Jakarta, 15 Mei 2025 – Kasus keracunan massal yang terjadi di Sekolah Bosowa Bina Insani, Kota Bogor, Jawa Barat, menimbulkan gelombang keprihatinan dan memaksa Badan Gizi Nasional (BGN) untuk melakukan evaluasi menyeluruh serta memperketat pengawasan terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kejadian ini, yang telah ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh Dinas Kesehatan Kota Bogor, menjadi pukulan telak bagi program MBG yang tengah digencarkan pemerintah. Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Sekolah Bosowa Bina Insani, yang merupakan salah satu proyek percontohan BGN, menjadi sorotan utama pasca insiden ini.
Kepala BGN, Dadan Hindayana, dalam keterangan pers di Kantor Ombudsman, Jakarta Selatan, Rabu (14/5/2025), menyatakan bahwa peristiwa keracunan di Bogor menjadi alarm bahaya bagi rencana perluasan program MBG ke sekolah-sekolah lain. "Kejadian ini menjadi peringatan besar bagi kita," tegas Dadan. Ia pun mengumumkan serangkaian langkah strategis untuk mencegah terulangnya insiden serupa.
Langkah pertama yang diprioritaskan BGN adalah selektivitas yang lebih ketat dalam pemilihan bahan baku. "Kita akan lebih selektif dalam memilih bahan baku," ujar Dadan. Hal ini mencakup pengujian kualitas dan asal-usul bahan makanan untuk memastikan keamanan dan kebersihannya. Proses pengadaan bahan baku akan diawasi secara lebih ketat, termasuk mekanisme traceability untuk melacak asal dan proses pengolahan bahan makanan.
Selain itu, BGN berencana memangkas waktu proses pengolahan makanan, mulai dari persiapan hingga pengiriman ke sekolah. "Kita akan mempersingkat waktu processing, termasuk penyiapan dan pengiriman. Beberapa SPPG masih membutuhkan waktu lama untuk memasak, ini harus diperpendek," jelas Dadan. Perbaikan efisiensi ini bertujuan untuk meminimalisir risiko kontaminasi dan menjaga kesegaran makanan.
Pengetatan mekanisme pengiriman juga menjadi fokus utama. BGN akan memastikan makanan sampai di sekolah tepat waktu dan dikonsumsi segera setelah tiba. "Kejadian sebelumnya menunjukkan pengiriman tepat waktu, namun konsumsi terlambat karena kegiatan sekolah. Sekarang kita perketat waktu konsumsi," ungkap Dadan. Kebijakan membawa pulang makanan sisa juga akan dibatasi untuk mencegah konsumsi makanan yang telah melewati batas waktu aman.
Lebih lanjut, Dadan menyoroti perlunya penyegaran pengetahuan dan keterampilan para pengelola SPPG. Ia mengumumkan rencana pelatihan ulang setiap dua hingga tiga bulan sekali untuk meningkatkan kewaspadaan dan menjaga standar kualitas makanan. "Rutinitas yang lancar jangan sampai membuat mereka lengah. Pelatihan ulang ini penting untuk memastikan kualitas pelayanan dan keamanan makanan tetap terjaga," tegas Dadan.
BGN juga memastikan bahwa fluktuasi harga bahan baku tidak akan mempengaruhi kualitas makanan. Metode add-cont untuk pembelian bahan baku dan operasional akan diterapkan untuk menjamin konsistensi kualitas meskipun terjadi perubahan harga di pasaran. Hal ini menunjukkan komitmen BGN untuk tetap menyediakan makanan bergizi dan berkualitas tinggi bagi para siswa.
Sementara itu, operasional SPPG Sekolah Bosowa Bina Insani dihentikan sementara untuk dilakukan evaluasi mendalam dan inspeksi menyeluruh. Pemerintah juga akan menanggung biaya pengobatan para korban keracunan.
Dadan menjelaskan bahwa kasus keracunan di Bogor berbeda dengan kasus-kasus sebelumnya di Cianjur, Sukoharjo, Bandung, dan Tasikmalaya. Reaksi keracunan di Bogor terbilang lambat, di mana gejala baru muncul sehari setelah konsumsi makanan. Peningkatan jumlah keluhan baru terjadi pada hari Kamis dan Jumat setelah konsumsi makanan pada hari Selasa. Jumlah keluhan terus bertambah hingga akhirnya Dinas Kesehatan Kota Bogor menetapkan status KLB.
Hasil laboratorium menunjukkan adanya kontaminasi bakteri Salmonella dan E.coli pada air, telur, dan sayuran yang digunakan dalam proses pengolahan makanan. "Dari laporan, tidak ada hal yang mencurigakan terkait dengan konsumsi makanan tersebut. Para siswa mengkonsumsi makanan dengan lahap," jelas Dadan. Temuan ini menunjukkan pentingnya pengawasan yang lebih ketat pada setiap tahapan proses pengolahan makanan, mulai dari pemilihan bahan baku hingga proses penyajian.
Kasus keracunan massal di Bogor ini menjadi pelajaran berharga bagi BGN dan pemerintah dalam menjalankan program MBG. Langkah-langkah perbaikan yang diumumkan oleh BGN menunjukkan komitmen untuk meningkatkan keamanan dan kualitas program ini. Namun, keberhasilan upaya tersebut sangat bergantung pada implementasi yang konsisten dan pengawasan yang ketat di seluruh SPPG di Indonesia. Transparansi informasi kepada publik juga sangat penting untuk membangun kepercayaan dan memastikan akuntabilitas program MBG. Kejadian ini menjadi pengingat bahwa keselamatan dan kesehatan anak-anak harus menjadi prioritas utama dalam setiap program pemerintah.