Jakarta, 24 April 2025 – Proyek investasi raksasa baterai kendaraan listrik yang digagas Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL), perusahaan baterai terbesar dunia asal Tiongkok, di Indonesia mengalami penyesuaian signifikan. Meskipun investasi tetap berlanjut, pengurangan skala proyek ini memicu pertanyaan mengenai dampaknya terhadap target hilirisasi industri baterai nasional dan prospek pasar kendaraan listrik global.
Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Nurul Ichwan, memberikan klarifikasi terkait pengurangan investasi CATL. Ia menjelaskan bahwa penyesuaian tersebut merupakan arahan dari pemerintah Tiongkok, yang mengevaluasi rencana investasi luar negeri (Outward Direct Investment/ODI) perusahaan-perusahaan besarnya, termasuk CATL.
"Investasi CATL ini merupakan ODI, jadi pemerintah Tiongkok melakukan evaluasi terhadap proyek yang diusulkan sebelum memberikan persetujuan," ujar Nurul dalam keterangan pers di kantornya, Rabu (23/4/2025). Proses evaluasi ini, menurut Nurul, merupakan prosedur standar bagi investasi besar dari perusahaan Tiongkok ke luar negeri, memastikan alokasi sumber daya yang optimal dan sejalan dengan strategi ekonomi nasional Tiongkok.
Namun, penjelasan BKPM tersebut tidak sepenuhnya menjawab kekhawatiran yang muncul. Penurunan permintaan global terhadap kendaraan listrik menjadi faktor krusial yang mempengaruhi keputusan CATL untuk memangkas investasinya. Nurul mengakui bahwa perlambatan permintaan kendaraan listrik telah mendorong CATL untuk merevisi kapasitas produksi yang direncanakan di Indonesia.
"Permintaan mobil listrik global tidak sesuai ekspektasi. Oleh karena itu, sangat masuk akal bagi CATL untuk menganalisis ulang kapasitas produksi globalnya," kata Nurul. Ia menambahkan bahwa kapasitas produksi yang semula direncanakan telah dikurangi hingga separuhnya, sehingga mengharuskan perhitungan ulang terhadap keseluruhan proyek.
Data yang diperoleh dari berbagai sumber menunjukkan betapa signifikannya pengurangan investasi CATL. Indonesia Battery Corporation (IBC), perusahaan patungan yang melibatkan CATL dalam proyek ini, sebelumnya menyatakan bahwa total investasi yang dijanjikan mencapai US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 20,16 triliun (dengan kurs Rp 16.800). Namun, angka tersebut kini menyusut drastis menjadi US$ 417 juta atau sekitar Rp 7 triliun.
Direktur Utama IBC, Toto Nugroho, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XII DPR RI pada Senin (17/2/2025), telah mengkonfirmasi pengurangan tersebut. Ia menjelaskan bahwa investasi awal yang direncanakan untuk produksi baterai sel dengan kapasitas 15 Giga Watt Hour (GWH) kini hanya mencapai sekitar 6,9 GWH. Perbedaan yang signifikan ini menimbulkan pertanyaan mengenai dampaknya terhadap target produksi baterai nasional dan rencana pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia.
Pengurangan investasi CATL ini menimbulkan beberapa implikasi penting. Pertama, hal ini dapat mempengaruhi target hilirisasi industri baterai Indonesia yang ambisius. Pemerintah Indonesia telah gencar mendorong pengembangan industri baterai dalam negeri sebagai bagian dari strategi untuk meningkatkan nilai tambah komoditas mineral dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah. Pengurangan investasi CATL dapat menghambat pencapaian target tersebut.
Kedua, pengurangan investasi ini dapat menjadi sinyal perlambatan pasar kendaraan listrik global. Permintaan yang menurun memaksa CATL, sebagai pemain utama di industri baterai, untuk menyesuaikan strategi investasinya. Hal ini menunjukkan bahwa optimisme awal terhadap pertumbuhan pesat pasar kendaraan listrik mungkin perlu direvisi.
Ketiga, kejadian ini menyoroti pentingnya diversifikasi investasi dan mengurangi ketergantungan pada satu pemain besar. Meskipun investasi CATL tetap berlanjut, pengalaman ini menunjukkan perlunya Indonesia untuk menarik lebih banyak investor dari berbagai negara dan sektor untuk mengurangi risiko dan memastikan keberlanjutan pengembangan industri baterai.
Ke depan, pemerintah Indonesia perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap strategi pengembangan industri baterai. Transparansi dan komunikasi yang efektif dengan investor menjadi kunci untuk mengatasi tantangan dan memastikan keberhasilan proyek-proyek strategis seperti ini. Selain itu, pemerintah juga perlu mempertimbangkan langkah-langkah untuk mendorong permintaan domestik kendaraan listrik, sehingga dapat mengurangi dampak negatif dari perlambatan permintaan global.
Kesimpulannya, pengurangan investasi CATL di Indonesia merupakan peristiwa yang kompleks dengan berbagai implikasi. Meskipun BKPM menekankan bahwa investasi tetap berlanjut, penurunan skala proyek ini menimbulkan pertanyaan mengenai strategi investasi jangka panjang, prospek pasar kendaraan listrik global, dan perlunya diversifikasi investasi untuk mengurangi risiko dan memastikan keberhasilan pengembangan industri baterai nasional. Peristiwa ini menjadi pengingat penting bagi pemerintah dan pelaku industri untuk selalu beradaptasi dengan dinamika pasar global yang terus berubah.