115 Lahan Sekolah Rakyat Bermasalah, Hambat Program Pemerintah untuk Masyarakat Miskin

Jakarta, 21 Mei 2025 – Program ambisius pemerintah untuk membangun 200 Sekolah Rakyat bagi masyarakat kurang mampu terhambat kendala lahan. Dari total 367 usulan lahan yang diajukan, sebanyak 115 lahan dinyatakan belum “clean and clear” atau belum memiliki status kepemilikan yang jelas dan bebas dari sengketa. Hal ini terungkap dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Tingkat Menteri Sarana Prasarana dan Infrastruktur Jaringan Sekolah Rakyat yang dibuka oleh Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf pada Selasa (20/5/2025).

Mensos Saifullah Yusuf dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/5/2025), mengungkapkan keprihatinannya atas kendala tersebut. "Dari 367 usulan lahan, terdapat 115 lahan yang belum clean and clear. Sampai saat ini, baru 35 lahan yang dinyatakan layak untuk pembangunan," tegasnya. Pernyataan ini menggarisbawahi tantangan besar yang dihadapi pemerintah dalam merealisasikan program Sekolah Rakyat yang bertujuan untuk meningkatkan akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu di seluruh Indonesia.

Program Sekolah Rakyat sendiri direncanakan akan membangun 200 sekolah, meliputi tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Target pembangunan ini diharapkan dapat memberikan kesempatan pendidikan yang setara bagi anak-anak yang sebelumnya terhambat akses pendidikan karena keterbatasan ekonomi dan infrastruktur. Rakor yang dihadiri oleh berbagai kementerian dan lembaga (K/L) ini diharapkan dapat menjadi titik tolak untuk mengatasi permasalahan lahan dan memastikan kelancaran pembangunan sekolah-sekolah tersebut.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, turut memberikan penjelasan mengenai kendala lahan tersebut. Ia menyatakan bahwa Kementerian ATR/BPN tengah melakukan verifikasi intensif terhadap status kepemilikan tanah dan kesesuaiannya dengan tata ruang. "Langkah utama kami adalah memverifikasi status kepemilikan tanah. Ini krusial dalam konteks land tenure," jelas Menteri Nusron.

Verifikasi ini, menurut Menteri Nusron, sangat penting untuk memastikan bahwa lahan yang akan digunakan untuk pembangunan Sekolah Rakyat benar-benar bebas dari sengketa dan sesuai dengan peruntukannya. Proses ini bertujuan untuk mencegah terjadinya tumpang tindih penggunaan atau kepemilikan lahan di kemudian hari, baik antara pemerintah daerah maupun Kementerian Sosial. Kejelasan status kepemilikan lahan merupakan kunci keberhasilan program ini, sehingga pembangunan dapat berjalan lancar tanpa hambatan hukum dan administrasi.

115 Lahan Sekolah Rakyat Bermasalah, Hambat Program Pemerintah untuk Masyarakat Miskin

Lebih lanjut, Menteri Nusron mengungkapkan temuan penting terkait lahan yang belum disetujui oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU). "Dari 69 lahan yang belum disetujui Kementerian PU, sebagian besar ternyata merupakan lahan sawah yang masuk dalam kategori Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)," jelasnya. Temuan ini menunjukkan kompleksitas permasalahan lahan yang tidak hanya terbatas pada masalah kepemilikan, tetapi juga menyangkut aspek peruntukan lahan dan kebijakan pertanian berkelanjutan.

Pernyataan Menteri Nusron ini menyoroti perlunya koordinasi yang lebih intensif antar kementerian dan lembaga terkait. Permasalahan lahan yang melibatkan Kementerian PU, Kementerian ATR/BPN, dan Kementerian Sosial menuntut sinergi yang kuat untuk menemukan solusi yang tepat dan efisien. Koordinasi yang efektif akan membantu mempercepat proses verifikasi lahan, sehingga pembangunan Sekolah Rakyat dapat segera dimulai.

Kegagalan dalam mengatasi permasalahan lahan ini berpotensi menimbulkan dampak yang luas dan merugikan. Tertundanya pembangunan Sekolah Rakyat akan menunda akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu, memperparah kesenjangan pendidikan, dan menghambat upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, penyelesaian masalah lahan ini menjadi prioritas utama yang harus segera ditangani.

Rakor yang diselenggarakan ini diharapkan dapat menghasilkan langkah-langkah konkrit untuk mengatasi permasalahan lahan yang menghambat program Sekolah Rakyat. Mekanisme penyelesaian sengketa lahan, percepatan proses verifikasi, dan koordinasi antar K/L perlu ditingkatkan untuk memastikan bahwa pembangunan sekolah dapat berjalan sesuai rencana. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengadaan lahan juga perlu dijamin untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan memastikan penggunaan anggaran yang efektif dan efisien.

Keberhasilan program Sekolah Rakyat tidak hanya bergantung pada ketersediaan anggaran dan infrastruktur, tetapi juga pada ketersediaan lahan yang “clean and clear”. Permasalahan lahan yang belum terselesaikan ini menjadi pengingat penting bagi pemerintah untuk lebih proaktif dalam mengantisipasi dan mengatasi kendala-kendala administrasi dan hukum dalam pelaksanaan program pembangunan, khususnya yang menyangkut kepentingan publik seperti akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu. Ke depan, pemerintah perlu melakukan kajian yang lebih komprehensif dalam proses pengadaan lahan untuk program-program pembangunan serupa agar terhindar dari hambatan serupa. Komitmen dan kerja sama antar K/L menjadi kunci keberhasilan dalam mengatasi permasalahan ini dan memastikan terwujudnya akses pendidikan yang merata bagi seluruh anak bangsa. Keberhasilan program Sekolah Rakyat akan menjadi bukti nyata komitmen pemerintah dalam mewujudkan Indonesia yang lebih adil dan berdaya saing.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *