Jakarta, 30 Mei 2025 – Indonesia bersiap memasuki pasar ekspor beras regional dengan mengirimkan 24 ribu ton beras ke Malaysia dalam kesepakatan bisnis antar perusahaan (B2B). Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, yang menyebut Negeri Jiran telah mengajukan permintaan 2.000 ton beras per bulan, setara dengan 24.000 ton per tahun. Meskipun perjanjian B2B telah ditandatangani, Mentan Amran masih enggan merinci jadwal pasti pelaksanaan ekspor tersebut.
"Kami telah menerima laporan penandatanganan perjanjian B2B yang meminta 2.000 ton, atau 24.000 ton per tahun, beras dari Indonesia. Mereka telah menandatangani perjanjian, namun kita akan melihat perkembangannya ke depan," ujar Amran saat ditemui di kediaman pribadinya di Jakarta.
Pernyataan Mentan Amran ini memicu sejumlah pertanyaan krusial terkait strategi ekspor beras Indonesia. Langkah ini, di satu sisi, dapat dipandang sebagai upaya memperkuat diplomasi ekonomi dan memenuhi kebutuhan pangan negara tetangga. Di sisi lain, keputusan ini juga berpotensi menimbulkan kekhawatiran terkait ketersediaan beras dalam negeri, terlebih di tengah fluktuasi harga dan kebutuhan pangan nasional yang terus meningkat.
Provinsi Kalimantan Barat menjadi kandidat utama sebagai asal beras ekspor. Namun, Mentan Amran membuka peluang bagi daerah lain yang berdekatan dengan Malaysia untuk turut berpartisipasi. "Kita berencana mengirimkan beras dari daerah terdekat, rencana awal adalah Kalimantan Barat," tambahnya.
Fleksibelitas dalam pemilihan jenis beras menjadi poin penting lain. Beras yang akan diekspor dapat berasal dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) maupun dari stok pengusaha swasta, dengan kualitas yang disesuaikan dengan permintaan Malaysia. Hal ini menunjukkan upaya pemerintah untuk mengakomodasi berbagai kepentingan, baik kepentingan negara maupun sektor swasta.
Namun, Mentan Amran menegaskan komitmen pemerintah untuk memprioritaskan pemenuhan kebutuhan beras dalam negeri. Pernyataan ini disampaikan di tengah data yang menunjukkan cadangan beras nasional mencapai angka 4 juta ton, jumlah tertinggi dalam 57 tahun terakhir. Dari jumlah tersebut, 2,4 juta ton merupakan hasil produksi dalam negeri selama lima bulan terakhir.
"Asal berasnya terserah, bisa dari masyarakat, bisa yang premium, medium, terserah mereka. Juga kelapa, jagung. Jagung ini kita ekspor pertengahan Juni, insyaallah," jelas Amran.
Keputusan ekspor beras ini juga mendapat arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Mentan Amran menyampaikan pesan Presiden yang menekankan pentingnya membantu negara sahabat yang membutuhkan sambil tetap memastikan ketahanan pangan dalam negeri.
"Arahan Bapak Presiden, kalau negara sahabat, negara tetangga apalagi butuh, kita siapkan. Tetapi kita harus perkuat dalam negeri juga," pungkas Amran.
Analisis dan Implikasi Kebijakan:
Keputusan ekspor beras ke Malaysia ini memiliki implikasi yang kompleks dan perlu dikaji lebih mendalam. Meskipun cadangan beras nasional terbilang tinggi, pertanyaan mengenai keberlanjutan pasokan dan potensi kenaikan harga di pasar domestik tetap relevan. Transparansi mengenai mekanisme penentuan harga ekspor, jenis beras yang diekspor, dan dampaknya terhadap harga beras di pasar domestik menjadi hal yang krusial.
Pemerintah perlu memastikan bahwa ekspor beras ini tidak mengganggu stabilitas harga dan ketersediaan beras di dalam negeri. Mekanisme pengawasan yang ketat dan sistem monitoring yang efektif diperlukan untuk mencegah potensi penyalahgunaan dan memastikan bahwa ekspor dilakukan secara bertanggung jawab.
Selain itu, kebijakan ini juga perlu dikaji dalam konteks persaingan global dan dinamika pasar beras internasional. Indonesia perlu memastikan bahwa harga ekspornya kompetitif dan mampu bersaing dengan negara-negara penghasil beras lainnya.
Keberhasilan ekspor beras ini juga bergantung pada kualitas beras yang diekspor. Indonesia perlu memastikan bahwa beras yang dikirim ke Malaysia memenuhi standar kualitas yang tinggi dan sesuai dengan preferensi konsumen Malaysia. Hal ini memerlukan peningkatan kualitas produksi beras dalam negeri dan penerapan standar mutu yang ketat.
Lebih jauh, langkah ini dapat dilihat sebagai bagian dari strategi diplomasi ekonomi Indonesia di kawasan Asia Tenggara. Dengan memenuhi kebutuhan beras Malaysia, Indonesia dapat memperkuat hubungan bilateral dan membuka peluang kerja sama ekonomi lainnya. Namun, strategi ini perlu diimbangi dengan langkah-langkah yang memastikan ketahanan pangan nasional tetap terjaga.
Kesimpulannya, ekspor 24 ribu ton beras ke Malaysia merupakan langkah strategis yang perlu dikaji secara komprehensif. Transparansi, pengawasan yang ketat, dan perencanaan yang matang menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini tanpa mengorbankan kepentingan nasional dalam hal ketahanan pangan. Pemerintah perlu terus memantau dampak kebijakan ini terhadap pasar domestik dan memastikan bahwa langkah ini memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi Indonesia.