Jakarta, 28 April 2025 – Pemerintah Indonesia bersiap membuka kembali keran penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi, sebuah langkah yang diproyeksikan akan menyuntikkan devisa negara hingga US$ 2,45 miliar atau setara Rp 41,16 triliun (dengan kurs Rp 16.800). Proyeksi optimistis ini disampaikan Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta.
Paparan Karding yang disampaikan Senin lalu, mengungkapkan potensi remitansi yang signifikan dari Arab Saudi pada tahun 2025. Angka US$ 2,45 miliar tersebut didasarkan pada target penempatan 400.000 TKI, yang terdiri dari 300.000 pekerja sektor domestik dan 100.000 pekerja sektor formal. Rinciannya, sektor domestik diproyeksikan menyumbang remitansi sebesar US$ 1,08 miliar, sementara sektor formal diperkirakan mencapai US$ 1,37 miliar.
Potensi besar ini bukan hanya berdampak pada peningkatan devisa negara, tetapi juga diharapkan mampu mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Dalam paparan tersebut, dijelaskan bahwa pembukaan kembali penempatan TKI di Arab Saudi berpotensi menurunkan angka pengangguran pada tahun 2025 hingga 6,1%. Angka ini menjadi indikator penting keberhasilan program ini dalam mengatasi masalah sosial ekonomi di dalam negeri.
Penempatan TKI ke Arab Saudi akan dilakukan melalui dua skema: melalui agensi (Maktab Istiqdam) dan melalui syarikah (perusahaan). Pemerintah akan menerapkan pengawasan ketat terhadap penempatan melalui agensi, sementara skema penempatan melalui syarikah akan tetap berlanjut. Skema ini dirancang untuk memastikan perlindungan dan kesejahteraan TKI di luar negeri, sekaligus mencegah eksploitasi dan pelanggaran hak-hak pekerja.
Langkah ini menandai berakhirnya moratorium penempatan TKI ke Arab Saudi yang telah berlaku sejak tahun 2015. Pembukaan kembali ini membuka peluang kerja bagi sekitar 600.000 warga Indonesia di Arab Saudi, dengan rincian 400.000 posisi di sektor domestik (pekerja rumah tangga) dan 200.000 posisi di sektor formal lainnya. Kebutuhan tenaga kerja yang besar ini menunjukkan tingginya permintaan pasar kerja Arab Saudi terhadap tenaga kerja Indonesia, yang dikenal memiliki keterampilan dan etos kerja yang tinggi.
Menteri Karding sendiri telah menargetkan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) kerja sama penempatan pekerja migran di Arab Saudi paling lambat Maret 2025. Hal ini disampaikannya pada Jumat, 14 Maret 2025, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat. Ia optimistis bahwa pemberangkatan gelombang pertama TKI dapat dimulai pada bulan Juni 2025. "Jadi kalau seandainya nanti Maret ini ada penandatangan MoU, rencana kami berdua sepakat paling lambat Juni kita sudah mulai mengirim pemberangkatan pertama," tegas Karding.
Pernyataan ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mempersiapkan segala aspek terkait penempatan TKI ke Arab Saudi. Tidak hanya fokus pada aspek ekonomi, pemerintah juga perlu memastikan perlindungan hukum dan kesejahteraan TKI selama bekerja di Arab Saudi. Hal ini meliputi perlindungan dari eksploitasi, jaminan akses kesehatan, dan kepastian pemulangan jika terjadi masalah.
Potensi remitansi sebesar Rp 41,16 triliun merupakan angka yang signifikan dan dapat memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia. Namun, peningkatan devisa negara ini harus diimbangi dengan peningkatan perlindungan dan kesejahteraan TKI. Pemerintah perlu memastikan bahwa program ini tidak hanya menguntungkan negara secara ekonomi, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi para TKI yang akan bekerja di Arab Saudi.
Keberhasilan program ini bergantung pada beberapa faktor kunci. Pertama, perlu adanya kerja sama yang kuat antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Arab Saudi dalam hal pengawasan dan perlindungan TKI. Kedua, perlu adanya peningkatan kualitas pelatihan dan pembekalan bagi TKI sebelum keberangkatan, sehingga mereka memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai untuk bekerja di Arab Saudi. Ketiga, perlu adanya mekanisme pengawasan yang efektif untuk mencegah eksploitasi dan pelanggaran hak-hak TKI selama bekerja di Arab Saudi.
Selain itu, perlu juga diperhatikan aspek sosial budaya. Pemerintah perlu memastikan bahwa TKI memahami budaya dan adat istiadat Arab Saudi, sehingga dapat beradaptasi dengan baik dan menghindari konflik. Program sosialisasi dan pelatihan budaya perlu menjadi bagian integral dari program penempatan TKI ini.
Secara keseluruhan, pembukaan kembali penempatan TKI ke Arab Saudi merupakan langkah strategis yang berpotensi memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia dan kesejahteraan TKI. Namun, kesuksesan program ini sangat bergantung pada komitmen pemerintah dalam memastikan perlindungan dan kesejahteraan TKI, serta kerja sama yang erat dengan pemerintah Arab Saudi. Pemerintah perlu memastikan bahwa potensi ekonomi yang besar ini tidak diiringi dengan peningkatan kasus eksploitasi dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap TKI. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan program ini juga sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik. Dengan manajemen yang baik dan komitmen yang kuat, potensi remitansi Rp 41,16 triliun dapat terwujud dan memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi Indonesia.