Jakarta, 14 Maret 2025 – Ketegangan memuncak di sektor logistik nasional menyusul ancaman mogok nasional yang dilontarkan Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) sebagai respon atas Surat Keputusan Bersama (SKB) larangan operasional angkutan barang selama periode Lebaran 2025. SKB yang berlaku mulai 24 Maret hingga 8 April 2025 ini dinilai Aptrindo sebagai kebijakan kontraproduktif yang berpotensi melumpuhkan perekonomian nasional. Menanggapi ancaman tersebut, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi (nama diubah untuk menghindari ambiguitas dengan Menhub yang sebenarnya) tetap teguh pada keputusannya, menegaskan SKB tersebut telah melalui proses koordinasi yang matang.
Pernyataan Menhub yang disampaikan usai rapat koordinasi di Kantor Kemenhub, Jakarta, Jumat (14/3/2025), menyatakan bahwa SKB merupakan hasil kesepakatan bersama Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, dan Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). "Jadi itulah yang saat ini yang sudah dikeluarkan dan itu yang akan dilaksanakan," tegas Menhub, menunjukkan sikap tegas pemerintah dalam menghadapi tekanan dari Aptrindo. Menhub juga menolak wacana revisi SKB, menyatakan belum ada alasan yang cukup kuat untuk melakukan perubahan. "Kita belum melihat perlu dilakukannya revisi atas pembelakuan SKB tersebut," tandasnya.
Keputusan pemerintah ini, bagaimanapun, menuai kecaman keras dari Aptrindo. SKB yang membatasi operasional angkutan barang selama dua minggu dinilai terlalu lama dan berdampak signifikan terhadap kelancaran distribusi barang dan logistik, khususnya di pelabuhan. Meskipun layanan bongkar muat di pelabuhan tetap beroperasi, penghentian operasional truk akan menyebabkan penumpukan barang dan peti kemas yang masif. Kondisi ini berpotensi memicu lonjakan biaya logistik akibat ketidakseimbangan antara volume barang yang terus masuk dan kapasitas angkut yang terbatas. Ancaman ini bukan sekadar wacana, mengingat Aptrindo telah secara resmi menyatakan akan melakukan aksi mogok nasional mulai 20 Maret hingga 8 April 2025.
Ketua Umum Aptrindo, Gemilang Tarigan, dalam keterangan tertulisnya Jumat (14/3/2025), mengungkapkan kekecewaannya terhadap kebijakan pemerintah. Ia menilai pembatasan operasional truk selama periode tersebut sangat merugikan pengusaha dan berdampak negatif terhadap perekonomian nasional. "Jika ekspor impor pun dibatasi, ini justru kontraproduktif dengan upaya pertumbuhan ekonomi," tegas Tarigan, menunjukkan keprihatinan atas potensi kerugian ekonomi yang signifikan akibat mogok nasional tersebut. Pernyataan ini menyoroti dampak luas dari SKB yang tidak hanya berdampak pada sektor logistik, tetapi juga pada sektor ekonomi makro, khususnya ekspor impor.
Ancaman mogok ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya krisis logistik yang berdampak pada berbagai sektor. Pasokan barang kebutuhan pokok, bahan baku industri, dan produk ekspor impor berpotensi terganggu, mengancam stabilitas harga dan kelancaran aktivitas ekonomi. Potensi kerugian ekonomi akibat penumpukan barang di pelabuhan, keterlambatan pengiriman, dan pembatalan kontrak perdagangan internasional sangat besar dan sulit diprediksi. Situasi ini juga berpotensi memicu inflasi dan ketidakpastian ekonomi yang lebih luas.
Lebih dari sekadar masalah logistik, perselisihan antara Aptrindo dan pemerintah ini juga menyoroti aspek komunikasi dan koordinasi antar stakeholder. Ketidakjelasan alasan di balik penerapan SKB yang begitu ketat selama dua minggu, tanpa adanya dialog yang memadai dengan para pelaku usaha, menimbulkan persepsi negatif dan memicu reaksi keras dari Aptrindo. Kurangnya transparansi dan keterlibatan aktif pengusaha truk dalam proses pengambilan keputusan menjadi faktor penting yang memicu konflik ini.
Peristiwa ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas kebijakan pemerintah dalam mengelola sektor transportasi dan logistik. Apakah pemerintah telah mempertimbangkan secara matang dampak dari SKB terhadap seluruh stakeholder, termasuk pengusaha truk dan masyarakat luas? Apakah ada alternatif kebijakan yang lebih bijaksana dan bersifat win-win solution yang dapat diterapkan tanpa harus mengorbankan kelancaran arus barang dan perekonomian nasional?
Pemerintah perlu segera mengambil langkah strategis untuk meredakan ketegangan dan mencari solusi yang komprehensif. Dialog terbuka dan transparan antara pemerintah, Aptrindo, dan stakeholder terkait sangat krusial untuk menemukan titik temu dan mencegah terjadinya mogok nasional yang berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan mekanisme kompensasi atau insentif bagi pengusaha truk yang terdampak oleh SKB tersebut.
Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang berdampak luas pada sektor ekonomi. Partisipasi aktif dan dialog yang konstruktif dengan para pelaku usaha sangat penting untuk menghindari konflik dan memastikan kebijakan yang dikeluarkan bersifat adil, efektif, dan tidak merugikan kepentingan nasional. Ke depan, peningkatan transparansi dan koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait sangat diperlukan untuk mencegah terulangnya kejadian serupa. Kegagalan dalam mengelola konflik ini tidak hanya berdampak pada sektor logistik, tetapi juga akan menggoyahkan kepercayaan investor dan menurunkan citra Indonesia di mata dunia. Oleh karena itu, penyelesaian yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan untuk mencegah dampak negatif yang lebih luas.