Jakarta, 30 April 2025 – PT Pertamina International Shipping (PIS) menyatakan kesiapannya untuk mendukung rencana pemerintah meningkatkan impor minyak mentah dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) dari Amerika Serikat (AS). Langkah ini merupakan bagian dari strategi negosiasi perdagangan antara Indonesia dan AS, yang bertujuan menurunkan tarif impor produk Indonesia yang saat ini mencapai 32%.
Direktur Perencanaan Bisnis PIS, Eka Suhendra, menegaskan kesiapan armada kapal PIS untuk memenuhi kebutuhan pengiriman energi dari AS. Dalam keterangan persnya di sela-sela acara Media Briefing Indonesia Maritime Week 2025, Eka menekankan bahwa PIS telah berpengalaman mengangkut komoditas energi untuk pemerintah Indonesia, termasuk dari AS.
"Jika ada permintaan peningkatan impor dari AS, kami telah siap dengan berbagai opsi dan strategi untuk mendukung Pertamina Group dan pemerintah dalam menjalankan potensi bisnis baru ini," ujar Eka. Ia menambahkan bahwa PIS telah memastikan seluruh armadanya memenuhi standar dan regulasi yang ditetapkan oleh Office of Foreign Assets Control (OFAC) Departemen Keuangan AS, sehingga dapat beroperasi di pelabuhan-pelabuhan Amerika.
"Tidak ada satu pun kapal kami yang masuk dalam kategori ‘toships’ yang dilarang beroperasi di Amerika. Kami juga telah meyakinkan pemerintah AS bahwa PT Pertamina Persero dan PIS tidak pernah terlibat atau memiliki hubungan dengan entitas yang terkena embargo," tegas Eka. Pernyataan ini menegaskan komitmen PIS dalam mematuhi regulasi internasional dan menjaga reputasi perusahaan dalam kerjasama perdagangan internasional.
Kesiapan PIS ini sejalan dengan rencana pemerintah yang disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, beberapa waktu lalu. Bahlil melaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto rencana peningkatan impor minyak mentah, LPG, dan bahan bakar minyak (BBM) dari AS hingga US$ 10 miliar atau sekitar Rp 168,2 triliun. Langkah ini merupakan bagian dari strategi untuk menyeimbangkan neraca perdagangan bilateral Indonesia-AS dan sebagai upaya menekan tarif impor tinggi yang diberlakukan pemerintah AS terhadap produk Indonesia.
Bahlil menekankan bahwa peningkatan impor ini bukan berarti penambahan kuota impor secara keseluruhan, melainkan pergeseran sumber impor. Indonesia akan mengurangi ketergantungan pada negara-negara Timur Tengah, Afrika, dan Asia Tenggara sebagai pemasok energi, dan mengalihkannya ke AS.
"Ini strategi ‘switch’, kita hanya mengalihkan sumber impor. Tidak ada penambahan beban APBN dan tidak ada peningkatan kuota impor secara keseluruhan. Kita hanya menggeser sumber pasokan," jelas Bahlil usai rapat di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (17 April 2025). Pernyataan ini bertujuan untuk meredam kekhawatiran akan potensi beban fiskal akibat peningkatan impor.
Strategi pergeseran sumber impor ini dinilai sebagai langkah strategis untuk menekan tarif impor yang tinggi dari AS. Tarif impor sebesar 32% yang diberlakukan oleh pemerintah AS terhadap produk Indonesia menjadi hambatan bagi eksportir Indonesia. Dengan meningkatkan impor energi dari AS, pemerintah berharap dapat melakukan negosiasi yang lebih kuat untuk menurunkan tarif tersebut.
Langkah ini juga berpotensi memberikan keuntungan bagi PIS. Peningkatan volume pengiriman energi dari AS akan meningkatkan pendapatan dan memperkuat posisi PIS sebagai perusahaan pelayaran nasional yang handal dan terpercaya di kancah internasional. Kesiapan PIS dalam memenuhi standar OFAC menunjukkan komitmen perusahaan dalam menjalankan bisnis secara transparan dan sesuai dengan regulasi internasional.
Namun, strategi ini juga menyimpan potensi tantangan. Pergeseran sumber impor memerlukan perencanaan yang matang dan koordinasi yang baik antara pemerintah, Pertamina, dan PIS. Aspek logistik, termasuk jarak tempuh yang lebih jauh dari AS dibandingkan dengan sumber energi tradisional, perlu dipertimbangkan secara cermat untuk memastikan efisiensi dan daya saing harga.
Selain itu, keberhasilan negosiasi dengan AS untuk menurunkan tarif impor produk Indonesia juga menjadi faktor kunci keberhasilan strategi ini. Jika negosiasi tidak membuahkan hasil yang signifikan, maka peningkatan impor energi dari AS mungkin tidak akan memberikan dampak yang diharapkan terhadap neraca perdagangan dan perekonomian Indonesia.
Secara keseluruhan, rencana peningkatan impor energi dari AS dan kesiapan PIS untuk mendukungnya merupakan langkah strategis yang berpotensi memberikan manfaat bagi Indonesia. Namun, keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada perencanaan yang matang, koordinasi yang efektif, dan keberhasilan negosiasi perdagangan dengan AS. Pemantauan dan evaluasi yang berkelanjutan juga diperlukan untuk memastikan efektivitas dan efisiensi strategi ini dalam jangka panjang. Keberhasilan ini juga akan menjadi tolok ukur bagi kemampuan Indonesia dalam bernegosiasi di pasar internasional dan mengelola hubungan perdagangan bilateral secara strategis. Peran PIS sebagai perusahaan pelayaran nasional dalam mendukung strategi ini menjadi kunci keberhasilan implementasinya.