Jakarta, 4 Mei 2025 – Presiden Prabowo Subianto telah menyatakan komitmennya untuk menekan biaya ibadah haji, dengan fokus utama pada pemangkasan harga tiket pesawat. Namun, di balik janji tersebut terkuak sebuah realita kompleks yang selama ini menjadi penyebab melonjaknya biaya penerbangan haji: tingkat keterisian pesawat yang rendah saat kembali ke Indonesia dari Arab Saudi.
Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji dan Umrah (BPJU), Dahnil Anzar Simanjuntak, mengungkapkan fakta mengejutkan terkait mekanisme penerbangan haji. Ia menjelaskan bahwa setiap jemaah haji sebenarnya menanggung biaya empat kali lipat harga tiket pesawat reguler. Hal ini disebabkan oleh sistem carter pesawat yang diterapkan, di mana jemaah harus membiayai kursi kosong pada penerbangan pulang dari Arab Saudi.
"Pesawat yang kita carter, baik berangkat maupun pulang, dibiayai jemaah dengan harga empat kali lipat tiket normal. Ini karena biaya kompensasi kursi kosong saat penerbangan pulang ditanggung oleh jemaah," ungkap Dahnil saat ditemui di Terminal 2F, Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Pernyataan ini mengungkap inti permasalahan yang selama ini menjadi beban biaya haji yang tinggi dan menjadi sorotan publik.
Sistem carter pesawat, yang dipilih untuk menjamin ketersediaan kapasitas bagi jemaah haji Indonesia, ternyata menyimpan jebakan biaya tersembunyi. Ketidakseimbangan antara jumlah jemaah yang berangkat dan yang pulang menciptakan kursi kosong yang signifikan pada penerbangan kembali. Kursi-kursi kosong ini, yang seharusnya menjadi kerugian bagi maskapai, justru dibebankan kepada jemaah haji melalui harga tiket yang melambung tinggi.
Pemerintah, menyadari beban biaya ini, kini tengah berupaya mencari solusi untuk mengatasi permasalahan kursi kosong tersebut. Salah satu strategi yang dijajaki adalah integrasi sektor penerbangan haji dengan sektor pariwisata Arab Saudi. Gagasan ini bertujuan untuk mengisi kursi kosong pada penerbangan pulang dengan penumpang selain jemaah haji.
"Kita mendorong skema kerja sama dengan sektor pariwisata Arab Saudi agar pesawat Garuda Indonesia atau Saudi Airlines tidak kembali ke Indonesia dengan kursi kosong. Idealnya, warga Arab Saudi yang biasanya bepergian selama musim haji dapat memanfaatkan penerbangan ini untuk tujuan wisata," jelas Dahnil. Strategi ini diharapkan mampu mengurangi beban biaya kompensasi kursi kosong yang selama ini ditanggung jemaah.
Langkah lain yang tengah dipertimbangkan adalah membuka peluang bagi lebih banyak maskapai penerbangan untuk melayani penerbangan haji. Peningkatan jumlah maskapai diharapkan dapat menciptakan persaingan sehat dan berpotensi menurunkan harga tiket. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk menekan biaya haji secara keseluruhan.
"Tahun ini kita sudah menambah Lion Air di dua embarkasi. Kemungkinan kita akan membuka peluang bagi maskapai lain. Namun, terdapat kendala regulasi," tambah Dahnil. Kendala utama yang dihadapi adalah aturan yang mewajibkan 50% pangsa pasar penerbangan haji dipegang oleh maskapai asal Arab Saudi. Aturan ini, yang ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi, membatasi ruang gerak pemerintah Indonesia dalam negosiasi harga dan pilihan maskapai.
Aturan 50% pangsa pasar untuk maskapai Saudi ini menjadi tantangan besar dalam upaya menurunkan biaya penerbangan haji. Hal ini membatasi kemampuan pemerintah Indonesia untuk bernegosiasi secara lebih leluasa dan mendapatkan harga yang lebih kompetitif. Keberadaan aturan ini menjadi salah satu faktor yang perlu dikaji ulang, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap biaya haji yang ditanggung jemaah.
Ke depan, pemerintah perlu melakukan diplomasi yang lebih intensif dengan pemerintah Arab Saudi untuk merevisi aturan tersebut. Negosiasi yang strategis dan komprehensif dibutuhkan untuk mencari solusi yang saling menguntungkan, di mana Indonesia dapat menjamin ketersediaan penerbangan haji yang terjangkau bagi jemaah, sementara Arab Saudi tetap mendapatkan keuntungan ekonomi yang seimbang.
Selain itu, transparansi dalam pengelolaan biaya haji juga perlu ditingkatkan. Pemerintah perlu memberikan informasi yang jelas dan detail kepada publik mengenai rincian biaya, termasuk biaya tiket pesawat dan kompensasi kursi kosong. Transparansi ini akan meningkatkan kepercayaan publik dan mencegah potensi penyimpangan dalam pengelolaan dana haji.
Upaya menekan biaya haji merupakan langkah krusial dalam mewujudkan ibadah haji yang lebih mudah diakses oleh masyarakat Indonesia. Komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk menurunkan biaya haji patut diapresiasi, namun keberhasilannya sangat bergantung pada strategi yang komprehensif dan kolaboratif, termasuk negosiasi yang efektif dengan pemerintah Arab Saudi dan optimalisasi pengelolaan penerbangan haji. Tantangan yang ada memerlukan solusi inovatif dan terintegrasi, bukan hanya fokus pada satu aspek saja. Permasalahan ini membutuhkan pendekatan multisektoral yang melibatkan pemerintah, maskapai, dan pihak terkait lainnya untuk menciptakan solusi jangka panjang yang berkelanjutan. Keberhasilan upaya ini akan memberikan dampak positif yang signifikan bagi jutaan calon jemaah haji Indonesia.