Potensi Perdagangan RI-AS Melonjak Dua Kali Lipat: Harapan Baru di Tengah Negosiasi Tarif

Jakarta, 9 Mei 2025 – Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Bakrie, menyampaikan optimisme yang tinggi terhadap peningkatan signifikan nilai perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) menyusul serangkaian pertemuan dan negosiasi di Washington DC. Usai menghadiri forum Bloomberg New Energy Finance dan melakukan serangkaian pertemuan dengan perwakilan pemerintah AS, Anindya memproyeksikan peningkatan nilai perdagangan bilateral hingga dua kali lipat dalam beberapa tahun mendatang. Hal ini, menurutnya, merupakan hasil dari strategi yang terukur dan memanfaatkan momentum yang ada.

Dalam konferensi pers di The Convergence Indonesia, Jakarta Selatan, Anindya memaparkan sejumlah faktor kunci yang mendorong proyeksi optimistis tersebut. Ia menekankan potensi besar Indonesia dalam sektor energi dan mineral kritis sebagai pendorong utama peningkatan ekspor. "Indonesia memiliki cadangan mineral kritis yang melimpah, seperti nikel, tembaga, seng, bauksit, dan emas. Selain itu, potensi energi terbarukan kita juga sangat besar, dengan target 103 gigawatt energi terbarukan dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 15 tahun ke depan, di mana 75% di antaranya berasal dari sumber terbarukan," jelasnya.

Lebih jauh, Anindya menyinggung potensi biodiversitas Indonesia sebagai sumber karbon yang dapat diperdagangkan di pasar karbon internasional. Hal ini, menurutnya, menarik minat investor AS yang tengah mencari solusi berkelanjutan. "Kita juga melakukan preservasi biodiversitas, yang kelak dapat menjadi sumber karbon yang baik dan dapat diperdagangkan di pasar karbon. Banyak pihak yang sangat tertarik dengan potensi ini," tambahnya.

Kuncinya, lanjut Anindya, terletak pada negosiasi tarif resiprokal yang sedang berlangsung antara kedua negara. Dalam pertemuannya dengan perwakilan pemerintah AS, Anindya menyampaikan strategi Indonesia untuk mengatasi defisit perdagangan sebesar US$ 18 miliar. Strategi ini, menurutnya, berfokus pada tiga pilar utama: penyesuaian pola impor, optimalisasi ekspor mineral kritis, dan peningkatan kemudahan investasi.

Pertama, Indonesia berencana untuk mengalihkan sumber impor minyak dan gas (migas) agar lebih banyak berasal dari AS. Selain itu, impor produk pesawat terbang juga akan ditingkatkan. Di sektor pertanian, impor kedelai, kapas, dan gandum—yang sebelumnya diimpor dari negara lain—akan ditingkatkan volumenya. Langkah ini, menurut Anindya, diharapkan dapat menyeimbangkan neraca perdagangan.

Potensi Perdagangan RI-AS Melonjak Dua Kali Lipat: Harapan Baru di Tengah Negosiasi Tarif

Kedua, Indonesia akan mengoptimalkan potensi ekspor mineral kritis, khususnya melalui hilirisasi. "Kita akan mendorong ekspor produk setengah jadi hasil olahan mineral, misalnya nikel, ke AS untuk kemudian diolah menjadi barang jadi, seperti baterai," ujar Anindya. Strategi ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah ekspor Indonesia dan memperkuat kerja sama di sektor manufaktur.

Ketiga, Indonesia akan berupaya meningkatkan kemudahan investasi bagi investor AS di Indonesia, dan sebaliknya. Kehadiran Danantara, sebuah perusahaan manajemen aset dengan aset senilai US$ 900 miliar dan dividen tahunan sebesar US$ 10 miliar, dinilai Anindya sebagai faktor kunci dalam mempermudah realisasi investasi ini. "Kehadiran Danantara membuka peluang investasi yang lebih besar. Ini menjadi poin penting bagi Presiden Amerika," tegasnya.

Anindya memproyeksikan peningkatan nilai perdagangan bilateral secara signifikan. "Prediksi kami di Kadin, jika nilai ekspor dan impor mencapai US$ 40 miliar atau lebih, dalam waktu 2-3 tahun, dengan strategi yang tepat, nilai tersebut bisa meningkat menjadi US$ 80 miliar, bahkan mencapai US$ 120 miliar dalam 4 tahun," ungkapnya. Ia menambahkan bahwa peningkatan tersebut akan berdampak positif pada penyerapan tenaga kerja di Indonesia. "Jika nilai perdagangan meningkat dua kali lipat, dalam 2-3 tahun, kita bisa menyerap hingga 200 ribu tenaga kerja baru di sektor garmen, sepatu, dan elektronik yang saat ini mempekerjakan 2,1 juta orang," jelasnya.

Namun, Anindya mengingatkan bahwa proyeksi ini sangat bergantung pada keberhasilan negosiasi tarif antara Indonesia dan AS. "Ini adalah peluang di tengah tantangan. Suksesnya strategi ini bergantung pada bagaimana negosiasi antara Indonesia dan AS berjalan," tegasnya. Ia menekankan pentingnya kerja sama yang erat antara pemerintah dan sektor swasta untuk memastikan tercapainya target tersebut. Optimisme Anindya Bakrie ini memberikan harapan baru bagi peningkatan ekonomi Indonesia melalui perluasan pasar ekspor dan peningkatan kerja sama ekonomi dengan salah satu negara ekonomi terbesar dunia. Keberhasilan negosiasi tarif dan implementasi strategi yang terukur menjadi kunci untuk merealisasikan potensi besar ini. Langkah selanjutnya akan diawasi dengan seksama oleh para pelaku usaha dan ekonom di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *