Jakarta, 11 Mei 2025 – Rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang diumumkan Panasonic Holdings, raksasa elektronik asal Jepang, telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pekerja di Indonesia. Meskipun perusahaan belum secara resmi mengumumkan PHK di Indonesia, potensi PHK terhadap ribuan karyawan di tanah air menjadi isu yang tak bisa diabaikan, mengingat rencana PHK global yang mencapai 10.000 pekerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengungkapkan keprihatinannya terkait rencana PHK tersebut. Ia menjelaskan bahwa Panasonic memiliki ribuan karyawan di Indonesia yang tersebar di berbagai lokasi. "Terdapat sekitar 7.000 pekerja Panasonic di Indonesia," ungkap Iqbal kepada detikcom, Minggu (11/5/2025). Pekerja tersebut tersebar di beberapa perusahaan anak usaha Panasonic di Bekasi (dua perusahaan), DKI Jakarta (dua perusahaan), Bogor (satu perusahaan), Pasuruan (satu perusahaan), dan Batam (satu perusahaan).
Daftar perusahaan anak usaha Panasonic di Indonesia yang berpotensi terdampak cukup panjang. Beberapa di antaranya adalah PT Panasonic Gobel Indonesia (PGI), PT Panasonic Manufacturing Indonesia (PMI), PT Panasonic Gobel Energy Indonesia (PECGI), PT PHC Indonesia, PT Panasonic Gobel Life Solutions Manufacturing Indonesia (PGLSMID), PT Panasonic Gobel Life Solutions Sales Indonesia (PGLSSID), PT Panasonic Eco Solution KDK Indonesia (PES-KDKID), dan PT Panasonic Industrial Devices Batam (PiD-BT). Jumlah pasti karyawan di masing-masing perusahaan belum diungkapkan secara resmi oleh pihak Panasonic maupun serikat pekerja.
Meskipun belum ada konfirmasi resmi mengenai PHK di Indonesia, ketidakpastian yang muncul telah menimbulkan kecemasan di kalangan pekerja. Iqbal menegaskan, "Belum ada pengumuman di Indonesia. (Pekerja Panasonic RI aman dari PHK?) Belum." Pernyataan ini menggarisbawahi kerentanan posisi para pekerja dan perlunya kewaspadaan serta langkah antisipatif dari berbagai pihak.
Rencana PHK global Panasonic yang mencapai 10.000 karyawan dari total 228.000 karyawan merupakan bagian dari strategi restrukturisasi perusahaan. Seperti yang diberitakan Reuters, Panasonic Holdings akan melakukan pemangkasan tenaga kerja melalui beberapa cara, termasuk konsolidasi operasional, penutupan bisnis tertentu, dan program pensiun dini, terutama di Jepang. Sebanyak 5.000 karyawan akan di-PHK di Jepang, sementara sisanya akan tersebar di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Restrukturisasi ini diperkirakan akan menelan biaya sebesar 130 miliar yen (sekitar US$ 896 juta). Langkah ini diambil sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi dan profitabilitas jangka panjang perusahaan yang tengah menghadapi tantangan ekonomi global. Panasonic berharap langkah ini dapat memperbaiki kinerja keuangannya yang diperkirakan mengalami penurunan laba operasi sebesar 13% untuk tahun bisnis ini, menjadi 370 miliar yen.
Ironisnya, di tengah rencana PHK massal ini, Panasonic justru memproyeksikan kenaikan laba operasi sebesar 39% pada bisnis energi, khususnya dalam pembuatan baterai kendaraan listrik. Proyeksi laba operasi pada sektor ini ditingkatkan menjadi 167 miliar yen hingga 31 Maret 2026, didorong oleh peningkatan penjualan baterai dan sistem penyimpanan energi. Namun, kinerja bisnis energi yang memproduksi baterai untuk Tesla dan produsen mobil lainnya, masih di bawah target, dengan laba sebesar 120,2 miliar yen, lebih rendah dari perkiraan 124 miliar yen.
Kontras antara proyeksi peningkatan laba di sektor tertentu dengan rencana PHK massal menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan keadilan dalam strategi restrukturisasi Panasonic. Apakah pemangkasan tenaga kerja ini benar-benar diperlukan untuk mencapai efisiensi dan profitabilitas jangka panjang, atau ada faktor lain yang melatarbelakangi keputusan tersebut? Pertanyaan ini perlu dijawab secara transparan oleh manajemen Panasonic.
Ketidakjelasan informasi dari pihak Panasonic Indonesia semakin memperparah kekhawatiran para pekerja. Minimnya komunikasi resmi mengenai rencana PHK di Indonesia membuat para pekerja berada dalam posisi yang rentan dan tidak pasti. Peran serikat pekerja dalam memperjuangkan hak-hak pekerja dan menuntut transparansi dari pihak perusahaan menjadi sangat krusial dalam situasi ini.
Pemerintah Indonesia juga memiliki peran penting dalam mengawasi proses restrukturisasi Panasonic dan memastikan perlindungan bagi pekerja Indonesia. Pemerintah perlu memastikan bahwa PHK, jika terjadi, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hak-hak pekerja terpenuhi, termasuk pesangon dan jaminan sosial.
Ke depan, transparansi dan komunikasi yang efektif antara manajemen Panasonic, serikat pekerja, dan pemerintah menjadi kunci untuk mengatasi situasi ini. Dialog yang konstruktif diperlukan untuk menemukan solusi yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak, memastikan bahwa rencana restrukturisasi tidak mengorbankan kesejahteraan ribuan pekerja Indonesia yang telah berkontribusi pada kesuksesan Panasonic di Indonesia selama bertahun-tahun. Kegagalan dalam hal ini berpotensi memicu konflik sosial dan merusak iklim investasi di Indonesia.