Jakarta, 1 Mei 2025 – Pemerintah Republik Indonesia meluncurkan program ambisius pembentukan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (Kopdes Merah Putih). Inisiatif ini, yang diumumkan Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), menimbulkan pertanyaan mengenai dampaknya terhadap Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang telah beroperasi di berbagai pelosok negeri. Meskipun pemerintah meyakinkan bahwa program ini justru akan memperkuat ekonomi desa, beberapa kalangan masih meragukan sinergi yang dijanjikan dan potensi tumpang tindih fungsi antara Kopdes Merah Putih dan BUMDes.
Dalam keterangan pers usai memimpin rapat koordinasi terbatas (Rakortas) di kantornya, Jumat (1/5/2025), Zulhas memaparkan tiga skema pembentukan Kopdes Merah Putih. Pertama, pembentukan koperasi baru di desa atau kelurahan yang belum memiliki koperasi. Kedua, pengembangan koperasi yang sudah ada, dengan memberikan pendampingan dan peningkatan kapasitas manajemen. Ketiga, revitalisasi koperasi yang kurang aktif atau mengalami kendala operasional, dengan tujuan untuk mengembalikan vitalitas dan produktivitasnya. Lebih lanjut, Zulhas membuka opsi penggabungan beberapa koperasi yang sudah ada menjadi satu koperasi yang lebih besar dan kuat.
"Kemudian bentuk kelembagaan sudah jelas, Kopdes atau Koperasi Kelurahan. Ini bisa bentuk baru, bisa yang sudah ada, bisa juga gabungan," tegas Zulhas, menekankan fleksibilitas program ini dalam mengakomodasi kondisi di lapangan.
Namun, fokus utama perhatian publik dan para pelaku ekonomi desa tertuju pada potensi dampak program ini terhadap BUMDes. Zulhas berupaya meredakan kekhawatiran tersebut dengan menyatakan bahwa kehadiran BUMDes justru akan diintegrasikan ke dalam sistem Kopdes Merah Putih. Ia menggambarkan Kopdes Merah Putih sebagai sebuah holding atau lembaga induk yang akan menaungi berbagai usaha ekonomi desa, termasuk BUMDes.
"Tapi kalau yang sudah jalan, misalnya ada BUMDes, itu juga tidak ada masalah juga. Karena Kopdes ini nanti semacam holdingnya," jelas Zulhas, mencoba meyakinkan bahwa program ini bukanlah upaya untuk menggantikan BUMDes, melainkan untuk memperkuat dan mengintegrasikan berbagai usaha ekonomi desa ke dalam satu sistem yang lebih terstruktur.
Lebih lanjut, Zulhas menekankan bahwa Kopdes Merah Putih dan BUMDes akan saling melengkapi dan bersinergi. Pemerintah, menurutnya, akan segera menerbitkan petunjuk pelaksanaan (juklak) yang akan mengatur hubungan operasional antara kedua entitas tersebut. Juklak ini diharapkan akan memberikan panduan yang jelas bagi desa dalam mengintegrasikan BUMDes ke dalam struktur Kopdes Merah Putih atau menentukan model kerja sama yang paling efektif.
"Terserah kepada mereka, mereka yang paling tahu apakah BUMDes ini menjadikan Kopdes atau apakah BUMDes ini menjadi bagian dari Kopdes, itu silakan mereka yang memutuskan. Tapi ini saling melengkapi. Nanti juklaknya akan dibuat," imbuh Zulhas, menyerahkan keputusan akhir kepada pemerintah desa dan pengelola BUMDes.
Meskipun pemerintah optimistis, pertanyaan kritis tetap muncul. Implementasi program ini di lapangan akan sangat menentukan keberhasilannya. Potensi tumpang tindih fungsi, perbedaan visi dan misi antara pengelola BUMDes dan Kopdes Merah Putih, serta kapasitas pemerintah desa dalam mengelola struktur organisasi yang lebih kompleks, merupakan tantangan yang perlu diantisipasi.
Keberhasilan program ini juga bergantung pada kualitas pendampingan dan pelatihan yang diberikan kepada pengelola Kopdes Merah Putih. Pembentukan koperasi yang hanya sebatas formalitas tanpa disertai peningkatan kapasitas manajemen dan akses permodalan yang memadai, berpotensi menjadi sia-sia dan justru membebani desa.
Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan Kopdes Merah Putih menjadi krusial. Mekanisme pengawasan yang efektif perlu diimplementasikan untuk mencegah potensi penyimpangan dan korupsi. Kegagalan dalam hal ini dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap program ini dan berdampak negatif pada perekonomian desa.
Program Kopdes Merah Putih memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada perencanaan yang matang, implementasi yang efektif, dan pengawasan yang ketat. Pemerintah perlu memastikan bahwa program ini benar-benar sinergis dengan program pembangunan desa lainnya, termasuk BUMDes, dan tidak justru menimbulkan masalah baru di tingkat akar rumput. Kejelasan regulasi, pendampingan yang intensif, dan partisipasi aktif masyarakat desa menjadi kunci keberhasilan program ambisius ini. Keberhasilan program ini tidak hanya diukur dari jumlah Kopdes Merah Putih yang terbentuk, tetapi juga dari dampak nyata yang dirasakan oleh masyarakat desa. Evaluasi berkala dan adaptasi terhadap kondisi di lapangan juga menjadi hal yang penting untuk memastikan keberlanjutan program ini. Pemerintah perlu menyiapkan mekanisme evaluasi yang transparan dan akuntabel untuk memastikan bahwa dana yang dialokasikan digunakan secara efektif dan efisien.