Jakarta, 7 Mei 2025 – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengumumkan penundaan implementasi program "zero odol" hingga tahun 2026. Program yang bertujuan untuk memberantas praktik kendaraan Over Dimension Over Loading (ODOL) ini mengalami kendala koordinasi antar sektor dan membutuhkan kajian lebih mendalam sebelum diterapkan secara nasional.
Pernyataan tersebut disampaikan AHY seusai memimpin rapat koordinasi terkait kendaraan dan truk ODOL di Kantor Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Jakarta. AHY menekankan kompleksitas permasalahan ODOL yang mengharuskan pendekatan multi-sektoral dan tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat. "Kita tadi menargetkan tahun depan, efektifnya 2026, karena kita sekali lagi tidak bisa hanya satu pertemuan, dua pertemuan. Ini kita akan melibatkan secara utuh semuanya," tegasnya.
Lambatnya implementasi program ini, menurut AHY, disebabkan oleh perlunya pembahasan yang komprehensif melibatkan berbagai pihak terkait. Proses ini tidak hanya terbatas pada diskusi antar kementerian dan lembaga pemerintah, tetapi juga mencakup konsultasi intensif dengan pelaku usaha logistik, baik di tingkat nasional maupun daerah. Pemerintah menyadari pentingnya menyesuaikan program "zero odol" dengan kondisi riil di lapangan dan masukan dari para pelaku usaha agar penerapannya dapat berjalan efektif dan berkelanjutan.
Salah satu strategi kunci yang akan diadopsi pemerintah adalah penetapan wilayah percontohan untuk implementasi program "zero odol". Jawa Barat terpilih sebagai salah satu kandidat utama, mengingat provinsi ini memiliki 54 kawasan industri dari total 164 kawasan industri di seluruh Indonesia. "Jadi contohnya Jawa Barat ini bisa menjadi sampel, betapa jika diberlakukan kebijakan zero odol di Jawa Barat, katakanlah demikian, ini bisa menjadi signifikan sampel untuk bisa kita ekstrapolasi secara nasional," jelas AHY.
Pemilihan Jawa Barat sebagai pilot project didasarkan pada pertimbangan strategis untuk memperoleh data empiris yang representatif. Hasil implementasi program di Jawa Barat akan menjadi acuan penting dalam menyusun strategi nasional dan melakukan penyesuaian kebijakan agar lebih efektif dan efisien. Pemerintah berharap, data dari pilot project ini dapat memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai dampak penerapan "zero odol" terhadap berbagai sektor, termasuk ekonomi dan perdagangan.
Selain penetapan wilayah percontohan, pemerintah juga akan melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap efektivitas program "zero odol". Hal ini penting untuk memastikan program tersebut berjalan sesuai rencana dan memberikan dampak positif yang signifikan. Monitoring akan mencakup berbagai aspek, mulai dari tingkat kepatuhan pelaku usaha hingga dampaknya terhadap kelancaran arus barang dan jasa.
Teknologi juga akan menjadi pilar penting dalam mendukung implementasi program "zero odol". Pemerintah berencana untuk memanfaatkan teknologi Weigh In Motion (WIM) atau sistem penimbangan kendaraan saat bergerak di jalan. Sistem WIM diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pengawasan dan penegakan hukum terhadap kendaraan ODOL. Namun, AHY mengakui bahwa penerapan teknologi WIM membutuhkan kajian lebih lanjut untuk memastikan kompatibilitas dan efektivitasnya.
AHY menambahkan bahwa pendekatan dalam penerapan "zero odol" akan bersifat fleksibel dan adaptif. "Inilah yang akan kami kaji lebih lanjut. Ada (zero odol) yang berlaku umum, nasional, tapi juga bisa saja ada yang spesifik. Makanya ada beberapa pilot project yang sedang dipersiapkan juga agar formulanya itu ada yang umum tapi juga ada yang spesifik daerah, karena tentu kondisinya berbeda-beda," ujarnya. Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemerintah menyadari keragaman kondisi geografis dan ekonomi di berbagai daerah di Indonesia, sehingga perlu pendekatan yang terdiferensiasi dalam implementasi program ini.
Penundaan implementasi "zero odol" hingga tahun 2026 bukan berarti pemerintah mengabaikan permasalahan ODOL. Justru sebaliknya, penundaan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk melakukan persiapan yang matang dan menyeluruh agar program ini dapat berjalan efektif dan berkelanjutan. Pemerintah menyadari bahwa pemberantasan ODOL merupakan tantangan yang kompleks dan membutuhkan strategi yang terintegrasi, melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dan didukung oleh teknologi yang tepat.
Keberhasilan program "zero odol" sangat bergantung pada koordinasi yang efektif antar kementerian dan lembaga, serta partisipasi aktif dari pelaku usaha logistik. Pemerintah perlu memastikan bahwa semua pihak memahami pentingnya program ini dan berkomitmen untuk mendukung implementasinya. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha juga menjadi kunci keberhasilan program ini.
Secara keseluruhan, keputusan menunda implementasi "zero odol" hingga tahun 2026 merupakan langkah strategis yang didasarkan pada pertimbangan matang dan komprehensif. Pemerintah berkomitmen untuk menyelesaikan berbagai tantangan yang ada dan memastikan program ini dapat memberikan manfaat yang optimal bagi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya dalam meningkatkan keselamatan lalu lintas dan infrastruktur jalan. Proses pilot project di Jawa Barat dan pemanfaatan teknologi WIM diharapkan dapat memberikan solusi yang efektif dan efisien dalam mengatasi permasalahan ODOL di Indonesia. Keberhasilan program ini akan berdampak positif pada peningkatan efisiensi logistik, keselamatan jalan raya, dan perekonomian nasional secara keseluruhan.