Bayang-Bayang Kebangkrutan Mengintai Industri Tekstil: Wacana BMAD POY dan DTY Picu Kekhawatiran

Jakarta, 8 Mei 2025 – Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia tengah dilanda kekhawatiran besar menyusul wacana pemerintah untuk mengenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk benang Partially Oriented Yarn (POY) dan Drawn Textured Yarn (DTY). Kedua jenis benang ini merupakan bahan baku krusial bagi industri tekstil berbasis poliester, dan rencana pengenaan BMAD ini dinilai akan berdampak fatal bagi kelangsungan usaha ribuan pelaku industri di Tanah Air.

Ketua Komite Tetap Kebijakan dan Regulasi Industri Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Veri Anggrijono, dalam keterangan resminya hari ini, menyampaikan keprihatinan mendalam atas wacana tersebut. Ia memperingatkan potensi kebangkrutan yang mengancam lebih dari 5.000 produsen TPT lokal dan satu juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang bernaung di bawah industri ini. Angka tersebut menggambarkan betapa besarnya dampak yang akan ditimbulkan jika wacana BMAD ini tetap diberlakukan.

“Industri TPT saat ini sudah berada dalam kondisi yang lesu akibat gempuran produk tekstil impor. Wacana kenaikan BMAD terhadap POY dan DTY ini bagaikan pukulan telak yang dapat melumpuhkan industri TPT dalam negeri,” tegas Anggrijono. Ia menekankan bahwa kondisi industri yang sudah terpuruk ini akan semakin tertekan jika beban biaya produksi meningkat akibat kenaikan harga bahan baku.

Anggrijono mendesak pemerintah untuk membatalkan rencana pengenaan BMAD terhadap POY dan DTY. Ia berpendapat bahwa kebijakan yang tepat justru adalah menetapkan BMAD sebesar nol persen untuk kedua jenis benang tersebut. Menurutnya, langkah ini krusial untuk menjaga daya saing industri TPT dalam negeri yang tengah berjuang menghadapi persaingan global yang ketat.

“Kami memohon kepada Bapak Presiden RI, Bapak Prabowo, untuk mempertimbangkan kembali wacana ini dan memberikan bantuan nyata kepada para pelaku industri TPT,” pinta Anggrijono. Ia menjelaskan bahwa ketersediaan POY dan DTY di dalam negeri sangat terbatas, sehingga industri TPT terpaksa mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan bahan baku. Pengenaan BMAD akan semakin memperberat beban biaya produksi dan mengurangi daya saing produk tekstil Indonesia di pasar domestik maupun internasional.

Bayang-Bayang Kebangkrutan Mengintai Industri Tekstil: Wacana BMAD POY dan DTY Picu Kekhawatiran

Lebih lanjut, Anggrijono menjelaskan bahwa benang, apapun jenisnya, merupakan bahan baku utama industri tekstil. Ketersediaan bahan baku yang cukup dan terjangkau harga merupakan kunci keberlangsungan industri ini. Kenaikan harga benang akibat BMAD akan berdampak domino yang sangat signifikan.

“Kenaikan harga benang yang diakibatkan oleh BMAD akan memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran. Pabrik-pabrik tekstil akan kesulitan menjual kain yang dihasilkan dari benang yang tidak kompetitif akibat harga yang melambung tinggi,” paparnya. Ia memproyeksikan skenario terburuk jika wacana BMAD ini tetap dilanjutkan, yaitu terjadinya penutupan pabrik dan pengangguran massal yang akan berdampak luas pada perekonomian nasional.

Kondisi ini diperparah oleh fakta bahwa industri TPT Indonesia telah menghadapi berbagai tantangan, mulai dari fluktuasi nilai tukar rupiah, kenaikan harga energi, hingga persaingan yang tidak sehat dari produk impor. Pengenaan BMAD terhadap POY dan DTY, menurut Anggrijono, akan menjadi beban tambahan yang sangat berat bagi industri yang sudah terhimpit berbagai masalah.

Ancaman kebangkrutan yang diutarakan oleh KADIN ini bukan sekadar pernyataan tanpa dasar. Ribuan pelaku usaha TPT, mulai dari perusahaan besar hingga UMKM, sangat bergantung pada ketersediaan POY dan DTY dengan harga yang kompetitif. Kenaikan harga bahan baku akan langsung berdampak pada harga jual produk akhir, yang pada akhirnya akan mengurangi daya beli konsumen dan menekan profitabilitas perusahaan.

Pemerintah, sebagai regulator, diharapkan dapat mengambil langkah bijak dan mempertimbangkan dampak luas dari kebijakan yang akan diambil. Pengenaan BMAD, meskipun bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri, harus dikaji secara komprehensif dan mempertimbangkan kondisi riil industri TPT saat ini. Alih-alih melindungi, kebijakan yang keliru justru dapat menghancurkan industri yang telah menyerap jutaan tenaga kerja dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional.

Perlu diingat bahwa industri TPT bukan hanya sekadar sektor bisnis, melainkan juga penopang perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Ribuan keluarga bergantung pada kelangsungan industri ini. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah yang tepat dan terukur untuk melindungi industri TPT dari ancaman kebangkrutan dan menjaga keberlangsungan usaha para pelaku industri di dalamnya. Wacana BMAD terhadap POY dan DTY perlu dikaji ulang secara menyeluruh, dengan mempertimbangkan masukan dari para pelaku industri dan dampaknya terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan. Kegagalan pemerintah dalam mengambil keputusan yang tepat dapat berakibat fatal dan berdampak jangka panjang bagi perekonomian Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *