BUMN "Si Unyil" Terpuruk: Gaji Direksi Dipangkas, Strategi Penyelamatan Digagas

Jakarta, 11 Maret 2025 – PT Produksi Film Negara (Persero), atau yang lebih dikenal sebagai rumah produksi "Si Unyil", tengah berjuang keras untuk bertahan di tengah kondisi keuangan yang memprihatinkan. Minimnya pendapatan perusahaan bahkan memaksa direksi menerima gaji separuh dari seharusnya. Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI dengan Direktur Utama PT Danareksa (Persero), Yadi Jaya Ruchandi, Senin (10/3/2025).

"Saat ini, pendapatan PFN sangat minim, bahkan gaji direksinya pun hanya dibayar setengahnya," ungkap Yadi dalam RDP tersebut. Pernyataan ini menggarisbawahi kondisi kritis yang tengah dihadapi BUMN yang selama ini identik dengan ikon anak-anak Indonesia tersebut. Minimnya pendapatan tersebut menjadi tantangan serius bagi keberlangsungan perusahaan dan menunjukkan urgensi perbaikan fundamental bisnis PFN.

Untuk mengatasi krisis ini, rencana integrasi PFN ke dalam holding BUMN di bawah naungan Danareksa tengah digodok. Langkah ini diharapkan mampu menyehatkan keuangan PFN dan memberikan sinergi yang lebih kuat dalam pengembangan ekosistem perfilman nasional. Integrasi ini, meski belum final, sudah masuk dalam rencana kerja PFN, menurut Yadi.

"Meskipun belum diinbrengkan ke Danareksa, kami telah menyusun rencana kerja dan model bisnis baru untuk PFN ke depannya," jelasnya. Namun, proses integrasi ini tergantung pada keputusan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), induk holding BUMN, yang memiliki kewenangan penuh atas alokasi aset. "Rencananya akan diinbrengkan ke Danareksa, tetapi keputusan akhir ada di Danantara. Kami akan mengikuti arahan mereka," tegas Yadi.

Perubahan status PFN dari Perusahaan Umum (Perum) menjadi Perseroan Terbatas (Persero) pada Agustus 2023 melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2023, merupakan langkah awal menuju restrukturisasi dan penyehatan perusahaan. Namun, perubahan status saja tidak cukup tanpa diiringi strategi bisnis yang tepat dan efektif.

BUMN "Si Unyil" Terpuruk: Gaji Direksi Dipangkas, Strategi Penyelamatan Digagas

Strategi penyehatan PFN difokuskan pada optimalisasi aset yang dimiliki. Dua aset utama PFN yang berlokasi di Jalan Otista dan Tendean, diharapkan mampu menjadi lokomotif kebangkitan perusahaan. Yadi menjelaskan, aset-aset tersebut memiliki potensi besar untuk dikembangkan.

"Jika dioptimalkan, aset-aset ini bisa menjadi modal utama bagi PFN untuk membangun model bisnis pembiayaan film," paparnya. Rencana revitalisasi aset di Jalan Otista, diharapkan mampu menciptakan ekosistem perfilman yang menyerupai Lokananta, sebuah pusat kebudayaan musik yang telah sukses direvitalisasi. Kerjasama dengan PT Nindya Karya (Persero) akan digunakan untuk mewujudkan cita-cita ini.

"Kami ingin menciptakan sebuah ekosistem di mana para insan perfilman memiliki tempat berkumpul, seperti Taman Ismail Marzuki, namun lebih spesifik untuk film lokal," jelas Yadi. Konsep ini diharapkan mampu menarik minat para sineas dan meningkatkan aktivitas di sekitar aset tersebut, sekaligus menghasilkan pendapatan yang berkelanjutan.

Pendapatan dari optimalisasi aset ini akan digunakan untuk menstabilkan operasional PFN. Setelah keuangan perusahaan lebih sehat, PFN akan mengembangkan skema pembiayaan film baru berbasis crowdfunding. Model ini diharapkan mampu menarik partisipasi investor dan mengurangi ketergantungan pada pendanaan pemerintah.

"Skema pembiayaan film yang akan diterapkan adalah crowdfunding, di mana beberapa investor akan berpartisipasi dalam pendanaan satu proyek tertentu, dan PFN akan berperan sebagai co-investor," jelas Yadi. Saat ini, PFN telah menangani dua proyek film dengan skema ini, bersama dengan beberapa co-investor lainnya.

Langkah-langkah yang diambil oleh PFN menunjukkan upaya serius untuk melakukan transformasi bisnis. Namun, kesuksesan strategi ini tergantung pada beberapa faktor, termasuk efektivitas manajemen, dukungan pemerintah, dan respon pasar terhadap inovasi yang dilakukan. Tantangan ke depan bagi PFN adalah menyeimbangkan perannya sebagai BUMN dengan kebutuhan untuk menghasilkan keuntungan dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perkembangan industri perfilman Indonesia. Keberhasilan PFN dalam mengatasi krisis ini akan menjadi tolok ukur kemampuan BUMN untuk beradaptasi dengan dinamika pasar dan mempertahankan eksistensinya di era yang semakin kompetitif. Jalan panjang masih menanti "Si Unyil" untuk kembali berjaya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *