Ancaman Krisis Pangan: Serapan Gabah Bulog yang Minim Ancam Semangat Petani dan Ketahanan Pangan Nasional

Jakarta, 17 Maret 2025 – Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Sudaryono, mengungkapkan keprihatinan mendalam terkait rendahnya serapan gabah petani oleh Perum Bulog selama musim panen raya Februari, Maret, dan April. Rendahnya serapan ini, menurutnya, menyimpan ancaman serius terhadap stabilitas harga gabah, semangat bertani, dan bahkan ketahanan pangan nasional.

Dalam keterangan pers di Gedung Graha Mandiri, Jakarta Pusat, Wamentan Sudaryono secara gamblang memaparkan potensi dampak negatif dari kinerja Bulog yang kurang optimal. Ancaman pertama dan paling nyata adalah penurunan harga gabah di tingkat petani. Hal ini, lanjut Sudaryono, akan berdampak fatal terhadap motivasi petani untuk kembali menggarap lahannya pada musim tanam berikutnya.

"Bayangkan, jika harga gabah jatuh, petani kita akan kehilangan semangat untuk menanam. Jika semangat bertani menurun, bagaimana kita bisa menjamin ketersediaan pangan di masa mendatang?" tegas Sudaryono. Ia menekankan periode Februari, Maret, dan April sebagai masa kritis yang menentukan keberhasilan penyerapan gabah dan dampaknya terhadap sektor pertanian secara keseluruhan.

Saat ini, serapan gabah harian Bulog masih berada di angka 20.000 ton. Angka ini jauh dari target ideal yang dicanangkan Kementerian Pertanian (Kementan), yaitu 50.000 ton per hari. Wamentan menjelaskan pentingnya target tersebut dalam konteks musim panen raya (MT1) yang memuncak pada bulan-bulan tersebut.

"MT1 adalah puncak panen, di mana surplus gabah mencapai titik tertinggi. Jika surplus ini berhasil diserap Bulog, maka kita akan memiliki stok cadangan pangan yang cukup untuk menghadapi musim panen berikutnya yang relatif lebih rendah produksinya," jelas Sudaryono. Ia menegaskan bahwa ketersediaan stok beras nasional sangat bergantung pada keberhasilan Bulog dalam menyerap gabah petani secara optimal.

Ancaman Krisis Pangan: Serapan Gabah Bulog yang Minim Ancam Semangat Petani dan Ketahanan Pangan Nasional

Kementan sendiri menargetkan Bulog mampu menyerap 2 juta ton gabah petani selama musim panen raya ini. Target ini, meskipun lebih rendah dari target awal Bulog sebesar 3 juta ton, dinilai masih cukup untuk menjamin ketahanan pangan nasional.

"Target 3 juta ton memang ideal, namun 2 juta ton sudah cukup sempurna (perfect) untuk mengamankan kebutuhan beras dalam negeri sepanjang tahun ini," ungkap Sudaryono. Ia menambahkan bahwa pencapaian 2 juta ton sudah merupakan capaian yang luar biasa mengingat periode saat ini merupakan puncak panen di seluruh Indonesia. "Jika kita bisa mencapai 3 juta ton, itu akan menjadi capaian yang luar biasa (exceptional), tetapi 2 juta ton sudah cukup untuk mengamankan kita," tambahnya.

Pernyataan Wamentan ini menimbulkan sejumlah pertanyaan kritis terkait strategi dan kapasitas Bulog dalam menjalankan tugasnya sebagai penyangga harga dan stabilisator pasokan beras nasional. Rendahnya serapan gabah tidak hanya berdampak pada pendapatan petani, tetapi juga berpotensi memicu fluktuasi harga beras di pasaran, yang pada akhirnya dapat membebani konsumen.

Perlu ditekankan bahwa peran Bulog dalam menjaga stabilitas harga dan ketersediaan pangan merupakan hal yang krusial, terutama di negara agraris seperti Indonesia. Kegagalan Bulog dalam menyerap gabah petani secara optimal dapat berdampak domino, mulai dari penurunan pendapatan petani, penurunan semangat bertani, hingga ancaman krisis pangan di masa mendatang.

Situasi ini menuntut evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Bulog, termasuk analisis faktor-faktor yang menghambat serapan gabah. Apakah kendala tersebut terletak pada infrastruktur, sistem logistik, anggaran, atau bahkan kebijakan internal Bulog? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab secara transparan dan tuntas untuk mencegah terulangnya masalah serupa di masa mendatang.

Pemerintah juga perlu mempertimbangkan strategi alternatif untuk meningkatkan serapan gabah petani, misalnya dengan melibatkan pihak swasta atau koperasi pertanian dalam skema kerjasama yang terintegrasi dan terkontrol. Penting pula untuk memastikan transparansi harga pembelian gabah oleh Bulog, agar petani tidak dirugikan dan termotivasi untuk terus meningkatkan produktivitas pertanian.

Lebih jauh, perlu adanya sinergi yang lebih kuat antara Kementan dan Bulog dalam memantau dan mengendalikan harga gabah di tingkat petani. Sistem peringatan dini dan mekanisme intervensi pasar yang efektif perlu diimplementasikan untuk mencegah terjadinya gejolak harga yang merugikan petani dan konsumen.

Kesimpulannya, rendahnya serapan gabah oleh Bulog merupakan masalah serius yang tidak dapat diabaikan. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret dan terukur untuk mengatasi masalah ini, sebelum dampak negatifnya meluas dan mengancam ketahanan pangan nasional. Keberhasilan dalam menyerap gabah petani tidak hanya soal angka, tetapi juga soal keberlanjutan sektor pertanian dan kesejahteraan petani Indonesia. Kegagalan dalam hal ini akan berdampak buruk bagi perekonomian nasional dan stabilitas sosial politik. Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen dan kerja keras dari semua pihak untuk mengatasi tantangan ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *