Konversi BBM ke Gas: Strategi Jangka Panjang Tekan Impor dan Tingkatkan Efisiensi Anggaran

Jakarta, 12 Mei 2025 – Praktisi minyak dan gas bumi (migas), Hadi Ismoyo, mendesak pemerintah untuk segera merumuskan dan menjalankan strategi konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi ke gas bumi sebagai langkah strategis menekan ketergantungan impor BBM dan memperkuat ketahanan energi nasional. Dorongan ini muncul seiring rencana pemerintah untuk menghentikan impor BBM dari Singapura, sebuah langkah yang dinilai penting untuk efisiensi anggaran dan diversifikasi sumber energi.

Ismoyo menekankan pentingnya konversi BBM ke gas sebagai solusi jangka menengah dan panjang. "Dalam jangka pendek, impor BBM mungkin masih diperlukan," ujarnya kepada detikcom, Minggu (11/5/2025). "Namun, pemerintah harus segera mencanangkan program konversi besar-besaran. Indonesia memiliki cadangan gas yang melimpah, dan ini adalah aset yang harus dimanfaatkan secara optimal untuk mengurangi beban impor dan subsidi energi."

Menurutnya, pembangunan infrastruktur gas yang memadai menjadi kunci keberhasilan strategi ini. Investasi di sektor infrastruktur akan berdampak signifikan terhadap pengurangan impor BBM dan efisiensi anggaran negara. Saat ini, subsidi energi mencapai angka fantastis, hampir Rp 300 triliun per tahun. Jumlah tersebut, menurut Ismoyo, merupakan angka yang sangat besar dan dapat dialokasikan ke sektor-sektor lain yang lebih produktif untuk pembangunan nasional.

"Efisiensi anggaran dari pengurangan subsidi BBM dapat dialihkan ke sektor kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur lainnya," kata Ismoyo. "Hal ini akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang lebih sehat dan berkelanjutan."

Langkah Ismoyo ini sejalan dengan pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, yang sebelumnya mengumumkan rencana penghentian bertahap impor BBM dari Singapura. Keputusan ini diambil setelah dilakukan evaluasi terhadap harga beli BBM dari Singapura yang ternyata setara dengan harga beli dari Timur Tengah.

Konversi BBM ke Gas: Strategi Jangka Panjang Tekan Impor dan Tingkatkan Efisiensi Anggaran

"Impor BBM kita 54-59% berasal dari Singapura," ungkap Bahlil dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Jumat (9/5/2025). "Setelah kami evaluasi, harganya sama dengan dari Timur Tengah. Oleh karena itu, kami akan mulai mengambil minyak dari negara lain."

Bahlil menjelaskan bahwa penghentian impor BBM dari Singapura akan dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu enam bulan ke depan. Targetnya, impor dari Singapura akan berkurang hingga 50-60% dalam tahap awal, dan pada akhirnya mencapai angka nol.

"Penghentian impor ini akan dilakukan bertahap," tegas Bahlil. "Kami sedang membangun infrastruktur pendukung, khususnya dermaga-dermaga yang mampu menampung kapal-kapal besar pengangkut BBM dari Timur Tengah dan Amerika Serikat. Kapal-kapal dari Singapura berukuran lebih kecil, sehingga pembangunan dermaga yang lebih besar menjadi salah satu alasan pertimbangan."

Selain faktor ekonomi, Bahlil juga menyinggung faktor geopolitik sebagai pertimbangan dalam rencana ini. Pemerintah AS saat ini menerapkan tarif resiprokal sebesar 32% terhadap produk Indonesia. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah Indonesia sedang melakukan negosiasi dengan pemerintah AS, menawarkan pembelian LPG, minyak, dan BBM dari Amerika Serikat sebagai upaya untuk menyeimbangkan hubungan perdagangan dan mengurangi dampak tarif tersebut.

"Ada pertimbangan geopolitik dan geoekonomi," tambah Bahlil. "Kita perlu membuat keseimbangan dalam hubungan perdagangan internasional."

Rencana konversi BBM ke gas dan penghentian impor BBM dari Singapura ini merupakan langkah strategis pemerintah dalam upaya mencapai kemandirian energi dan efisiensi anggaran. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada beberapa faktor kunci, termasuk percepatan pembangunan infrastruktur gas, negosiasi yang berhasil dengan negara pemasok BBM alternatif, serta dukungan penuh dari seluruh pemangku kepentingan. Tantangannya jelas, namun potensi manfaatnya bagi perekonomian dan ketahanan energi Indonesia sangat besar. Keberhasilan program ini akan menentukan keberlanjutan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia di masa depan. Pemerintah perlu memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan program ini agar manfaatnya dapat dirasakan secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat. Monitoring dan evaluasi yang ketat juga diperlukan untuk memastikan program ini berjalan sesuai rencana dan mencapai target yang telah ditetapkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *