Jakarta, 30 April 2025 – Pemerintah Indonesia, dalam kolaborasi strategis dengan Pemerintah Jerman, Australia, dan Bank Dunia, meluncurkan Peta Jalan Pengembangan Tenaga Kerja Hijau di Indonesia’s Green Jobs Conference (IGJC) 2025. Langkah ini merupakan tonggak penting dalam mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024, dan menjadi komitmen nyata untuk membangun Indonesia sebagai negara maju dan sejahtera.
Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Wamen PPN/Wakil Kepala Bappenas), Febrian Alphyanto Ruddyard, menekankan peran krusial peta jalan ini sebagai panduan strategis dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni untuk menghadapi tantangan transisi menuju ekonomi hijau. "Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 telah secara tegas mengukuhkan Visi Indonesia Emas 2045," ujar Wamen Febrian dalam keterangan persnya. "Ini merupakan bukti komitmen bersama seluruh elemen bangsa untuk mencapai cita-cita tersebut."
Peta jalan tersebut mengidentifikasi delapan sektor prioritas yang memiliki potensi besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi rendah karbon dan menciptakan lapangan kerja hijau berkualitas. Sektor-sektor ini mencakup, namun tidak terbatas pada, energi terbarukan, pengelolaan sumber daya air berkelanjutan, pertanian berkelanjutan, ekonomi sirkular, dan pariwisata berkelanjutan. Dokumen komprehensif ini dirancang untuk mengintegrasikan regulasi, program, dan investasi SDM secara inklusif, memastikan pelatihan sistematis bagi tenaga kerja yang dibutuhkan di sektor-sektor tersebut.
Proyeksi menunjukkan angka yang signifikan. Pada tahun 2025, diperkirakan jumlah tenaga kerja hijau di Indonesia akan mencapai 4 juta orang, atau sekitar 2,7% dari total angkatan kerja. Angka ini diproyeksikan meningkat secara substansial menjadi lebih dari 5,3 juta orang pada tahun 2029. Lebih luas lagi, pekerjaan yang berpotensi untuk dialihfungsikan menjadi hijau diperkirakan mencapai 56 juta pada tahun 2025 dan meningkat menjadi 72 juta pada tahun 2029. Potensi ini menandakan peluang emas bagi Indonesia untuk menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang inklusif.
Namun, transisi ini tidak tanpa tantangan. Rendahnya partisipasi perempuan dalam sektor hijau, tingginya jumlah pekerja informal, dan kesenjangan upah serta perlindungan sosial menjadi hambatan yang perlu diatasi. Oleh karena itu, peta jalan ini merumuskan strategi komprehensif, termasuk penyesuaian sistem pelatihan dan pendidikan vokasi agar selaras dengan kebutuhan pasar kerja hijau. Hal ini membutuhkan reformasi sistem pendidikan dan pelatihan yang lebih responsif terhadap perkembangan teknologi dan tuntutan sektor hijau.
Peluncuran peta jalan ini merupakan hasil kolaborasi yang erat antara Kementerian Ketenagakerjaan, kementerian/lembaga terkait, sektor swasta, serikat pekerja, organisasi masyarakat sipil (OMS), dan mitra pembangunan internasional seperti GIZ dan PROSPERA. Kolaborasi multi-stakeholder ini menjadi kunci keberhasilan implementasi peta jalan.
Duta Besar Jerman untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor-Leste, Ina Lepel, menyampaikan dukungan penuh Pemerintah Jerman terhadap inisiatif ini. "Dukungan Pemerintah Jerman merupakan bagian dari komitmen global untuk membantu Indonesia mewujudkan transisi yang adil, inklusif, dan berkelanjutan menuju ekonomi hijau," tegas Dubes Lepel. "Peningkatan keterampilan tenaga kerja Indonesia untuk sektor hijau merupakan faktor kunci keberhasilan transisi ini."
Keberhasilan implementasi peta jalan ini sangat bergantung pada sinergi dan komitmen seluruh pemangku kepentingan. Wamen Febrian menutup acara dengan visi yang optimistis, menggambarkan masa depan di mana pekerjaan hijau menjadi ciri khas peradaban baru Indonesia, dengan SDM sebagai penggerak utama transformasi menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan. Peta jalan ini bukan hanya sekadar dokumen, tetapi merupakan komitmen nyata untuk membangun masa depan Indonesia yang lebih hijau, lebih adil, dan lebih sejahtera. Implementasinya membutuhkan monitoring dan evaluasi yang ketat untuk memastikan tercapainya target yang telah ditetapkan dan penyesuaian strategi jika diperlukan. Tantangan ke depan adalah memastikan bahwa peta jalan ini tidak hanya menjadi dokumen strategis, tetapi juga diimplementasikan secara efektif dan efisien, sehingga dapat memberikan dampak nyata bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kesuksesan ini akan bergantung pada komitmen bersama pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan mitra pembangunan internasional. Peran aktif dari masing-masing pemangku kepentingan akan menentukan keberhasilan Indonesia dalam menciptakan lapangan kerja hijau yang berkelanjutan dan berkeadilan.