Eskalasi Perang Dagang AS-China: Trump Patok Tarif Impor 125%, Ancaman Resesi Global Menggila

Hubungan ekonomi antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali memanas, bahkan mencapai titik didih yang mengancam stabilitas ekonomi global. Presiden Donald Trump, dalam sebuah manuver yang mengejutkan, mengumumkan kenaikan tarif impor untuk barang-barang asal China hingga 125%, sebuah langkah yang diambil hanya beberapa jam setelah China membalas dengan menaikkan bea masuk atas produk-produk AS sebesar 84%. Perang tarif ini bukan sekadar perselisihan bilateral, melainkan sebuah konflik yang berpotensi memicu resesi global dan berdampak signifikan terhadap konsumen di seluruh dunia.

Keputusan Trump, yang diumumkan melalui media sosialnya pada Rabu lalu, dibumbui dengan tuduhan kurangnya rasa hormat dari China terhadap pasar dunia. Ia secara terang-terangan membedakan perlakuan terhadap China dengan negara-negara lain. Sementara negara-negara seperti Indonesia mendapatkan penundaan atau pengurangan tarif impor, China justru dihantam dengan kenaikan tarif yang dramatis. Hal ini semakin memperjelas strategi Trump yang agresif dan selektif dalam menghadapi mitra dagangnya.

"Berdasarkan kurangnya rasa hormat yang ditunjukkan China kepada Pasar Dunia, dengan ini saya menaikkan tarif yang dibebankan ke China oleh Amerika Serikat menjadi 125%, berlaku segera," demikian pernyataan Trump yang dikutip dari CNN. Pernyataan singkat namun berdampak dahsyat ini menandai babak baru dalam perang dagang yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir.

Kenaikan tarif ini berpotensi memicu lonjakan harga barang-barang konsumsi di AS, sekaligus mengancam upaya China untuk membangkitkan kembali ekonominya yang tengah lesu. Respon China yang tegas dengan menaikkan tarif impor atas produk AS menunjukkan tekadnya untuk tidak gentar menghadapi tekanan dari Trump, meskipun hal ini berisiko memperburuk situasi ekonomi domestik.

"Jika AS bersikeras untuk lebih meningkatkan pembatasan ekonomi dan perdagangannya, China memiliki kemauan yang kuat dan sarana yang melimpah untuk mengambil tindakan balasan yang diperlukan dan berjuang sampai akhir," tegas Kementerian Perdagangan China sebelum mengumumkan kenaikan tarif terbarunya, seperti dikutip dari Associated Press. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa eskalasi konflik ini masih jauh dari kata selesai dan potensi balasan lebih lanjut dari China masih terbuka lebar.

Eskalasi Perang Dagang AS-China: Trump Patok Tarif Impor 125%, Ancaman Resesi Global Menggila

Neraca perdagangan AS-China yang timpang menjadi latar belakang konflik ini. AS mengekspor barang senilai US$ 199 miliar ke China, sementara impor dari China mencapai US$ 463 miliar, menciptakan defisit perdagangan yang sangat besar bagi AS. Komoditas ekspor utama AS ke China meliputi kacang kedelai, pesawat terbang, produk farmasi, dan semikonduktor. Sebaliknya, AS mengimpor barang-barang manufaktur dari China seperti ponsel, komputer, mainan, dan pakaian. China, sebagai raksasa manufaktur dunia, telah menjadi sumber impor utama AS sejak tahun 2022.

Kronologi perang tarif ini bermula jauh sebelum pengumuman terbaru Trump. Pada bulan Februari, Trump telah mengenakan tarif 10% untuk semua barang impor dari China, dengan alasan dugaan keterlibatan China dalam imigrasi ilegal dan penyelundupan fentanil ke AS. Tarif ini kemudian dinaikkan menjadi 20%. Pada 2 April, Trump mengumumkan tarif impor baru untuk sejumlah negara, termasuk China yang dikenai tarif 34% efektif 9 April. Indonesia juga terkena dampak dengan tarif impor sebesar 32%.

Sebagai balasan, China langsung menaikkan tarif impor untuk produk AS sebesar 34%. Pemerintah AS kemudian meminta China untuk membatalkan tarif tersebut dan bernegosiasi, namun China tetap pada pendiriannya. AS pun kembali menaikkan tarif impor untuk barang-barang dari China hingga 50%, sehingga total tarif menjadi 84% (20% + 50% + 14%). China membalas dengan menaikkan tarif sebesar 50%, sehingga total tarif impor untuk barang-barang AS di China menjadi 84%.

Langkah terbaru Trump dengan menaikkan tarif menjadi 125% semakin memperburuk situasi. Sampai saat ini belum ada tanggapan resmi dari pemerintah China terkait tarif terbaru ini. Ironisnya, di saat yang sama, Trump secara sementara memangkas seluruh tarif tinggi yang dikenakan kepada berbagai negara menjadi hanya 10%, termasuk Indonesia yang awalnya terkena tarif 32%. Penundaan ini berlaku selama 90 hari ke depan.

Eskalasi perang tarif ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak negatif terhadap ekonomi global. Kenaikan harga barang-barang konsumsi, gangguan rantai pasokan, dan penurunan investasi merupakan beberapa risiko yang mengintai. Ketidakpastian ekonomi yang ditimbulkan oleh perang dagang ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global dan bahkan memicu resesi. Perlu adanya solusi diplomatik dan negosiasi yang konstruktif untuk meredakan ketegangan dan mencegah eskalasi lebih lanjut yang dapat berdampak buruk bagi seluruh dunia. Perang dagang ini bukan hanya tentang tarif, tetapi juga tentang dominasi ekonomi global dan masa depan perdagangan internasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *