Akses Pembiayaan Terbatas: Hambatan Utama Pertumbuhan Ekonomi Kreatif Indonesia

Jakarta, 24 April 2025 – Menteri Ekonomi Kreatif (Ekraf) Teuku Riefky Harsya menyoroti kendala krusial yang menghambat pertumbuhan sektor ekonomi kreatif Indonesia: akses pembiayaan yang masih terbatas bagi para pelaku usaha. Pernyataan ini disampaikan Riefky dalam acara peluncuran OJK Infinity 2.0 dan penandatanganan kesepahaman bersama antara Kementerian Ekraf/Bekraf dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Kantor OJK Menara Radius Prawiro, Kompleks Perkantoran BI, Jakarta.

"Kami menyadari bahwa tantangan ke depan tidak kalah besar, salah satunya adalah akses pembiayaan yang belum merata bagi para pegiat ekonomi kreatif," tegas Riefky. Pernyataan ini menggarisbawahi realita lapangan yang dihadapi para pelaku usaha kreatif, di mana kesulitan mendapatkan akses kredit menjadi penghambat utama pengembangan usaha dan inovasi. Ketimpangan akses pembiayaan ini menjadi isu strategis yang memerlukan perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan.

Selain kendala akses pembiayaan, Riefky juga menyinggung kurangnya pemahaman mengenai kekayaan intelektual sebagai aset ekonomi yang dapat dimonetisasi. Hal ini menunjukkan perlunya edukasi dan sosialisasi yang lebih intensif kepada para pelaku ekonomi kreatif agar mereka mampu memanfaatkan aset intelektual mereka sebagai jaminan atau modal usaha. Lebih lanjut, Riefky menekankan pentingnya sinkronisasi kebijakan antar sektor, khususnya antara sektor ekonomi kreatif dan sektor keuangan, untuk menciptakan ekosistem yang lebih kondusif bagi pertumbuhan sektor ini.

Ironisnya, kendala akses pembiayaan ini muncul di tengah kontribusi signifikan sektor ekonomi kreatif terhadap perekonomian nasional. Dalam 11 tahun terakhir, kontribusi sektor ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia meningkat lebih dari dua kali lipat, mencapai lebih dari Rp 1.500 triliun pada akhir tahun 2024. Jumlah tenaga kerja yang terserap juga meningkat pesat, mencapai 26,5 juta orang pada periode yang sama. Keberhasilan ini dibuktikan pula dengan lonjakan nilai ekspor produk kreatif, yang meningkat dari US$ 15 miliar pada tahun 2023 menjadi lebih dari US$ 25 miliar pada akhir tahun 2024.

Meskipun menunjukkan pertumbuhan yang mengesankan, pemerintah masih memiliki target yang lebih ambisius. Riefky mengungkapkan target pemerintah untuk meningkatkan kontribusi sektor ekonomi kreatif terhadap PDB menjadi 8% dalam lima tahun ke depan, serta menyerap lebih dari 27 juta tenaga kerja. Lebih jauh lagi, pemerintah berharap sektor ekonomi kreatif dapat menjadi motor penggerak ekspor dan investasi nasional. "Ini adalah komitmen kolektif untuk menjadikan ekonomi kreatif sebagai mesin baru pertumbuhan ekonomi nasional," tandas Riefky.

Akses Pembiayaan Terbatas: Hambatan Utama Pertumbuhan Ekonomi Kreatif Indonesia

Untuk mengatasi tantangan yang ada, Kementerian Ekraf telah merumuskan strategi penguatan sektor ekonomi kreatif yang tertuang dalam "8 Ekraf" atau "Asta Ekraf", yang terdiri dari delapan pilar utama. Menariknya, tiga pilar dari strategi ini akan berkolaborasi secara intensif dengan OJK. Ketiga pilar tersebut adalah sinergi ekraf, dana ekraf, dan talenta ekraf. Kolaborasi ini diharapkan dapat mempermudah akses pembiayaan bagi pelaku ekonomi kreatif, sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia di sektor ini.

Sinergi Ekraf akan fokus pada penguatan kolaborasi antar pemangku kepentingan, termasuk lembaga keuangan, untuk menciptakan ekosistem yang lebih terintegrasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif. Dana Ekraf akan difokuskan pada pengembangan skema pembiayaan yang inovatif dan terjangkau bagi pelaku usaha kreatif, termasuk melalui kemitraan dengan lembaga keuangan dan program-program insentif pemerintah. Sementara itu, Talenta Ekraf akan berfokus pada peningkatan kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia di sektor ekonomi kreatif, sehingga mampu menghasilkan produk-produk yang berdaya saing tinggi di pasar global.

Namun, implementasi strategi ini memerlukan langkah-langkah konkrit dan terukur. Tantangannya terletak pada bagaimana memastikan akses pembiayaan yang lebih mudah dan merata bagi seluruh pelaku ekonomi kreatif, terutama bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang seringkali kesulitan memenuhi persyaratan perbankan konvensional. Perlu adanya inovasi dalam produk dan layanan keuangan yang disesuaikan dengan karakteristik usaha kreatif, yang seringkali bersifat non-konvensional dan berbasis aset intelektual.

Selain itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan literasi keuangan bagi para pelaku ekonomi kreatif, agar mereka mampu memahami dan memanfaatkan berbagai skema pembiayaan yang tersedia. Pemerintah juga perlu memperkuat pengawasan dan regulasi untuk mencegah praktik-praktik yang merugikan pelaku usaha, seperti pungutan liar atau penyalahgunaan dana.

Kesimpulannya, meskipun sektor ekonomi kreatif Indonesia menunjukkan potensi yang luar biasa dan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional, akses pembiayaan yang terbatas masih menjadi hambatan utama. Oleh karena itu, kolaborasi yang kuat antara pemerintah, lembaga keuangan, dan para pelaku ekonomi kreatif sangatlah penting untuk mengatasi tantangan ini dan mewujudkan potensi penuh sektor ekonomi kreatif sebagai mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan. Keberhasilan dalam mengatasi kendala akses pembiayaan akan menentukan keberlanjutan pertumbuhan dan daya saing sektor ekonomi kreatif di kancah global.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *