Jakarta, 21 Mei 2025 – Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia menyuarakan tuntutan mendesak kepada pemerintah: memberikan kepastian hukum bagi jutaan pengemudi ojek online (ojol) yang selama ini beroperasi dalam zona abu-abu legalitas. Ketua Umum Asosiasi, Igun Wicaksono, menegaskan status ilegal ojol berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) telah menciptakan ketidakpastian dan kerentanan bagi para pengemudi.
"Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 secara tegas menempatkan ojek online sebagai transportasi ilegal," tegas Igun usai mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi V DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat. Pernyataan ini disampaikan menyusul serangkaian permasalahan yang dihadapi para pengemudi ojol, yang sebagian besar bergantung pada penghasilan harian dari aplikasi tersebut.
Permasalahan mendasar terletak pada definisi angkutan umum dalam UU LLAJ yang dinilai tidak mengakomodasi model bisnis transportasi berbasis aplikasi seperti ojek online. Igun menjelaskan, upaya untuk mengklasifikasikan ojek online sebagai angkutan umum konvensional akan menghadapi hambatan yang sangat signifikan.
"Merubah status ojek online menjadi angkutan umum konvensional akan sangat sulit, bahkan hampir mustahil," ungkap Igun. "Regulasi yang ada saat ini dirancang untuk moda transportasi konvensional, bukan untuk sistem transportasi berbasis teknologi digital seperti ojek online."
Oleh karena itu, Asosiasi Garda Indonesia mendorong pemerintah untuk merumuskan sebuah payung hukum khusus yang mengatur transportasi online, termasuk ojek online. Keberadaan Undang-Undang khusus ini, menurut Igun, menjadi kunci untuk memberikan legalitas dan perlindungan hukum yang komprehensif bagi para pengemudi.
"UU khusus angkutan online menjadi solusi yang paling realistis," lanjut Igun. "UU ini akan memberikan kerangka hukum yang jelas, mengatur hak dan kewajiban para pengemudi, serta memberikan landasan bagi penegakan hukum yang efektif."
Ketiadaan payung hukum yang jelas, menurut Igun, telah menyebabkan berbagai permasalahan yang merugikan para pengemudi. Salah satu isu krusial yang disoroti adalah praktik pemotongan biaya aplikasi yang dilakukan oleh perusahaan penyedia aplikasi ojek online. Ketiadaan sanksi yang tegas dari pemerintah terhadap praktik-praktik yang merugikan pengemudi ini semakin memperparah situasi.
"Perusahaan aplikasi seringkali seenaknya memotong biaya, tanpa ada sanksi yang berarti," ujar Igun dengan nada kecewa. "Ketiadaan sanksi ini membuat pemerintah juga kesulitan untuk melakukan intervensi dan melindungi para pengemudi dari praktik-praktik yang tidak adil."
Igun menekankan pentingnya UU khusus ini untuk memberikan sanksi yang tegas, baik sanksi administratif maupun pidana, bagi pelanggaran yang terjadi. Hal ini diharapkan dapat menciptakan iklim usaha yang lebih adil dan melindungi hak-hak para pengemudi. Dengan adanya sanksi yang jelas, pemerintah dapat melakukan pengawasan dan intervensi yang lebih efektif untuk mencegah eksploitasi dan memastikan kesejahteraan para pengemudi.
Lebih lanjut, Igun menjelaskan bahwa legalitas yang jelas akan memberikan dampak positif yang luas, tidak hanya bagi para pengemudi, tetapi juga bagi perekonomian nasional. Ojek online telah menjadi bagian integral dari sistem transportasi di Indonesia, menyediakan layanan yang terjangkau dan efisien bagi masyarakat luas. Legalitas yang terjamin akan mendorong pertumbuhan sektor ini secara berkelanjutan dan terukur.
"Legalitas akan memberikan kepastian bagi investasi, mendorong inovasi, dan menciptakan lapangan kerja baru," jelas Igun. "Ini akan berdampak positif bagi perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan."
RDPU dengan Komisi V DPR RI menjadi momentum penting bagi Asosiasi Garda Indonesia untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutan para pengemudi ojol. Harapannya, Komisi V DPR RI dapat menampung aspirasi tersebut dan mendorong pemerintah untuk segera merumuskan dan mengesahkan UU khusus angkutan online.
Ketiadaan regulasi yang komprehensif selama ini telah menciptakan ketidakpastian hukum dan kerentanan bagi jutaan pengemudi ojol. Mereka bekerja keras setiap hari untuk memenuhi kebutuhan hidup, namun terjebak dalam sistem yang belum memberikan perlindungan hukum yang memadai. Oleh karena itu, desakan untuk segera memberikan legalitas dan perlindungan hukum bagi ojek online bukan hanya sekadar tuntutan asosiasi, melainkan juga representasi dari aspirasi dan harapan jutaan pengemudi yang berjuang untuk kehidupan yang lebih layak dan terjamin. Perjuangan ini menjadi cerminan dari kebutuhan mendesak untuk menyelaraskan perkembangan teknologi dengan kerangka hukum yang responsif dan adil. Keberhasilan dalam mewujudkan UU khusus angkutan online akan menjadi tonggak penting dalam memastikan keadilan dan kesejahteraan bagi para pengemudi ojek online di Indonesia.