak pada kenaikan tarif listrik bagi konsumen.
Olli Sirkka, CEO Helen, perusahaan energi terbesar di Finlandia yang mengoperasikan pembangkit batu bara terakhir tersebut, mengkonfirmasi penutupan tersebut kepada Reuters pada Rabu (2/4/2025). "Tentu saja, kita tidak bisa menjamin tidak akan ada satupun gram batu bara yang dibakar di Finlandia lagi," ujarnya, "namun ini menandai berakhirnya operasional pembangkit listrik batu bara terakhir yang digunakan untuk produksi listrik harian di negara ini."
Penutupan ini merupakan puncak dari upaya berkelanjutan Finlandia dalam mengurangi emisi karbon dan beralih ke sumber energi terbarukan. Pemerintah Finlandia telah menetapkan target ambisius untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2035, dan langkah ini merupakan tonggak penting dalam mencapai tujuan tersebut. Sejak tahun 2019, undang-undang yang melarang penggunaan batu bara dalam pembangkit listrik mulai berlaku efektif tahun 2029 telah mendorong percepatan transisi energi di negara ini. Namun, Helen, sebagai produsen listrik terakhir yang masih bergantung pada batu bara, telah berhasil mempercepat jadwal penutupan tersebut.
Percepatan transisi ini didorong oleh peningkatan pesat kapasitas energi terbarukan di Finlandia. Pembangkit listrik tenaga angin dan surya telah mengalami pertumbuhan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, memberikan alternatif yang semakin kompetitif bagi energi fosil. Hal ini memungkinkan Helen untuk secara bertahap mengurangi ketergantungan pada batu bara, meskipun tantangan tetap ada, terutama dalam memenuhi permintaan listrik puncak selama musim dingin yang panjang dan dingin di Finlandia.
Selama musim dingin, sistem pemanas di Helsinki, ibukota Finlandia, memerlukan energi listrik yang signifikan, mencapai 20% dari total produksi listrik nasional. Penutupan pembangkit batu bara Helen, yang selama ini menjadi andalan untuk memenuhi permintaan tersebut, memperlihatkan tantangan nyata dalam memastikan pasokan energi yang andal dan terjangkau sambil tetap berkomitmen pada target emisi yang ambisius.
Helen sendiri telah menetapkan target pengurangan emisi karbon sebesar 5% pada tahun 2030, dan menargetkan penghentian total pembakaran bahan bakar fosil pada tahun 2040. Penutupan pembangkit batu bara ini telah berkontribusi signifikan terhadap pencapaian target tersebut, dengan pengurangan emisi karbon hingga 50% dibandingkan tahun sebelumnya. Secara nasional, penutupan ini berkontribusi pada pengurangan emisi karbon Finlandia hingga hampir 2%.
Namun, transisi ke energi bersih tidak tanpa konsekuensi ekonomi. Sirkka mengakui bahwa transisi ini tidak murah. "Mungkin perlu diakui bahwa transisi energi bersih tidak murah," katanya. "Itu memang pilihan yang bernilai, dan itu adalah pilihan yang telah kita buat, baik sebagai masyarakat maupun sebagai Helen." Pernyataan ini mengisyaratkan kemungkinan kenaikan tarif listrik bagi konsumen sebagai konsekuensi dari investasi besar dalam infrastruktur energi terbarukan dan pengurangan ketergantungan pada sumber energi yang lebih murah, namun kurang berkelanjutan.
Kenaikan tarif listrik ini menjadi pertimbangan penting bagi pemerintah Finlandia. Pemerintah dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan komitmen terhadap lingkungan dengan kebutuhan ekonomi rakyat. Kebijakan subsidi dan insentif untuk energi terbarukan, serta strategi manajemen permintaan energi, diperlukan untuk meminimalkan dampak kenaikan tarif listrik pada daya beli masyarakat.
Penutupan pembangkit listrik batu bara terakhir di Finlandia menjadi contoh nyata bagi negara-negara lain yang masih bergantung pada energi fosil. Ini menunjukkan bahwa transisi energi bersih adalah mungkin, meskipun membutuhkan perencanaan yang matang, investasi yang signifikan, dan komitmen politik yang kuat. Namun, tantangannya terletak pada bagaimana mengelola transisi ini secara adil dan berkelanjutan, mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat.
Finlandia, dengan langkah berani ini, telah menempatkan dirinya di garis depan dalam upaya global menuju masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Namun, perjalanan ini masih panjang dan memerlukan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk memastikan keberhasilan transisi energi yang adil dan terjangkau bagi semua. Pengalaman Finlandia ini akan menjadi studi kasus penting bagi negara-negara lain yang tengah berjuang untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan mencapai target emisi karbon mereka. Keberhasilan Finlandia dalam mengelola dampak sosial dan ekonomi dari transisi ini akan menjadi faktor penentu bagi keberhasilan upaya global dalam mengatasi perubahan iklim.