Menteri UMKM Usul Sanksi Administratif untuk Kasus Toko Mama, Tegaskan Perbedaan Perlakuan UMKM dan Usaha Besar

Jakarta, 16 Mei 2025 – Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Maman Abdurahman, mendesak agar perlakuan hukum terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dibedakan dari usaha menengah dan besar. Dalam konteks kasus hukum yang menimpa Toko Mama Khas Banjar, yang pemiliknya, Firly, dijerat Undang-Undang Perlindungan Konsumen karena tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa pada produknya, Menteri Maman secara tegas menyatakan bahwa sanksi administratif jauh lebih tepat daripada pidana.

Pernyataan tersebut disampaikan Maman dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (15/5/2025). Ia menekankan perbedaan kapasitas dan pemahaman hukum antara pelaku UMKM dengan usaha berskala besar. "Rata-rata pelaku UMKM jauh dari akses pendidikan formal dan pemahaman hukum yang memadai," ujar Maman. "Menjatuhkan pidana kepada pelaku UMKM yang beritikad baik, seperti Bu Firly, bertentangan dengan kebijakan hukum nasional yang seharusnya mengedepankan pembinaan dan pemulihan," tambahnya.

Menteri Maman berpendapat bahwa penerapan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam kasus ini kurang tepat dan justru Undang-Undang Pangan yang lebih relevan. Undang-Undang Pangan, menurutnya, lebih rinci dan spesifik mengatur aspek keamanan, mutu, label, dan gizi produk pangan. Dengan demikian, pelanggaran yang dilakukan Toko Mama Khas Banjar, yang dikategorikan sebagai pelanggaran pelabelan pangan berisiko rendah atau sedang, lebih sesuai ditangani melalui jalur administratif, bukan pidana.

"Sanksi administratif merupakan pendekatan yang lebih proporsional dan sejalan dengan semangat pembinaan UMKM," tegas Maman. Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan konteks dan latar belakang pelaku usaha dalam penegakan hukum. "Kita perlu melihat kasus ini secara holistik, tidak hanya dari sisi pelanggaran hukum semata, tetapi juga dari sisi dampaknya terhadap pelaku usaha dan perekonomian nasional," imbuhnya.

Menteri Maman mengakui bahwa pendekatan kepolisian dan kejaksaan dalam menangani kasus ini sudah tepat dari perspektif perlindungan konsumen. Namun, ia berpendapat bahwa penerapan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam konteks UMKM perlu dikaji ulang. "Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dengan fokusnya pada perlindungan konsumen, terkadang kurang mempertimbangkan konteks dan kapasitas pelaku UMKM," jelasnya. "Oleh karena itu, kita perlu mencari keseimbangan antara perlindungan konsumen dan pembinaan UMKM," tambahnya.

Menteri UMKM Usul Sanksi Administratif untuk Kasus Toko Mama, Tegaskan Perbedaan Perlakuan UMKM dan Usaha Besar

Lebih lanjut, Maman menegaskan bahwa pernyataannya bukan untuk membela atau menyalahkan pihak tertentu. Ia memahami bahwa setiap lembaga penegak hukum memiliki pendekatan dan pertimbangan masing-masing dalam menjalankan tugasnya. Namun, ia menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek keadilan substantif, khususnya bagi UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

"Bukan soal siapa yang benar atau salah, tetapi bagaimana kita bisa menciptakan sistem penegakan hukum yang adil dan proporsional bagi semua pihak, termasuk UMKM," kata Maman. "Dalam konteks ini, kami dari Kementerian UMKM meminta agar perkara ini dikaji ulang dan dipertimbangkan pembebasan bagi Bu Firly. Pelanggaran yang dilakukan bersifat administratif, bukan pidana yang memerlukan hukuman penjara. Pembebasan Bu Firly penting untuk menjaga iklim usaha yang kondusif dan mendukung pembangunan ekonomi nasional," lanjutnya.

Menteri Maman juga menyoroti pentingnya memberikan ruang bagi UMKM untuk berkembang dan berkontribusi pada perekonomian nasional. Ia menekankan bahwa sanksi pidana yang berat dapat berdampak buruk bagi keberlangsungan usaha UMKM, bahkan berpotensi menimbulkan efek domino yang merugikan perekonomian secara keseluruhan. "Kita harus ingat bahwa UMKM merupakan pilar utama perekonomian kita. Menjatuhkan sanksi pidana yang berat dapat mengancam keberlangsungan usaha mereka dan berdampak pada lapangan kerja serta perekonomian secara luas," ujarnya.

Oleh karena itu, Menteri Maman berharap agar Komisi III DPR RI dapat mempertimbangkan usulannya dan mendorong revisi regulasi yang relevan agar lebih mengakomodasi kondisi dan karakteristik UMKM. Ia juga berharap agar aparat penegak hukum dapat lebih bijak dan proporsional dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh UMKM, dengan mempertimbangkan aspek pembinaan dan pemulihan, bukan hanya hukuman semata.

"Kami berharap agar kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak, baik pelaku UMKM maupun aparat penegak hukum, untuk lebih memahami dan menerapkan regulasi yang ada secara bijak dan proporsional," tutup Maman. "Tujuannya bukan untuk menghukum, tetapi untuk membina dan melindungi UMKM agar dapat terus berkontribusi bagi kemajuan ekonomi Indonesia." Pernyataan Menteri Maman ini diharapkan dapat memicu diskusi dan evaluasi lebih lanjut mengenai penegakan hukum terhadap UMKM, khususnya dalam konteks perlindungan konsumen dan keamanan pangan. Perlu adanya keseimbangan antara perlindungan konsumen dan pembinaan UMKM agar tercipta iklim usaha yang sehat dan berkelanjutan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *