Jakarta, 22 Mei 2025 – Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) menjadi ancaman nyata bagi perekonomian nasional, tak terkecuali bagi PT PLN (Persero). Untuk mengantisipasi potensi dampak negatif tersebut, PLN melakukan stress test dengan skenario terburuk, yaitu asumsi kurs mencapai Rp 17.500 per USD dan harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar 82 dolar AS per barel. Hasilnya, perusahaan listrik negara ini harus bersiap menghadapi lonjakan biaya produksi dan subsidi listrik yang signifikan.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengungkapkan hasil stress test tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta Pusat, Kamis (22/5/2025). Menurut Darmawan, skenario pelemahan Rupiah yang diuji coba akan berdampak pada peningkatan biaya pokok produksi listrik sebesar Rp 29 per kWh. Angka ini berarti kenaikan dari Rp 1.822 per kWh menjadi Rp 1.851 per kWh.
"Kami melakukan stress test dengan skenario terburuk, yaitu kurs Rp 17.500 per dolar dan ICP 82 dolar per barel," jelas Darmawan. "Dari simulasi ini, terlihat kenaikan biaya pokok produksi sebesar Rp 29 per kWh," tambahnya, menekankan keseriusan dampak potensial pelemahan Rupiah terhadap operasional PLN.
Dampak yang lebih besar terlihat pada beban subsidi listrik. Stress test menunjukkan potensi peningkatan biaya subsidi dan kompensasi hingga Rp 6,5 triliun per tahun. Angka ini merupakan beban tambahan yang cukup signifikan bagi keuangan negara dan tentunya akan berdampak pada APBN. Situasi ini mengharuskan PLN untuk segera mengambil langkah-langkah mitigasi risiko yang efektif dan terukur.
"Kenaikan biaya subsidi sebesar Rp 6,5 triliun per tahun menjadi tantangan besar," ungkap Darmawan. "Oleh karena itu, PLN harus mampu melakukan mitigasi risiko terhadap fluktuasi kurs dan dampaknya terhadap kinerja keuangan perusahaan," tegasnya.
Untuk menghadapi tantangan ini, PLN telah merumuskan sejumlah strategi. Pertama, perusahaan akan fokus pada peningkatan penjualan listrik. Strategi ini diharapkan mampu meningkatkan pendapatan kotor (gross revenue) PLN dan membantu meredam dampak kenaikan biaya produksi. Peningkatan penjualan akan menjadi kunci dalam menjaga keberlangsungan usaha dan stabilitas keuangan PLN di tengah ketidakpastian nilai tukar Rupiah.
Kedua, PLN akan mengoptimalkan biaya operasional. Darmawan menekankan bahwa ini bukan sekadar cost cutting atau penghematan biaya secara sembarangan yang dapat mengancam kualitas pelayanan. "Ini bukan cost cutting yang dapat menurunkan kualitas layanan," jelas Darmawan. "Misalnya, bukan berarti menunda penggantian oli mesin dari setiap 10.000 km menjadi 20.000 km, karena itu akan menurunkan performa dan efisiensi operasional," tambahnya. Optimasi biaya operasional ini lebih menekankan pada efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya tanpa mengorbankan kualitas layanan.
Ketiga, PLN akan berupaya menurunkan biaya debt service atau biaya layanan hutang. Hal ini akan dilakukan melalui pengelolaan keuangan yang lebih prudent dan optimal. Dengan manajemen keuangan yang lebih baik, PLN berharap dapat mengurangi beban bunga dan meningkatkan efisiensi penggunaan dana.
Keempat, PLN akan menerapkan strategi hedging untuk mengurangi risiko paparan terhadap fluktuasi nilai tukar asing (valas) dan pinjaman dalam valuta asing. Hedging merupakan strategi manajemen risiko yang bertujuan untuk mengurangi kerugian akibat fluktuasi kurs. Dengan strategi ini, PLN berupaya meminimalisir dampak negatif pelemahan Rupiah terhadap keuangan perusahaan.
Kesimpulannya, hasil stress test PLN menunjukkan betapa rentannya perusahaan terhadap fluktuasi nilai tukar Rupiah. Kenaikan biaya produksi dan subsidi listrik yang signifikan akibat pelemahan Rupiah menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan operasional dan keuangan PLN. Strategi mitigasi risiko yang telah dirumuskan oleh PLN perlu dijalankan secara efektif dan terukur untuk memastikan keberlanjutan penyediaan listrik bagi masyarakat Indonesia. Perlu juga pengawasan yang ketat dari pemerintah dan DPR untuk memastikan langkah-langkah mitigasi tersebut berjalan sesuai rencana dan menghasilkan dampak yang positif. Ke depan, diperlukan pula strategi jangka panjang yang lebih komprehensif untuk mengurangi ketergantungan PLN terhadap fluktuasi nilai tukar Rupiah dan faktor eksternal lainnya.