Fenomena "Sell in May and Go Away": Mitos atau Realita di Pasar Saham Indonesia?

Jakarta, 13 Mei 2025 – Istilah "sell in May and go away" kembali menghantui pasar modal global, termasuk Indonesia, memasuki bulan Mei. Pepatah investasi yang berakar dari pasar saham Inggris dan Amerika Serikat ini menyarankan investor untuk menjual saham pada bulan Mei guna menghindari potensi penurunan harga. Namun, benarkah pepatah ini relevan dengan kondisi pasar saham Indonesia saat ini?

Ekonom sekaligus Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji, memberikan pandangan yang lebih bernuansa. Berdasarkan analisis historis selama 29 tahun terakhir, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada bulan Mei justru cenderung positif. "Memang benar, dalam empat tahun terakhir IHSG mengalami tren bearish pada bulan Mei," ujar Nafan kepada detikcom. "Namun, ‘sell in May’ hanyalah sebuah adagium, dan pergerakan pasar saham pada akhirnya ditentukan oleh sentimen pasar yang dinamis."

Nafan menekankan pentingnya melihat konteks sentimen pasar saat ini, baik di dalam maupun luar negeri. Secara global, sentimen investor relatif positif. Perang dagang yang dipicu oleh pemerintahan Donald Trump sebelumnya kini mereda, dan perundingan perdagangan internasional menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Hal ini turut menopang optimisme di pasar saham global.

"Dari dalam negeri, kondisi pasar juga relatif kondusif," lanjut Nafan. "IHSG menunjukkan tren kenaikan yang konsisten, berada di atas moving average 20 berdasarkan analisis teknikal. Pergerakan moving average yang cenderung naik mengindikasikan tren bullish (naik) IHSG."

Stabilitas nilai tukar Rupiah juga menjadi indikator positif. Rupiah telah meninggalkan level Rp 17.000 dan menunjukkan stabilitas yang relatif baik. Kondisi ini memberikan sentimen positif bagi pasar modal Indonesia.

Fenomena "Sell in May and Go Away": Mitos atau Realita di Pasar Saham Indonesia?

Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi pada kuartal pertama, Nafan tetap optimistis. "Secara historis, pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua biasanya lebih baik. Oleh karena itu, resesi teknikal masih dapat dihindari," jelasnya.

Nafan memberikan saran kepada investor untuk fokus pada fundamental perusahaan emiten. "Investor seyogianya mencermati kinerja fundamental emiten. Jika kinerja emiten progresif dan harga sahamnya sudah oversold berdasarkan analisis teknikal, investor yang berorientasi fundamental dapat mempertimbangkan untuk membeli saham-saham yang undervalued," tegasnya. Hal ini menekankan pentingnya analisis yang komprehensif, tidak hanya bergantung pada tren jangka pendek seperti "sell in May and go away".

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), melalui layanan konsumen dan pengaduan media sosialnya, memberikan empat poin penting yang perlu diperhatikan investor dalam menghadapi bulan Mei:

Pertama, investor disarankan untuk tidak terpengaruh oleh tren pasar dan keputusan investasi yang didasarkan pada perilaku investor lain ("herd behavior"). Keputusan investasi harus didasarkan pada analisis dan strategi investasi individual.

Kedua, penting bagi investor untuk memahami profil risiko masing-masing saham yang diinvestasikan. Pemahaman ini akan membantu investor dalam membuat keputusan investasi yang sesuai dengan toleransi risiko mereka.

Ketiga, investor harus memahami nilai pasar (market capitalization) dari saham yang mereka miliki. Pemahaman ini akan membantu investor dalam menilai potensi pertumbuhan dan risiko investasi.

Keempat, investor perlu memperhatikan pembagian dividen yang mungkin dilakukan beberapa emiten pada bulan Mei. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam strategi jual beli saham, karena pembagian dividen dapat mempengaruhi harga saham.

Kesimpulannya, fenomena "sell in May and go away" lebih tepat dilihat sebagai sebuah pepatah daripada sebuah aturan baku dalam investasi. Meskipun ada potensi penurunan harga saham pada bulan Mei, hal ini tidak selalu terjadi dan sangat bergantung pada kondisi fundamental dan sentimen pasar. Investor yang bijak akan melakukan analisis yang komprehensif, mempertimbangkan faktor fundamental dan teknikal, serta memahami profil risiko investasi mereka sebelum mengambil keputusan jual beli saham. Mengikuti tren pasar tanpa analisis yang mendalam dapat berisiko dan merugikan. Oleh karena itu, investor disarankan untuk tetap tenang, melakukan riset yang matang, dan berkonsultasi dengan profesional jika diperlukan. Jangan sampai mitos "sell in May and go away" justru menghambat potensi keuntungan investasi di pasar saham Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *