Jakarta, 14 Mei 2025 – Desas-desus mengenai penunjukan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Hadi Poernomo, sebagai penasihat khusus bidang penerimaan negara bagi Calon Presiden Prabowo Subianto, menggema di tengah hiruk pikuk politik nasional. Kabar ini mencuat setelah beredarnya tangkapan layar yang diduga merupakan salinan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 45/P Tahun 2025. Dokumen tersebut, jika memang autentik, secara resmi mengangkat Hadi Poernomo ke posisi strategis tersebut. Namun, hingga saat ini, belum ada konfirmasi resmi dari pihak terkait, memicu spekulasi dan pertanyaan publik.
Kegaduhan ini semakin dipertajam oleh sikap Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang cenderung enggan memberikan penjelasan gamblang. Saat dikonfirmasi awak media di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (14/5/2025), Airlangga hanya memberikan respons singkat, "Tunggu saja. Saya belum dengar," pernyataannya yang terkesan menghindar ini justru semakin meningkatkan rasa penasaran publik dan memicu beragam interpretasi.
Sikap ambigu Airlangga berlanjut ketika kembali dikonfirmasi. Ia hanya memberikan pernyataan yang samar, "Tapi yang pasti dia staf khususnya staf ahli di kantor Menko," Pernyataan ini menimbulkan kebingungan, karena tidak memberikan kejelasan apakah Hadi Poernomo memang ditunjuk sebagai penasihat Prabowo, atau hanya sebatas staf ahli di Kementerian Koordinator Perekonomian. Ketidakjelasan ini semakin memperkeruh situasi dan menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi proses pengangkatan tersebut.
Keberadaan dokumen Keppres yang beredar di media, meskipun belum diverifikasi kebenarannya, menjadi titik sentral dalam kontroversi ini. Dokumen tersebut, jika memang asli, akan menjadi bukti resmi penunjukan Hadi Poernomo. Namun, tanpa konfirmasi resmi dari pihak Istana Kepresidenan atau tim kampanye Prabowo Subianto, kebenaran dokumen tersebut masih dipertanyakan. Publik menuntut transparansi dan kejelasan dari pihak-pihak terkait untuk menghindari spekulasi yang dapat menimbulkan keresahan.
Figur Hadi Poernomo sendiri bukanlah nama asing di dunia perpajakan dan pemerintahan Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Dirjen Pajak selama periode 2001-2006, sebuah periode yang cukup signifikan dalam sejarah perpajakan Indonesia. Selama kepemimpinannya, Hadi Poernomo dikenal sebagai sosok yang cukup berpengaruh dan berperan penting dalam reformasi sistem perpajakan di Indonesia. Salah satu gebrakan signifikannya adalah pembentukan Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Wajib Pajak Besar (LTO) pada tahun 2002, langkah strategis yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengawasan perpajakan terhadap wajib pajak besar.
Setelah masa jabatannya sebagai Dirjen Pajak, Hadi Poernomo melanjutkan karirnya di pemerintahan dengan menjabat sebagai Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2009-2014. Pengalamannya yang luas di bidang keuangan dan pemerintahan ini menjadikan dirinya figur yang potensial untuk memberikan kontribusi dalam bidang penerimaan negara.
Namun, penunjukannya sebagai penasihat khusus Prabowo Subianto, jika memang benar terjadi, memicu sejumlah pertanyaan kritis. Pertama, apakah penunjukan ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan mengingat latar belakang Hadi Poernomo di bidang perpajakan? Kedua, apakah proses pengangkatannya telah mengikuti prosedur dan mekanisme yang berlaku? Ketiga, apakah penunjukan ini sejalan dengan prinsip-prinsip good governance dan transparansi pemerintahan?
Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab secara transparan dan akuntabel oleh pihak-pihak terkait. Ketidakjelasan informasi justru akan memicu spekulasi dan kecurigaan publik. Dalam konteks politik menjelang pemilihan presiden, isu ini memiliki potensi untuk menjadi sorotan dan mempengaruhi persepsi publik terhadap calon presiden yang bersangkutan.
Oleh karena itu, penting bagi pihak-pihak terkait, terutama tim kampanye Prabowo Subianto dan Istana Kepresidenan, untuk segera memberikan klarifikasi resmi mengenai kebenaran informasi ini. Kejelasan informasi akan membantu meredam spekulasi dan menjaga kepercayaan publik terhadap proses pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Keheningan yang berkepanjangan justru akan semakin memperkuat kecurigaan dan menimbulkan pertanyaan mengenai adanya upaya untuk menyembunyikan informasi penting dari publik.
Di tengah dinamika politik yang semakin memanas, transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci utama untuk menjaga stabilitas dan kepercayaan publik. Ketidakjelasan mengenai penunjukan Hadi Poernomo sebagai penasihat khusus Prabowo Subianto merupakan tantangan serius bagi upaya untuk membangun pemerintahan yang bersih dan berintegritas. Publik menantikan kejelasan dan berharap agar pihak-pihak terkait segera memberikan respons yang tegas dan transparan. Kepercayaan publik tidak boleh dipertaruhkan hanya karena kurangnya informasi dan komunikasi yang efektif. Kejelasan dan transparansi adalah harga mati dalam sebuah pemerintahan yang demokratis dan bertanggung jawab.