Jakarta, 29 April 2025 – Raksasa otomotif asal Korea Selatan, Hyundai Motor Group, secara resmi mengajukan permohonan insentif kepada pemerintah Indonesia terkait penggunaan nikel, kobalt, dan mangan dalam proses produksi di pabriknya yang berlokasi di Tanah Air. Permintaan tersebut disampaikan langsung oleh perwakilan Hyundai kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam pertemuan yang berlangsung di kantor Kemenko Perekonomian hari ini.
"Hyundai menanyakan apakah ada insentif pemerintah jika mereka menggunakan nikel, kobalt, dan mangan," ungkap Airlangga secara singkat menanggapi pertanyaan wartawan mengenai hasil pertemuan tersebut. Ia menjelaskan bahwa pertanyaan tersebut berfokus pada potensi insentif pemerintah untuk penggunaan bahan baku tambang dalam negeri dalam rantai pasok produksi Hyundai di Indonesia.
Meskipun Hyundai telah memanfaatkan nikel, kobalt, dan mangan asal Indonesia dalam proses produksinya, permintaan insentif ini mengindikasikan upaya perusahaan untuk meningkatkan daya saing dan efisiensi operasional di tengah persaingan global yang semakin ketat. Kejelasan mengenai skema insentif tersebut diharapkan dapat mendorong investasi lebih lanjut dan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemasok utama bahan baku strategis bagi industri otomotif global.
Menanggapi permintaan insentif tersebut, Airlangga hanya menyatakan bahwa penggunaan bahan baku tambang dalam negeri selama ini telah dihitung sebagai bagian dari Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Penjelasan lebih rinci mengenai kemungkinan pemberian insentif tambahan masih belum diberikan oleh Menko Airlangga. "Selama ini, silakan pakai bagian dari local content ya," ujarnya singkat, tanpa memberikan konfirmasi lebih lanjut mengenai bentuk dan besaran insentif yang mungkin diberikan. Ketidakjelasan sikap pemerintah ini menimbulkan pertanyaan mengenai strategi pemerintah dalam menarik investasi dan mendorong hilirisasi sektor pertambangan di Indonesia.
Pertemuan tersebut juga membahas rencana ekspansi KCC Glass, produsen kaca asal Korea Selatan yang telah mendirikan pabrik pertamanya di Batang, Jawa Tengah. KCC Glass berencana untuk meningkatkan kapasitas produksinya hingga tiga kali lipat. Namun, rencana ekspansi ini masih menunggu penyelesaian pembangunan fasilitas pelabuhan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Batang. "Mereka ingin meningkatkan kapasitas menjadi tiga kali lipat. Namun, mereka masih menunggu selesainya pembangunan fasilitas pelabuhan," jelas Airlangga. Keterlambatan pembangunan infrastruktur pendukung ini menjadi kendala bagi rencana investasi perusahaan asing dan menunjukan perlunya percepatan pembangunan infrastruktur untuk mendukung iklim investasi yang kondusif.
Permintaan insentif dari Hyundai dan rencana ekspansi KCC Glass merupakan bagian dari gelombang investasi Korea Selatan yang signifikan di Indonesia. Sebelumnya, Airlangga melaporkan bahwa 19 perusahaan asal Korea Selatan berencana menambah investasi di Indonesia sebesar US$ 1,7 miliar atau sekitar Rp 28,65 triliun (dengan kurs Rp 16.858/dolar AS). Pengumuman ini disampaikan setelah pertemuan antara delegasi Korea Selatan dan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Dengan tambahan investasi tersebut, total investasi Korea Selatan di Indonesia mencapai angka yang cukup fantastis, yakni US$ 15,4 miliar atau sekitar Rp 259,61 triliun. Investasi ini tersebar di berbagai sektor, menunjukkan kepercayaan investor Korea Selatan terhadap potensi ekonomi Indonesia.
Di antara 19 perusahaan tersebut, beberapa nama besar turut ambil bagian, seperti LX International yang bergerak di sektor batu bara dan nikel dengan rencana penambahan investasi hingga US$ 500 juta; SK Group yang berencana membangun pabrik plasma darah di Cikarang; dan Lotte Chemicals yang menawarkan kerja sama pengembangan pabrik Petrokimia. Kehadiran perusahaan-perusahaan besar ini semakin memperkuat posisi Indonesia sebagai destinasi investasi yang menarik bagi investor asing. Selain perusahaan-perusahaan yang telah disebutkan, beberapa perusahaan lain yang turut berpartisipasi dalam gelombang investasi ini antara lain LOTTE Corporation, KCC Glass Corporation, HD HYUNDAI XITESOLUTION, KB Financial Group, POSCO Holdings, EcoPro, dan Poongsan Corporation.
Permintaan insentif dari Hyundai menjadi sorotan penting dalam konteks kebijakan pemerintah dalam menarik investasi asing dan mendorong hilirisasi industri. Pemerintah perlu mempertimbangkan secara matang permintaan tersebut, dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap perekonomian nasional dan daya saing industri dalam negeri. Kejelasan dan transparansi dalam kebijakan insentif akan menjadi kunci untuk menarik investasi yang berkelanjutan dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di sisi lain, percepatan pembangunan infrastruktur pendukung, seperti yang dibutuhkan oleh KCC Glass, juga menjadi faktor krusial dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif dan menarik bagi investor asing. Keberhasilan Indonesia dalam menarik investasi asing dan mendorong hilirisasi industri akan bergantung pada kemampuan pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang tepat dan konsisten, serta memastikan penyediaan infrastruktur yang memadai. Ke depan, pemerintah perlu lebih transparan dalam menjelaskan kebijakan insentif dan strategi hilirisasi untuk membangun kepercayaan investor dan memastikan keberlanjutan investasi asing di Indonesia.