Ekspor Listrik RI ke Singapura: Negosiasi Berjalan, Kedaulatan Nasional Jadi Prioritas

Jakarta, 26 Mei 2025 – Rencana ekspor listrik dari Indonesia ke Singapura, khususnya yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT), masih berada dalam tahap negosiasi intensif. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa pemerintah tidak akan gegabah dalam mengambil keputusan dan menempatkan kedaulatan nasional sebagai prioritas utama. Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers terkait Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) Tahun 2025-2034 di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta.

Bahlil menekankan pentingnya prinsip keadilan dan saling menguntungkan dalam setiap kerja sama internasional. "Yang namanya saling bantu itu adalah kita bantu dia, dia bantu kita. Bukan kita saja terus yang bantu dia. Itu bukan saling bantu. Hanya dia yang senang sendiri. Itu teorinya," tegasnya. Ia menolak pendekatan yang hanya berfokus pada kepentingan pihak asing tanpa mempertimbangkan secara menyeluruh dampaknya bagi Indonesia.

Saat ini, tim negosiator dari Kementerian ESDM tengah berunding dengan pihak Singapura. Bahlil secara tegas menolak negosiasi yang hanya melibatkan perusahaan swasta. Menurutnya, proyek ekspor listrik ini merupakan isu kenegaraan yang memerlukan keterlibatan penuh pemerintah. "Jangan bicara orang per orang, aku nggak mau. Jangan bicara perusahaan per perusahaan. Ini negara. Jangan kita gadaikan negara ini hanya karena urusan satu-dua perusahaan atau satu kelompok orang. No, saya sudah ngomong sama Pak Dirut PLN. Ini urusan negara," tandasnya.

Bahlil menegaskan bahwa kesepakatan ekspor listrik harus memberikan timbal balik yang signifikan bagi Indonesia. Ia menuntut adanya transparansi dan keseimbangan dalam perjanjian yang akan ditandatangani. "Jadi, kalau negara lain mau berbagi rakyat kita, ya tuangkan perjanjiannya. Apa yang kamu kasih? Kalau dia sudah oke, kita sudah anggap bijak, ya kita kasih," tegasnya. Pernyataan ini menunjukkan sikap pemerintah yang berhati-hati dan tidak akan terburu-buru dalam meratifikasi kesepakatan yang merugikan Indonesia.

Sebelumnya, rencana ekspor listrik ini telah dibahas dalam pertemuan antara Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong, pada November 2024. Kedua pemimpin negara sepakat untuk melanjutkan proyek ini, dengan penekanan pada penggunaan teknologi energi rendah karbon. Prabowo, dalam keterangannya di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, pada 6 November 2024, menyatakan bahwa kerja sama tersebut termasuk dalam pembahasan proyek interkoneksi listrik lintas batas yang memanfaatkan teknologi ramah lingkungan.

Ekspor Listrik RI ke Singapura: Negosiasi Berjalan, Kedaulatan Nasional Jadi Prioritas

Pertemuan tersebut menunjukkan komitmen kedua negara untuk mengembangkan kerja sama energi berkelanjutan. Namun, pernyataan Menteri Bahlil menunjukkan bahwa komitmen tersebut harus diwujudkan dalam bentuk perjanjian yang adil dan menguntungkan bagi kedua belah pihak, khususnya Indonesia. Pemerintah Indonesia tampaknya ingin memastikan bahwa ekspor listrik ini tidak hanya sekadar memenuhi permintaan Singapura, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi perekonomian dan pembangunan nasional.

Negosiasi yang sedang berlangsung ini menjadi krusial karena menyangkut beberapa aspek penting. Pertama, aspek ekonomi. Indonesia harus memastikan bahwa harga jual listrik kompetitif dan memberikan keuntungan yang sepadan dengan investasi dan sumber daya yang dikeluarkan. Kedua, aspek lingkungan. Komitmen terhadap energi rendah karbon harus diwujudkan dalam praktik, dengan memastikan bahwa proyek ini tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Ketiga, aspek kedaulatan energi. Pemerintah harus memastikan bahwa proyek ini tidak mengorbankan ketahanan energi nasional dan tidak bergantung secara berlebihan pada pasar luar negeri.

Kehati-hatian pemerintah dalam menegosiasikan proyek ini patut diapresiasi. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya mengejar keuntungan ekonomi semata, tetapi juga mempertimbangkan aspek-aspek strategis lainnya yang berkaitan dengan kedaulatan nasional dan keberlanjutan pembangunan. Proses negosiasi yang transparan dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan akan sangat penting untuk memastikan bahwa proyek ekspor listrik ini memberikan manfaat yang optimal bagi Indonesia.

Ke depan, publik perlu diajak untuk memantau perkembangan negosiasi ini. Transparansi informasi dari pemerintah akan membantu masyarakat untuk memahami konteks dan implikasi dari proyek ini. Dengan demikian, masyarakat dapat memberikan masukan dan pengawasan yang konstruktif untuk memastikan bahwa proyek ekspor listrik ini berjalan sesuai dengan kepentingan nasional. Keberhasilan negosiasi ini akan menjadi tolok ukur bagi kerja sama energi internasional Indonesia di masa mendatang, dan menunjukkan komitmen pemerintah dalam menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan kedaulatan nasional. Oleh karena itu, proses negosiasi ini patut mendapatkan perhatian dan pengawasan yang serius dari seluruh lapisan masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *