Dorongan Bisnis Indonesia untuk Akselerasi Transisi Energi Terbarukan Menuju 2035

Jakarta – Gelombang dukungan kuat dari kalangan pengusaha Indonesia terhadap transisi energi menuju sumber terbarukan dan penghentian penggunaan batu bara dalam sistem kelistrikan nasional paling lambat tahun 2035, bahkan lebih cepat, semakin menguat. Hal ini terungkap dalam survei global "Powering up: Business perspectives on shifting to renewable electricity", yang dilakukan Savanta atas permintaan We Mean Business Coalition, E3G, dan Beyond Fossil Fuels. Survei yang melibatkan 1.477 pemimpin bisnis skala menengah dan besar di 15 negara penghasil emisi batu bara dan gas terbesar dunia, termasuk Indonesia, menunjukkan mayoritas pelaku usaha melihat keuntungan signifikan dari peralihan ini, baik bagi perusahaan maupun masyarakat luas.

Hasil survei yang dirilis pada Rabu (23/04/2025) menunjukkan angka yang mencengangkan: 88% pemimpin perusahaan di Indonesia mendukung transisi energi terbarukan. Lebih jauh lagi, secara global, 97% responden menyatakan dukungan terhadap pengurangan ketergantungan pada batu bara dan bahan bakar fosil lainnya. Angka-angka ini menggarisbawahi momentum pergeseran paradigma menuju energi berkelanjutan yang digerakkan oleh sektor swasta.

Maria Mendiluce, CEO We Mean Business Coalition, dalam keterangan tertulisnya menjelaskan bahwa dorongan ini bukan sekadar tren, melainkan refleksi dari realitas ekonomi. Para pemimpin bisnis, kata Mendiluce, sudah mulai berinvestasi di sektor energi terbarukan dan ingin meningkatkan investasinya. Namun, mereka membutuhkan dukungan pemerintah untuk mempercepat proses perencanaan dan perizinan proyek energi terbarukan, termasuk fasilitas penyimpanan energi dan modernisasi jaringan listrik.

"Peralihan dari bahan bakar fosil bukan lagi perdebatan, ini adalah kondisi ekonomi yang didorong oleh perusahaan-perusahaan yang mengakui energi terbarukan sebagai dasar untuk keunggulan kompetitif jangka panjang, penciptaan lapangan kerja, dan stabilitas harga energi," tegas Mendiluce.

Pernyataan Mendiluce ini bertolak belakang dengan kondisi terkini Indonesia yang masih sangat bergantung pada batu bara. Sektor ini masih menyumbang 62% dari total kapasitas pembangkit listrik nasional, didukung oleh cadangan batu bara yang melimpah, mencapai lebih dari 31 miliar ton. Produksi listrik berbasis batu bara pun mengalami peningkatan drastis, hampir lima kali lipat dari 52 gigawatt hour (GWh) pada tahun 2002 menjadi 249 GWh pada tahun 2022.

Dorongan Bisnis Indonesia untuk Akselerasi Transisi Energi Terbarukan Menuju 2035

Ironisnya, kondisi ini bertolak belakang dengan aspirasi 95% pemimpin bisnis di Indonesia yang menginginkan penghentian penggunaan batu bara paling lambat tahun 2035. Mendiluce menekankan perlunya Indonesia untuk menghentikan pembangunan pembangkit batu bara baru, yang saat ini mencapai 9.815 megawatt (MW), menempatkan Indonesia di peringkat ketiga dunia setelah Tiongkok dan India. Selain itu, Indonesia juga perlu membatalkan rencana co-firing (pembakaran bersama batu bara, amonia, dan biomassa) dan menghentikan subsidi bahan bakar fosil yang mencapai 2% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2022.

Survei ini juga mengungkap penolakan terhadap gas alam sebagai solusi transisi sementara. Sebanyak 72% pelaku usaha di Indonesia mendukung peralihan langsung dari batu bara ke energi terbarukan. Keyakinan akan manfaat lingkungan juga sangat kuat, dengan 69% responden percaya transisi energi terbarukan dapat mengurangi dampak krisis iklim, mengingat kerentanan Indonesia terhadap bencana alam seperti kekeringan, banjir, dan kenaikan permukaan laut.

Meskipun Indonesia telah menargetkan setidaknya 44% energi terbarukan dalam pembangkitan listrik nasional pada tahun 2030 melalui kesepakatan Just Energy Transition Partnership (JET-P), kekhawatiran soal ketersediaan pendanaan masih menghantui. Sebanyak 55% pelaku usaha mengungkapkan kekhawatiran tersebut, mengingat investasi di sektor energi surya dalam empat tahun terakhir masih sangat kecil dan jauh dari target US$ 14,4 miliar yang dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitasnya sesuai target tahun 2025.

Di sisi lain, 76% pelaku bisnis percaya transisi energi terbarukan dapat memangkas tagihan listrik perusahaan dan konsumen. Mendiluce menambahkan bahwa para pengusaha mendesak pemerintah untuk menyederhanakan proses perizinan dan mempercepat investasi dalam modernisasi jaringan listrik. Selain itu, 53% responden juga meminta pemerintah untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja agar dapat memanfaatkan peluang kerja baru di sektor energi terbarukan. Rencana penambahan kapasitas energi terbarukan sebesar 21 GW hingga 2030 diperkirakan akan menciptakan 100.000 lapangan kerja dan menarik investasi hingga US$ 4,3 miliar.

"Tekad bisnis untuk membangun sistem energi terbarukan adalah peluang besar bagi negara-negara untuk menarik investasi dan pertumbuhan. Pemerintah dan perusahaan perlu bekerja sama, melakukan peningkatan keterampilan tenaga kerja untuk memanfaatkan peluang pekerjaan baru," pungkas Mendiluce, menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah dan sektor swasta dalam mewujudkan transisi energi yang berkelanjutan dan berdampak positif bagi perekonomian Indonesia. Survei ini menjadi bukti nyata bahwa komitmen bisnis terhadap keberlanjutan lingkungan bukanlah sekadar tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), melainkan strategi bisnis yang cerdas dan berorientasi masa depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *