OJK Wajibkan Perusahaan Leasing dan LKNB Lainnya Biayai UMKM: Dorongan Inklusi Keuangan dan Sanksi bagi Pelanggar

Jakarta, 28 April 2025 – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana mewajibkan seluruh Lembaga Keuangan Non-Bank (LKNB) untuk menyediakan layanan pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Langkah tegas ini diwujudkan melalui Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) yang saat ini tengah dalam tahap konsultasi dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kebijakan ini diharapkan dapat menjadi katalis percepatan inklusi keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional melalui pemberdayaan UMKM.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa penyusunan RPOJK ini dilakukan secara kolaboratif dengan Kementerian UMKM. Lingkup LKNB yang akan terdampak kebijakan ini sangat luas, mencakup berbagai jenis lembaga keuangan, antara lain perusahaan pembiayaan (leasing), perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, perusahaan pergadaian, Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech lending, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, dan perusahaan permodalan madani.

"RPOJK UMKM ini merupakan manifestasi komitmen OJK dalam mendukung pengembangan dan pemberdayaan UMKM. Tujuan utamanya adalah meningkatkan akses pembiayaan bagi UMKM, baik dari perbankan maupun LKNB," tegas Dian dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

RPOJK yang disusun secara detail mengatur tahapan pembiayaan UMKM, mulai dari perencanaan hingga penyelesaian. Dian memaparkan lima tahapan krusial tersebut:

Pertama, Perencanaan Penyaluran: Tahap ini mewajibkan perbankan dan LKNB untuk menyusun rencana pembiayaan UMKM yang komprehensif. Rencana tersebut harus mencakup target nominal pembiayaan, rasio total pembiayaan terhadap UMKM, dan sektor-sektor ekonomi yang menjadi prioritas penyaluran dana. Transparansi dan perencanaan yang matang menjadi kunci keberhasilan tahap ini.

OJK Wajibkan Perusahaan Leasing dan LKNB Lainnya Biayai UMKM: Dorongan Inklusi Keuangan dan Sanksi bagi Pelanggar

Kedua, Penerimaan Permohonan Kredit: RPOJK menekankan penyederhanaan persyaratan penyaluran pembiayaan bagi UMKM. Hal ini bertujuan untuk mengurangi hambatan birokrasi dan mempermudah akses UMKM terhadap modal. Proses yang efisien dan transparan akan mendorong lebih banyak UMKM untuk mengajukan permohonan pembiayaan.

Ketiga, Analisis Kelayakan: Perbankan dan LKNB diwajibkan menetapkan kriteria khusus dalam penilaian kelayakan penyaluran pembiayaan UMKM. Proses analisis harus mempertimbangkan karakteristik unik UMKM, seperti skala usaha yang relatif kecil dan keterbatasan akses informasi keuangan formal. Pentingnya percepatan proses bisnis penyaluran pembiayaan juga ditekankan dalam tahap ini untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.

Keempat, Pemberian Kredit: Tahap ini meliputi persetujuan, pencairan, dan pembayaran kredit. Perbankan dan LKNB diwajibkan melakukan monitoring ketat terhadap penyaluran kredit, termasuk penetapan bobot risiko yang lebih rendah dibandingkan kredit non-UMKM dan penetapan kualitas aset produktif. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan risiko kredit macet dan memastikan keberlanjutan program pembiayaan UMKM.

Kelima, Penyelesaian: Tahap ini mengatur ketentuan penghapusan buku dan hapus tagih, memberikan kerangka hukum yang jelas dalam pengelolaan kredit bermasalah. Kejelasan regulasi ini diharapkan dapat mengurangi ketidakpastian dan melindungi kepentingan baik pemberi maupun penerima pembiayaan.

Dian menambahkan bahwa OJK telah mempersiapkan sanksi bagi perbankan atau LKNB yang melanggar ketentuan dalam RPOJK. Sanksi yang diberikan akan bervariasi, mulai dari sanksi administratif berupa peringatan tertulis hingga sanksi yang lebih berat, seperti larangan menerbitkan produk atau melakukan aktivitas baru, serta pembatasan dan pembekuan kegiatan usaha. Besarnya sanksi akan disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan.

"Dengan disusunnya RPOJK ini, kami optimistis dapat mendorong peningkatan akses pembiayaan UMKM secara signifikan, baik melalui perbankan maupun LKNB," pungkas Dian. Kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem keuangan yang lebih inklusif dan berkelanjutan, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih merata dan berdampak positif bagi perekonomian nasional. Peran aktif seluruh pemangku kepentingan, termasuk DPR, Kementerian UMKM, dan tentunya perbankan serta LKNB, sangat krusial dalam keberhasilan implementasi RPOJK ini. Keberhasilan program ini akan bergantung pada komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan UMKM di Indonesia. Langkah OJK ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam upaya mendorong inklusi keuangan dan pemberdayaan UMKM.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *