Jakarta, – Lima tahun terakhir menyaksikan lonjakan harga emas yang spektakuler di Indonesia. Dari angka Rp700 ribuan per gram di awal tahun 2020, harga logam mulia ini kini meroket mendekati Rp2 juta per gram, bahkan sempat menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa di angka Rp2.039.000 per gram pada 22 April 2025. Perjalanan dramatis komoditas ini mencerminkan gejolak ekonomi global dan perilaku investor yang dinamis.
Analisis perjalanan harga emas selama periode tersebut menunjukkan korelasi kuat dengan beberapa faktor kunci. Pandemi COVID-19, yang diumumkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Maret 2020, menjadi katalis utama. Ketidakpastian ekonomi global yang dipicu oleh penyebaran virus secara cepat mendorong investor untuk mencari aset aman (safe haven), dan emas menjadi pilihan utama.
Pada 6 Januari 2020, harga emas masih relatif stabil di kisaran Rp793.165 per gram. Namun, seiring dengan pengumuman kasus COVID-19 pertama di Indonesia pada 2 Maret 2020, harga emas langsung melesat. Pada bulan April 2020, harga emas mencapai rekor tertinggi saat itu, yaitu Rp972.000 per gram, mencerminkan kekhawatiran investor yang semakin meningkat terhadap dampak ekonomi pandemi. Setelah mencapai puncaknya, harga emas mengalami sedikit penurunan sebelum kembali naik dan mencapai angka Rp1.065.000 per gram pada 7 Agustus 2020.
Selama kurang lebih dua tahun berikutnya, dari Agustus 2020 hingga Oktober 2023, harga emas cenderung stagnan, bergerak di kisaran Rp900.000 hingga Rp1.000.000 per gram. Stabilisasi ini kemungkinan dipengaruhi oleh upaya pengendalian pandemi dan pemulihan ekonomi global yang mulai terlihat. Namun, ketenangan ini tidak berlangsung lama.
Mulai Oktober 2023, harga emas kembali menunjukkan tren kenaikan yang signifikan. Pada Maret 2024, harga mencapai Rp1.200.000 per gram, kemudian melonjak menjadi Rp1.300.000 per gram pada April 2024. Beberapa faktor berkontribusi terhadap kenaikan ini. Salah satunya adalah peningkatan pembelian emas dalam jumlah besar oleh beberapa negara, terutama China. Laporan menunjukkan peningkatan cadangan emas China sebesar 160.000 ons pada akhir Maret 2024 dibandingkan bulan sebelumnya, yang mengindikasikan kepercayaan negara tersebut terhadap emas sebagai aset lindung nilai.
Faktor lain yang turut mendorong kenaikan harga emas adalah fenomena fear of missing out (FOMO) di kalangan investor. Kenaikan harga yang terus berlanjut memicu pembelian panik, menciptakan siklus positif yang semakin mendorong harga emas naik.
Tren kenaikan berlanjut hingga Juli 2024, di mana harga emas menembus Rp1.400.000 per gram, dan kemudian mencapai Rp1.500.000 per gram pada Oktober 2024. Puncaknya terjadi pada 22 Januari 2025, ketika harga emas melampaui rekor sebelumnya dengan mencapai Rp1.600.000 per gram.
Kenaikan harga emas sepanjang tahun 2025 menunjukkan konsistensi yang mengkhawatirkan. Puncaknya tercapai pada bulan April 2025, dengan dua rekor yang dicatat: Rp1.904.000 per gram pada tanggal 12 April, dan rekor tertinggi sepanjang masa, Rp2.039.000 per gram pada tanggal 22 April.
Kebijakan proteksionisme yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump pada bulan April 2025, yang meliputi pengenaan tarif impor resiprokal terhadap sejumlah negara termasuk China, Meksiko, Kanada, Indonesia, dan lainnya, menjadi faktor signifikan dalam lonjakan harga emas. China, sebagai negara yang terkena tarif tertinggi (145%), mengalami dampak yang paling signifikan. Indonesia sendiri terkena tarif sebesar 32%.
Ketidakpastian ekonomi global yang dipicu oleh perang dagang ini mendorong investor untuk mencari perlindungan aset mereka. Emas, sebagai aset safe haven, menjadi pilihan yang paling menarik, sehingga permintaan meningkat drastis dan mendorong harga mencapai titik tertinggi di US$ 3.500 per troy ons pada perdagangan 22 April 2025.
Kesimpulannya, lonjakan harga emas dari Rp700 ribuan menjadi hampir Rp2 juta dalam lima tahun terakhir merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari pandemi COVID-19, peningkatan pembelian emas oleh negara-negara besar, perilaku investor yang didorong oleh FOMO, hingga kebijakan proteksionisme yang memicu ketidakpastian ekonomi global. Peristiwa ini menyoroti pentingnya emas sebagai aset lindung nilai di tengah gejolak ekonomi global dan ketidakpastian geopolitik. Pergerakan harga emas ke depan akan tetap bergantung pada dinamika ekonomi global dan kebijakan pemerintah berbagai negara.