Jakarta, 29 Mei 2025 – Praktik penggelapan pajak skala besar di sektor pertambangan Sulawesi Tenggara (Sultra) terungkap ke permukaan. Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Wamendes), Ahmad Riza Patria, mengungkapkan fakta mengejutkan terkait maraknya perusahaan tambang di provinsi tersebut yang lalai memenuhi kewajiban perpajakannya. Pengakuan ini disampaikan Wamendes Riza saat memberikan sambutan dalam acara Refleksi 1 Tahun Asosiasi Pertambangan Warga Nusantara (APWU) di Jakarta, Kamis (29/5/2025).
Berdasarkan laporan langsung dari Gubernur Sultra, yang disampaikan saat kunjungan kerja Wamendes beberapa waktu lalu, terungkap bahwa sejumlah besar perusahaan tambang nikel dan komoditas mineral lainnya di Sultra secara sistematis menghindari kewajiban membayar pajak. Skala pelanggaran ini tergolong masif dan sistemik, mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sultra.
"Pak Gubernur cerita di Sultra itu banyak tambang-tambang nikel dan lain-lain. Tidak sedikit perusahaan-perusahaan yang tidak membayar pajak. Bahkan mobil atau alat berat yang ada di lingkungan tambang tidak berpelat nomor," ungkap Wamendes Riza. Pernyataan ini menggarisbawahi tingkat kecanggihan praktik penggelapan pajak yang dilakukan oleh para pelaku usaha tambang nakal. Ketiadaan pelat nomor pada kendaraan operasional tambang, yang jumlahnya mencapai ratusan bahkan ribuan unit, merupakan indikator kuat adanya upaya sistematis untuk menghindari pengawasan dan pembayaran pajak kendaraan bermotor.
Lebih lanjut, Wamendes Riza menegaskan bahwa operasional tambang tanpa membayar pajak merupakan tindakan ilegal yang berdampak sangat merugikan daerah. Dana yang seharusnya masuk ke kas daerah sebagai PAD, justru hilang dan tidak dapat dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan layanan publik, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Sultra. Kehilangan PAD ini berpotensi mencapai angka miliaran rupiah, mengingat skala operasional pertambangan di Sultra yang cukup besar.
"Jadi beroperasi di lingkungan tambang yang jumlahnya ratusan, bahkan ribuan kendaraan, tapi tidak berplat nomor. Artinya tidak bayar pajak," tegas Wamendes Riza. Ia menekankan bahwa ketidakpatuhan para pengusaha tambang terhadap kewajiban perpajakan merupakan tindakan yang tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Sultra. Dana yang seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur dasar, meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta menunjang program-program pemberdayaan masyarakat, terkuras akibat praktik ilegal ini.
Wamendes Riza menyoroti dampak negatif dari praktik penggelapan pajak ini terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa di Sultra. Ia mempertanyakan bagaimana pembangunan desa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat dapat terwujud jika para pelaku usaha tambang sendiri tidak taat pada kewajiban perpajakannya.
"Nah ini bagaimana mungkin kesejahteraan desa, masyarakat setempat bisa meningkat. Wong kewajibannya saja tidak dipenuhi. Untuk kewajiban saja diakali, itu kewajiban, pajak tidak dibayar, masuk sebagai keuntungan," ujarnya dengan nada yang mengecam keras praktik tersebut. Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya kepatuhan perpajakan sebagai fondasi pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Pemerintah pusat, lanjut Wamendes Riza, akan memberikan dukungan penuh kepada pemerintah daerah Sultra untuk menindak tegas perusahaan-perusahaan tambang nakal yang terbukti melakukan penggelapan pajak. Tindakan tegas dan terukur perlu segera diambil untuk memberikan efek jera dan mencegah berulangnya praktik serupa di masa mendatang. Hal ini mencakup penyelidikan menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan yang diduga terlibat, pengejaran tunggakan pajak, serta penjatuhan sanksi administratif dan hukum yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain penegakan hukum, Wamendes Riza juga menekankan pentingnya sinergi antara pelaku industri pertambangan dan masyarakat sekitar. Ia berharap tercipta suatu ekosistem pertambangan yang berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi semua pihak, baik bagi perusahaan tambang, pemerintah daerah, maupun masyarakat lokal. Sinergi ini harus diwujudkan melalui pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, dimana keuntungan dari sektor pertambangan dapat dinikmati secara merata dan berkeadilan.
"Kalau seluruh tambang bisa membangun sinergi, seluruh pengusaha dan masyarakat desa. Insyaallah tidak ada lagi desa tertinggal dan desa sangat tertinggal," harap Wamendes Riza. Harapan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan di sektor pertambangan, dengan menekankan pentingnya kepatuhan perpajakan dan sinergi antara berbagai pihak yang terlibat.
Kejadian ini mengungkap tantangan besar dalam menciptakan tata kelola pertambangan yang baik dan transparan di Indonesia. Perlu upaya komprehensif dan terintegrasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah, aparat penegak hukum, dan juga partisipasi aktif masyarakat, untuk mencegah dan memberantas praktik penggelapan pajak di sektor pertambangan. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam memastikan pendapatan negara dari sektor pertambangan dapat dimaksimalkan untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Kasus ini juga mengingatkan pentingnya penguatan sistem pengawasan dan penegakan hukum di sektor pertambangan, sehingga tindakan penggelapan pajak dapat dicegah dan diberantas secara efektif.