Jakarta, 7 Mei 2025 – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan tengah bersiap menghadapi potensi lonjakan impor barang asal Tiongkok sebagai dampak kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani, mengungkapkan kekhawatiran tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI hari ini. Ia memprediksi Tiongkok akan mencari pasar alternatif setelah aksesnya ke pasar AS terhambat oleh tarif impor yang signifikan.
"Kami prihatin dengan potensi peningkatan impor barang dari Tiongkok. Jika produk-produk mereka kesulitan masuk ke AS, besar kemungkinan mereka akan membidik pasar lain, termasuk Indonesia. Dalam waktu singkat, kita bisa melihat peningkatan signifikan arus barang Tiongkok ke Eropa, dan hal serupa berpotensi terjadi di Indonesia," ujar Askolani.
Antisipasi terhadap potensi "banjir" impor ini, menurut Askolani, tidak hanya menjadi tanggung jawab DJBC. Pemerintah secara keseluruhan tengah merumuskan berbagai strategi untuk mengendalikan arus barang impor dari Tiongkok dan melindungi industri dalam negeri. Salah satu instrumen yang akan dimaksimalkan adalah penerapan bea masuk anti-dumping (BMAD) dan bea masuk tindakan pengamanan perdagangan (BMTP). Kedua instrumen ini dirancang untuk mencegah masuknya barang impor yang dijual di bawah harga pasar (dumping) atau yang mengancam industri dalam negeri.
"DJBC berperan sebagai eksekutor. Namun, kebijakan dan regulasi terkait berada di bawah kendali kementerian lain, seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Oleh karena itu, review terhadap regulasi yang ada menjadi sangat krusial untuk memastikan keselarasan dengan strategi antisipasi pemerintah terhadap dampak perang tarif ini," jelas Askolani.
Lebih lanjut, Askolani menjelaskan bahwa pemerintah juga tengah menelaah kemungkinan deregulasi di sektor-sektor tertentu. Proses review ini masih berlangsung, namun ia menegaskan bahwa DJBC siap menjalankan segala kebijakan yang ditetapkan pemerintah untuk menghadapi potensi lonjakan impor dari Tiongkok.
"Apapun kebijakan yang diputuskan pemerintah untuk mengantisipasi dampak kebijakan tarif AS, DJBC akan siap melaksanakannya secara optimal," tegas Askolani.
Ancaman terhadap Industri Dalam Negeri:
Potensi banjir impor barang Tiongkok menimbulkan kekhawatiran serius bagi industri dalam negeri. Produk-produk Tiongkok yang dikenal memiliki harga kompetitif berpotensi membanjiri pasar Indonesia, sehingga menekan daya saing produk lokal. Hal ini dapat berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja, dan kesejahteraan masyarakat. Industri-industri yang rentan terdampak meliputi sektor manufaktur, tekstil, alas kaki, dan elektronik.
Oleh karena itu, strategi pemerintah untuk mengantisipasi lonjakan impor tidak hanya berfokus pada penerapan bea masuk anti-dumping dan tindakan pengamanan perdagangan, tetapi juga mencakup upaya untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai kebijakan, seperti peningkatan kualitas produk, inovasi teknologi, dan pengembangan sumber daya manusia.
Peran Kementerian Terkait:
Selain DJBC, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian memiliki peran krusial dalam menghadapi potensi lonjakan impor dari Tiongkok. Kementerian Perdagangan bertanggung jawab untuk mengatur perdagangan internasional, termasuk penetapan kebijakan impor dan ekspor. Sementara itu, Kementerian Perindustrian bertugas untuk mengembangkan dan melindungi industri dalam negeri.
Koordinasi yang efektif antar kementerian menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini. Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan konsisten dan terintegrasi, sehingga dapat memberikan perlindungan yang optimal bagi industri dalam negeri tanpa menghambat arus perdagangan yang sehat.
Perlunya Transparansi dan Akuntabilitas:
Dalam menghadapi potensi lonjakan impor dari Tiongkok, transparansi dan akuntabilitas menjadi sangat penting. Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan adil dan tidak diskriminatif. Proses pengambilan keputusan harus transparan dan melibatkan pemangku kepentingan terkait, termasuk pelaku usaha dan masyarakat.
Selain itu, mekanisme pengawasan dan evaluasi yang efektif perlu diimplementasikan untuk memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan efektif dan mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa kebijakan pemerintah benar-benar melindungi kepentingan nasional.
Kesimpulan:
Potensi lonjakan impor barang dari Tiongkok sebagai dampak kebijakan tarif AS merupakan tantangan serius bagi Indonesia. Pemerintah telah menunjukkan kesiapannya untuk menghadapi tantangan ini dengan menyiapkan berbagai strategi, termasuk penerapan bea masuk anti-dumping dan BMTP, serta review terhadap regulasi yang ada. Namun, keberhasilan strategi ini bergantung pada koordinasi yang efektif antar kementerian, transparansi dalam pengambilan keputusan, dan komitmen untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri. Pemantauan yang ketat terhadap perkembangan situasi dan evaluasi berkala terhadap efektivitas kebijakan yang diterapkan juga sangat diperlukan untuk memastikan perlindungan optimal bagi perekonomian nasional.