Jakarta, 8 Mei 2025 – Gegeran melanda dunia usaha Indonesia menyusul instruksi mendadak dari Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) yang memerintahkan penundaan seluruh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak perusahaannya yang bukan perusahaan terbuka (non-Tbk). Arahan kontroversial ini tertuang dalam surat edaran bernomor S-027/DI-BP/V/2025 tertanggal 5 Mei 2025, yang ditandatangani langsung oleh CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani. Langkah ini memicu spekulasi dan pertanyaan luas mengenai transparansi dan tata kelola perusahaan pelat merah.
Surat edaran tersebut secara tegas menginstruksikan tiga poin utama: pertama, penundaan seluruh RUPS BUMN dan anak usahanya (kecuali perusahaan publik) hingga kajian dan evaluasi menyeluruh dari BPI Danantara dan Holding Operasional rampung. Kedua, kewajiban mendapatkan kajian menyeluruh dari BPI Danantara dan Holding Operasional untuk seluruh aksi korporasi signifikan, termasuk penggabungan, pengambilalihan, pemisahan, investasi, divestasi, dan kontrak jangka panjang. Ketiga, pembuatan laporan berkala dan rutin kepada BPI Danantara dan Holding Operasional sesuai kebutuhan korporasi.
Rosan Roeslani, dalam keterangannya usai pertemuan dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025), menjelaskan bahwa arahan ini bertujuan untuk memastikan pengelolaan BUMN berjalan efisien dan efektif. "Ini untuk memastikan Danantara sebagai pemegang saham dapat mengawasi operasional perusahaan secara baik, benar, dan efisien," ujarnya. Ia menekankan pentingnya penciptaan nilai (value creation) yang menjadi target utama Danantara.
Namun, penjelasan tersebut dinilai kurang memuaskan oleh sejumlah kalangan. Penundaan RUPS secara tiba-tiba menimbulkan kekhawatiran akan potensi stagnasi pengambilan keputusan strategis di tubuh BUMN. Lebih lanjut, Rosan juga menyinggung peninjauan kembali susunan direksi dan komisaris BUMN. Ia menegaskan bahwa proses seleksi akan didasarkan pada prinsip meritokrasi, menyingkirkan intervensi politik. "Kita memastikan pemilihan berdasarkan best talent, meritokrasi. Yang terbaik di bidangnya, menjalankan usaha dengan cinta tanah air," tegasnya. Pernyataan ini secara implisit menyiratkan adanya potensi penyimpangan dari prinsip meritokrasi dalam struktur kepemimpinan BUMN sebelumnya.
Pernyataan Rosan tentang "cinta tanah air" sebagai tolok ukur dalam menjalankan usaha, sementara itu, menarik perhatian. Ungkapan ini diinterpretasikan oleh beberapa pihak sebagai sindiran halus terhadap praktik korupsi yang mungkin terjadi di beberapa BUMN. Namun, kekurangan transparansi mengenai alasan spesifik di balik penundaan RUPS dan peninjauan kembali struktur kepemimpinan BUMN menimbulkan keraguan. Publik menuntut penjelasan lebih rinci dan transparan mengenai temuan-temuan yang melatarbelakangi keputusan mendadak ini.
Keputusan Danantara ini menimbulkan beberapa pertanyaan krusial. Pertama, apakah terdapat indikasi maladministrasi atau penyimpangan yang signifikan di beberapa BUMN yang mengharuskan intervensi mendadak ini? Kedua, seberapa efektif dan efisienkah mekanisme pengawasan yang diterapkan Danantara sehingga membutuhkan langkah drastis seperti penundaan RUPS secara serentak? Ketiga, apakah proses peninjauan susunan direksi dan komisaris akan dilakukan secara transparan dan melibatkan pihak-pihak terkait, termasuk lembaga pengawas dan masyarakat sipil?
Keempat, bagaimana Danantara akan memastikan agar penundaan RUPS ini tidak mengganggu operasional dan kinerja BUMN, terutama dalam menghadapi tantangan ekonomi global yang semakin kompleks? Kelima, apakah terdapat mekanisme pengaduan dan tanggung jawab yang jelas jika ditemukan adanya pelanggaran atau penyimpangan dalam proses peninjauan dan evaluasi yang dilakukan Danantara?
Kejelasan dan transparansi dalam proses ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap tata kelola BUMN. Langkah Danantara, meskipun bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas, harus diimbangi dengan komunikasi yang efektif dan akuntabilitas yang tinggi. Jika tidak, langkah ini justru berpotensi menimbulkan ketidakpastian dan mengganggu iklim investasi di Indonesia.
Para pengamat ekonomi menilai situasi ini sebagai ujian bagi kredibilitas Danantara dan pemerintah dalam menjalankan tugasnya mengawasi BUMN. Kepercayaan investor dan publik terhadap kinerja BUMN sangat bergantung pada transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaannya. Oleh karena itu, penting bagi Danantara untuk segera memberikan penjelasan yang komprehensif dan meyakinkan kepada publik mengenai alasan di balik keputusan ini, serta langkah-langkah konkret yang akan diambil untuk memastikan pengelolaan BUMN yang lebih baik dan transparan di masa mendatang. Kegagalan dalam hal ini berpotensi menimbulkan dampak negatif yang lebih luas terhadap perekonomian nasional.
Ke depan, perlu dikaji ulang mekanisme pengawasan dan pengendalian BUMN agar kejadian serupa dapat dicegah. Sistem yang lebih transparan dan akuntabel, serta mekanisme pengaduan yang efektif, sangat penting untuk memastikan pengelolaan BUMN yang bersih, efisien, dan berorientasi pada kepentingan nasional. Peristiwa ini menjadi pengingat penting betapa krusialnya peran good governance dan transparansi dalam menjaga kepercayaan publik dan menciptakan iklim usaha yang kondusif. Publik menantikan langkah nyata Danantara dalam mewujudkan komitmennya terhadap meritokrasi dan tata kelola BUMN yang bersih.