Jakarta, 24 April 2025 – Sektor peternakan ayam di Indonesia tengah menghadapi badai. Harga ayam hidup (live bird) dan telur ayam ras anjlok drastis di tingkat peternak, menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap ketahanan pangan nasional. Badan Pangan Nasional (Bapanas) melaporkan penurunan harga yang signifikan, jauh di bawah titik impas (Break Even Point/BEP) dan Harga Acuan Penjualan (HAP) yang telah ditetapkan pemerintah.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, dalam keterangan resminya mengungkapkan harga ayam hidup di sejumlah daerah utama seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jabodetabek hanya berkisar antara Rp 13.200 hingga Rp 14.400 per kilogram. Angka ini jauh di bawah BEP yang berada di kisaran Rp 19.000 per kilogram, bahkan lebih rendah lagi dibandingkan HAP yang ditetapkan sebesar Rp 25.000 per kilogram. Situasi ini menempatkan peternak ayam dalam posisi terjepit, terancam kerugian besar dan potensi gulung tikar.
Kondisi serupa juga dialami oleh peternak telur ayam ras. Harga jual di tingkat peternak berada di rentang Rp 22.800 hingga Rp 23.600 per kilogram, masih jauh di bawah HAP yang ditetapkan sebesar Rp 26.500 per kilogram. Penurunan harga ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai penyebabnya, yang hingga saat ini belum diungkapkan secara rinci oleh Bapanas. Dugaan sementara yang beredar di kalangan pelaku industri meliputi faktor-faktor seperti peningkatan produksi, fluktuasi permintaan pasar, hingga potensi permainan harga di tingkat distributor. Investigasi lebih lanjut diperlukan untuk mengungkap penyebab pasti anjloknya harga ini.
Menanggapi situasi kritis ini, Bapanas mengambil langkah cepat untuk melindungi peternak dari kerugian yang lebih besar. Sebuah inisiatif penyerapan produk ayam dan telur digulirkan, melibatkan kolaborasi Bapanas dengan Dinas Urusan Pangan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, serta Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar Indonesia). Langkah ini merupakan bentuk nyata intervensi pemerintah untuk menstabilkan sektor perunggasan rakyat.
“Dengan kolaborasi ini, kita mengajak semua pihak dan seluruh masyarakat untuk ambil bagian dalam Gerakan Solidaritas Pangan,” tegas Arief. Ia menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam membantu peternak bertahan dengan membeli produk ayam dan telur langsung dari sumbernya. Hal ini tidak hanya menyelamatkan peternak dari kerugian, tetapi juga menjaga keberlangsungan produksi pangan nasional.
Produk ayam dan telur yang diserap Bapanas dengan harga yang sesuai akan didistribusikan kembali kepada masyarakat melalui berbagai program pemerintah, antara lain Gerakan Pangan Murah (GPM), Fasilitasi Distribusi Pangan (FDP), Kios Pangan, bantuan sosial, dan program distribusi lainnya yang menjangkau langsung masyarakat yang membutuhkan.
Sebagai bagian dari Gerakan Solidaritas Pangan, masyarakat diajak untuk membeli daging ayam langsung dari peternak dengan harga yang dianggap wajar, yaitu Rp 33.000 per kilogram untuk ayam karkas dan Rp 60.000 per ekor untuk ayam hidup dengan ukuran 2,4 kilogram (setara dengan 1,8 kilogram karkas). Penjualan langsung dari peternak ini direncanakan akan dilakukan di berbagai lokasi, salah satunya di halaman Kantor Bapanas di Komplek Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan pada Jumat, 25 April 2025, pukul 08.30 hingga 11.00 WIB.
Data nasional memperlihatkan gambaran yang sama. Harga rata-rata nasional daging ayam ras anjlok hingga Rp 34.210 per kilogram, mengalami penurunan 14,48% di bawah HAP nasional yang ditetapkan sebesar Rp 40.000 per kilogram. Kondisi serupa juga terjadi pada telur ayam ras, dengan harga rata-rata nasional Rp 28.804 per kilogram, atau 3,99% di bawah HAP nasional yang ditetapkan sebesar Rp 30.000 per kilogram.
Anjloknya harga ayam dan telur di tingkat peternak ini merupakan sinyal peringatan yang serius bagi ketahanan pangan nasional. Selain mengancam keberlangsungan usaha peternak rakyat, penurunan harga ini berpotensi mengganggu pasokan ayam dan telur di pasaran, yang pada akhirnya dapat berdampak pada inflasi dan aksesibilitas pangan bagi masyarakat.
Pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan dan regulasi yang berkaitan dengan sektor perunggasan. Selain intervensi pasar melalui penyerapan produk, perlu diteliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang menyebabkan fluktuasi harga yang signifikan ini. Penguatan kelembagaan peternak, peningkatan efisiensi produksi, dan diversifikasi pasar menjadi hal-hal krusial yang perlu diperhatikan untuk membangun ketahanan sektor perunggasan di masa mendatang. Kegagalan dalam mengatasi masalah ini dapat berdampak luas, tidak hanya pada peternak, tetapi juga pada stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Langkah-langkah jangka panjang dan terintegrasi sangat dibutuhkan untuk mencegah terulangnya krisis serupa di masa depan. Transparansi informasi dan keterlibatan semua pemangku kepentingan, dari pemerintah, peternak, hingga konsumen, menjadi kunci keberhasilan dalam membangun sektor perunggasan yang berkelanjutan dan berkeadilan.