Jakarta, 24 Mei 2025 – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan kabar positif terkait kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Setelah mencatatkan defisit selama tiga bulan pertama tahun 2025, APBN berhasil berbalik surplus pada bulan April. Kondisi ini menunjukkan resiliensi ekonomi Indonesia di tengah gejolak ekonomi global yang masih bergejolak.
Dalam keterangan resminya melalui unggahan Instagram @smindrawati, Sri Mulyani memaparkan secara detail capaian APBN hingga akhir April 2025. Pendapatan negara mencapai angka Rp 810,5 triliun, atau 27% dari target tahunan. Sementara itu, belanja negara tercatat sebesar Rp 806,2 triliun, atau 22,3% dari pagu anggaran. Selisih antara pendapatan dan belanja tersebut menghasilkan surplus sebesar Rp 4,3 triliun, yang setara dengan 0,02% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Perubahan drastis dari defisit menjadi surplus ini, menurut Sri Mulyani, didorong oleh akselerasi penerimaan pajak. Akselerasi tersebut terjadi pasca-penyesuaian beberapa restitusi pajak dan penyesuaian Tarif Efektif Rata-rata (TER) atas Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) untuk pegawai. Penyesuaian ini tampaknya telah berhasil meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengumpulan pajak, sehingga berkontribusi signifikan terhadap peningkatan pendapatan negara.
Meskipun APBN menunjukkan tren positif, Sri Mulyani mengingatkan bahwa kondisi ekonomi global masih jauh dari kata stabil. Tensi perdagangan internasional, meskipun mulai mereda, masih menyimpan potensi ketidakpastian. Negosiasi antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, dua kekuatan ekonomi terbesar dunia, belum mencapai kesepakatan final. Kedua negara sepakat menunda pengenaan tarif resiprokal selama 90 hari dan menurunkan tingkat tarif yang telah diterapkan sebelumnya.
"Dunia masih akan melihat dampak dari kebijakan ini," tegas Sri Mulyani. Ia menekankan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) pemotongan pajak di AS berpotensi memperlebar defisit APBN negara tersebut. Hal ini berisiko memicu perubahan kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed), yang pada gilirannya akan berdampak signifikan terhadap pasar keuangan global, termasuk Indonesia.
Namun, di tengah ketidakpastian global tersebut, ekonomi Indonesia menunjukkan ketahanan yang cukup baik. Pertumbuhan ekonomi kuartal pertama tahun 2025 (Q1 2025) mencapai 4,87% year-on-year (yoy), angka yang relatif terjaga dibandingkan dengan beberapa negara lain di kawasan Asia dan dunia. Negara-negara seperti Malaysia, Singapura, AS, Thailand, dan Jepang mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan Indonesia.
Konsumsi rumah tangga, sebagai penggerak utama ekonomi Indonesia, juga tumbuh positif sebesar 4,89% yoy. Pertumbuhan ini didukung oleh kinerja positif di berbagai sektor ekonomi. Sektor pertanian mencatatkan pertumbuhan yang sangat signifikan, mencapai 10,52% yoy. Sektor transportasi dan perdagangan juga menunjukkan kinerja yang baik, masing-masing tumbuh sebesar 9,01% yoy dan 5,03% yoy. Sektor manufaktur juga berkontribusi positif dengan pertumbuhan sebesar 4,55% yoy.
Inflasi Indonesia juga terkendali pada angka 1,95% yoy, menunjukkan stabilitas harga yang relatif baik. Optimisme masyarakat juga tetap terjaga, tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang berada di level 121,7. Angka IKK yang berada di atas 100 menunjukkan sentimen positif dari masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini dan masa depan.
Sri Mulyani menegaskan bahwa APBN akan terus dikelola secara hati-hati namun tetap ekspansif. Pemerintah akan memanfaatkan APBN sebagai "TOP AGENT" untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan memperkuat fondasi ekonomi nasional. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di tengah tantangan ekonomi global yang dinamis. Keberhasilan APBN berbalik surplus setelah tiga bulan defisit menjadi sinyal positif bagi perekonomian Indonesia, namun kewaspadaan tetap diperlukan mengingat ketidakpastian global yang masih membayangi. Pemerintah akan terus memantau perkembangan ekonomi global dan melakukan penyesuaian kebijakan fiskal yang diperlukan untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Keberhasilan ini juga menjadi bukti efektifitas strategi pemerintah dalam mengelola keuangan negara dan merespon dinamika ekonomi global. Ke depan, pemerintah akan terus berupaya meningkatkan penerimaan negara dan mengoptimalkan belanja negara untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.