Bank Indonesia Bantah Deflasi Februari 2025 sebagai Indikator Pelemahan Daya Beli Masyarakat

Jakarta, 6 Maret 2025 – Bank Indonesia (BI) secara tegas membantah anggapan bahwa deflasi 0,09% (year on year/yoy) yang tercatat Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2025 merupakan sinyal melemahnya daya beli masyarakat. Penjelasan ini disampaikan Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juli Budi Winantya, dalam acara Pembahasan Asesmen Ekonomi Terkini di Tugu Kunstkring Paleis, Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).

Juli menekankan bahwa indikator yang lebih akurat untuk mengukur daya beli masyarakat adalah inflasi inti, bukan angka deflasi keseluruhan. Inflasi inti, menurutnya, lebih tepat merefleksikan dinamika interaksi antara penawaran dan permintaan di pasar. "Sampai dengan bulan Februari, inflasi inti secara tahunan berada di kisaran 2,48%, masih relatif rendah dan stabil," ujar Juli. Angka ini, lanjut Juli, menunjukkan bahwa daya beli masyarakat masih terjaga dengan baik.

Pendapat BI ini sejalan dengan data pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang dirilis BPS. Juli menuturkan bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada Triwulan IV 2024 dan sepanjang tahun 2024 masih berada di kisaran 5%. "Ini menunjukkan kondisi konsumsi rumah tangga masih cukup baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi," tegasnya.

Pernyataan BI ini sekaligus menjadi bantahan terhadap interpretasi publik yang mengaitkan deflasi Februari 2025 dengan penurunan daya beli. Sebelumnya, Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam konferensi pers Senin (3/3/2025), telah menjelaskan bahwa deflasi tahunan yang terjadi merupakan fenomena langka di Indonesia, terakhir kali terjadi pada Maret 2000 sebesar 1,10%, yang didominasi oleh penurunan harga pada kelompok bahan makanan.

Winny, sapaan akrab Amalia Adininggar Widyasanti, menyatakan bahwa deflasi Februari 2025 bukan disebabkan oleh penurunan daya beli, melainkan utamanya dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah berupa diskon tarif listrik sebesar 50% yang berlaku pada Januari dan Februari 2025. Kebijakan ini, menurutnya, memberikan kontribusi signifikan terhadap deflasi selama dua bulan berturut-turut.

Bank Indonesia Bantah Deflasi Februari 2025 sebagai Indikator Pelemahan Daya Beli Masyarakat

"Penurunan daya beli biasanya dikaitkan dengan komponen inti inflasi," jelas Winny. "Namun, pada Februari 2025, komponen inti justru masih mengalami inflasi tahunan sebesar 2,48%, menjadi kontributor utama inflasi dengan andil sebesar 1,58%. Komoditas yang paling berpengaruh terhadap inflasi inti antara lain emas perhiasan, minyak goreng, kopi bubuk, dan nasi dengan lauk," tambahnya.

Pernyataan Winny ini semakin memperkuat argumen BI bahwa deflasi Februari 2025 tidak mencerminkan pelemahan daya beli. Justru sebaliknya, inflasi inti yang masih positif menunjukkan adanya permintaan yang cukup kuat di pasar, meskipun terdapat pengaruh kebijakan pemerintah yang menekan angka inflasi secara keseluruhan.

Perbedaan persepsi antara deflasi dan daya beli ini penting untuk dipahami. Deflasi, secara sederhana, menunjukkan penurunan harga barang dan jasa secara umum. Namun, penurunan harga tersebut belum tentu mencerminkan penurunan daya beli. Deflasi bisa terjadi karena berbagai faktor, termasuk peningkatan produktivitas, kemajuan teknologi, atau kebijakan pemerintah seperti yang terjadi pada kasus diskon tarif listrik. Sementara itu, daya beli lebih tepat diukur dengan melihat tren konsumsi masyarakat dan indikator ekonomi makro lainnya, seperti inflasi inti dan pertumbuhan ekonomi.

Dalam konteks ini, BI menekankan pentingnya melihat data ekonomi secara komprehensif dan tidak hanya berfokus pada satu indikator saja. Deflasi 0,09% pada Februari 2025, menurut BI, perlu diinterpretasikan dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhinya, termasuk kebijakan pemerintah dan kondisi pasar yang lebih luas. Inflasi inti yang tetap stabil dan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang positif menunjukkan bahwa daya beli masyarakat masih terjaga dengan baik.

Kesimpulannya, meskipun BPS mencatat deflasi tahunan pada Februari 2025, Bank Indonesia berpendapat bahwa hal ini tidak dapat diartikan sebagai indikator pelemahan daya beli masyarakat. BI menggarisbawahi pentingnya melihat indikator ekonomi secara komprehensif, dengan inflasi inti dan pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebagai penanda yang lebih akurat untuk menilai daya beli. Pengaruh kebijakan pemerintah, seperti diskon tarif listrik, juga perlu dipertimbangkan dalam menganalisis angka deflasi. Oleh karena itu, BI menegaskan bahwa kondisi ekonomi Indonesia masih relatif stabil dan daya beli masyarakat tetap terjaga. Pernyataan ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih akurat dan mengurangi potensi misinterpretasi terhadap data ekonomi terkini. Ke depannya, analisis yang lebih komprehensif dan pemahaman yang lebih mendalam terhadap indikator ekonomi makro sangat penting untuk menghindari kesimpulan yang prematur dan tidak akurat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *