Jakarta, 7 Maret 2025 – Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) diprediksi akan tetap berada di kisaran Rp 16.000-an sepanjang tahun 2025. Hal ini disampaikan oleh Chief Economist Bank Permata, Josua Pardede, dalam paparan publik perbankan hari ini. Menurut Pardede, faktor eksternal, khususnya kebijakan ekonomi Amerika Serikat, akan menjadi penentu utama pergerakan nilai tukar tersebut.
Ancaman utama yang diidentifikasi adalah potensi kebangkitan perang dagang "jilid dua" akibat kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh pemerintahan Amerika Serikat. Pardede menuturkan, "Kami melihat pergerakan rupiah tahun ini mungkin akan serupa dengan tahun lalu. Tantangannya masih akan sangat didominasi oleh faktor eksternal. Kebijakan dari luar negeri, khususnya Amerika Serikat, sangat sentral. Kebijakan terkait tarif impor AS dan potensi perang dagang cukup mengemuka."
Potensi eskalasi perang dagang ini, menurut Pardede, akan menimbulkan ketidakpastian di pasar global dan berdampak pada aliran modal asing ke Indonesia. Ketidakpastian ini berpotensi menekan nilai tukar rupiah. Meskipun demikian, Pardede juga menekankan pentingnya memperhatikan faktor-faktor domestik yang dapat menjadi penyeimbang.
Salah satu faktor penyeimbang tersebut adalah kebijakan pemerintah terkait parkir Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA). Kebijakan yang relatif baru ini diyakini mampu meningkatkan cadangan devisa negara dan menopang nilai tukar rupiah. "Kebijakan parkir DHE SDA untuk para eksportir dapat membantu menjaga cadangan valuta asing (valas) di dalam negeri," ujar Pardede.
Selain itu, program hilirisasi yang digencarkan pemerintah juga dinilai akan memberikan kontribusi positif terhadap neraca pembayaran Indonesia. Hilirisasi, yang berfokus pada pengolahan sumber daya alam di dalam negeri sebelum diekspor, diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah ekspor dan secara signifikan meningkatkan aliran devisa masuk ke Indonesia. "Program hilirisasi berpotensi meningkatkan nilai ekspor RI. Jumlah dolar yang masuk melalui hasil ekspor produk hilirisasi dapat semakin tinggi," jelas Pardede.
Dengan mempertimbangkan kombinasi faktor eksternal dan internal ini, Bank Permata memproyeksikan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah akan tetap berada di kisaran Rp 16.000-an sepanjang tahun 2025. Namun, Pardede mengakui bahwa prediksi ini masih bergantung pada keberhasilan implementasi kebijakan DHE SDA.
"Meskipun kami belum bisa melihat jauh ke depan, jangka pendek mungkin masih akan berkisar di Rp 16.000," kata Pardede. "Tapi itu masih bergantung pada perkembangan kebijakan DHE. Jika kebijakan DHE berhasil sesuai harapan pemerintah, dan ada tambahan devisa, misalnya US$ 60-80 miliar hanya di tahun ini saja, tentunya ini akan mendorong dan memberikan dampak positif pada rupiah."
Pardede menjelaskan bahwa keberhasilan kebijakan DHE SDA menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Jika kebijakan ini mampu menarik devisa dalam jumlah besar sesuai target, maka tekanan terhadap rupiah akibat potensi perang dagang dapat diminimalisir. Sebaliknya, kegagalan implementasi kebijakan ini dapat memperburuk situasi dan berpotensi mendorong pelemahan rupiah.
Lebih lanjut, Pardede menekankan perlunya pemerintah untuk terus memantau perkembangan ekonomi global dan secara proaktif melakukan langkah-langkah antisipatif untuk menghadapi potensi gejolak ekonomi internasional. Kerjasama yang kuat antara pemerintah dan sektor swasta juga dinilai penting untuk memastikan keberhasilan program-program strategis seperti hilirisasi dan pengelolaan DHE SDA.
Analisis Bank Permata ini memberikan gambaran yang cukup komprehensif mengenai prospek nilai tukar rupiah di tahun 2025. Meskipun prediksi tersebut menunjukkan stabilitas di kisaran Rp 16.000-an, risiko eksternal yang signifikan tetap perlu diwaspadai. Keberhasilan implementasi kebijakan domestik, khususnya kebijakan DHE SDA dan program hilirisasi, akan menjadi faktor penentu dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan melindungi perekonomian Indonesia dari dampak negatif potensi perang dagang. Oleh karena itu, monitoring dan evaluasi yang ketat terhadap implementasi kebijakan-kebijakan tersebut menjadi sangat krusial. Keberhasilannya akan menentukan apakah prediksi Bank Permata akan terwujud atau justru akan terjadi deviasi yang signifikan. Pasar akan terus mencermati perkembangan ini dengan seksama.