Jakarta, 24 April 2025 – Pemerintah Indonesia resmi mendepak LG, raksasa teknologi asal Korea Selatan, dari proyek baterai kendaraan listrik (EV Battery) senilai US$ 9,8 miliar atau setara Rp 164 triliun (kurs Rp 16.800). Keputusan tegas ini diambil setelah negosiasi yang berlarut-larut selama lima tahun tanpa menghasilkan realisasi investasi yang signifikan. Posisi LG kini digantikan oleh Huayou, perusahaan asal Tiongkok yang dinilai lebih responsif dan siap merealisasikan komitmen investasinya.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, melalui keterangan resmi yang disampaikan oleh Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (23/4/2025), menjelaskan alasan di balik penggantian tersebut. "Negosiasi yang berlangsung selama lima tahun sejak kesepakatan awal pada 2020 dinilai terlalu lama dan tidak produktif," tegas Rosan. "Ketidakjelasan progres investasi dari pihak LG memaksa pemerintah untuk mengambil langkah tegas demi percepatan pembangunan ekosistem baterai listrik nasional."
Rosan menekankan bahwa keputusan ini bukan semata-mata didasarkan pada pertimbangan subjektif. Pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dipimpin oleh Bahlil Lahadalia, telah mengirimkan surat resmi kepada LG pada 31 Januari 2025, yang berisi permintaan resmi agar perusahaan tersebut menarik diri dari proyek tersebut. Surat tersebut menjadi bukti formal atas ketidakpuasan pemerintah terhadap lamanya proses negosiasi dan minimnya bukti komitmen investasi dari LG.
Keputusan ini, menurut Rosan, didasari oleh urgensi percepatan pembangunan industri baterai listrik di Indonesia. Pemerintah berkomitmen untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi baterai listrik global, dan lambannya progres dari LG dinilai menghambat pencapaian target tersebut. "Kita tidak bisa menunggu terlalu lama. Proyek ini strategis dan memiliki dampak besar terhadap perekonomian nasional," ujar Rosan. "Oleh karena itu, keputusan untuk mengganti LG dengan investor yang lebih siap dan berkomitmen adalah langkah yang tepat dan diperlukan."
Penggantian LG oleh Huayou, lanjut Rosan, bukan keputusan yang tergesa-gesa. Sejak akhir 2024, Huayou telah menyatakan minatnya untuk berinvestasi dalam proyek EV Battery di Indonesia. Perusahaan asal Tiongkok ini dinilai memiliki teknologi yang mumpuni dan komitmen yang kuat untuk merealisasikan investasinya dengan cepat. "Huayou memiliki teknologi yang sudah teruji dan menunjukkan kesiapan untuk segera memulai proyek ini," jelas Rosan. "Mereka akan menggantikan posisi LG dan diharapkan dapat segera memulai pembangunan fasilitas produksi baterai listrik di Indonesia."
Keputusan ini memicu spekulasi mengenai implikasi bagi rencana pengembangan industri baterai listrik di Indonesia. Namun, Rosan menegaskan bahwa penggantian LG tidak akan mengganggu jadwal proyek secara keseluruhan. Pemerintah, katanya, telah melakukan antisipasi dan memastikan agar proses transisi berjalan lancar dan tidak menimbulkan hambatan berarti. "Kami telah melakukan koordinasi yang intensif dengan Huayou untuk memastikan kelancaran proses pengalihan proyek," kata Rosan. "Target pembangunan ekosistem baterai listrik nasional tetap akan tercapai sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan."
Langkah pemerintah ini juga menunjukkan komitmennya untuk menarik investasi asing yang berkualitas dan berkomitmen tinggi terhadap pembangunan ekonomi nasional. Pemerintah tidak akan ragu untuk mengambil tindakan tegas terhadap investor yang dinilai lamban dan tidak serius dalam merealisasikan komitmen investasinya. "Ini menjadi pesan penting bagi investor lainnya," tegas Rosan. "Pemerintah akan selalu memprioritaskan investor yang benar-benar siap dan berkomitmen untuk berkontribusi pada pembangunan ekonomi Indonesia."
Ke depan, pemerintah akan lebih selektif dalam memilih mitra kerja sama dalam proyek-proyek strategis nasional. Proses seleksi dan negosiasi akan diperketat untuk memastikan bahwa hanya investor yang memiliki kapasitas dan komitmen yang kuat yang terlibat. Transparansi dan akuntabilitas juga akan menjadi prioritas utama dalam pengelolaan proyek-proyek besar seperti proyek EV Battery ini.
Penggantian LG oleh Huayou juga menimbulkan pertanyaan mengenai potensi dampak geopolitik. Pergeseran dari investor Korea Selatan ke Tiongkok menunjukkan dinamika persaingan investasi di sektor energi terbarukan. Namun, Rosan menekankan bahwa keputusan ini murni didasarkan pada pertimbangan ekonomi dan bisnis, bukan pertimbangan politik. "Prioritas utama kami adalah memastikan keberhasilan proyek EV Battery dan pembangunan ekosistem baterai listrik di Indonesia," tegasnya.
Dengan masuknya Huayou, harapan untuk percepatan pembangunan industri baterai listrik di Indonesia semakin besar. Pemerintah berharap Huayou dapat segera memulai pembangunan fasilitas produksi dan berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja serta peningkatan perekonomian nasional. Langkah ini juga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri kendaraan listrik di Indonesia dan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain kunci di pasar baterai listrik global. Namun, pengawasan ketat terhadap implementasi proyek oleh Huayou tetap diperlukan untuk memastikan proyek ini berjalan sesuai rencana dan memberikan manfaat optimal bagi Indonesia. Pemerintah perlu memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek ini agar tidak terulang kembali kasus keterlambatan dan ketidakjelasan seperti yang terjadi dengan LG.