Jakarta, 24 April 2025 – Bayang-bayang perang dagang yang dipicu kebijakan proteksionis Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menghantui perekonomian global. Dana Moneter Internasional (IMF), dalam laporan World Economic Outlook (WEO) edisi April 2025 yang dirilis Selasa (22/4/2025), secara signifikan memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia untuk tahun 2025 menjadi hanya 2,8%. Angka ini jauh lebih rendah dari prediksi sebelumnya yang mencapai 3,3%, dan berada di bawah rata-rata pertumbuhan historis.
Laporan tersebut secara gamblang menggambarkan dampak negatif dari kebijakan tarif yang diterapkan secara sepihak oleh pemerintahan Trump. Kenaikan tarif impor yang mencapai titik tertinggi dalam seabad terakhir, dikombinasikan dengan tindakan balasan dari negara-negara mitra dagang AS, telah menciptakan ketidakpastian yang meluas dan menekan pertumbuhan ekonomi global. IMF secara eksplisit mengaitkan penurunan proyeksi pertumbuhan ini dengan kebijakan proteksionis AS, yang dinilai telah menciptakan guncangan signifikan pada sistem perdagangan internasional.
"Pertumbuhan ekonomi global akan melambat menjadi 2,8% pada tahun ini, turun dari 3,3% tahun lalu dan jauh di bawah rata-rata historis," demikian bunyi laporan IMF yang dikutip berbagai media internasional, termasuk CNN. Perlambatan ini, menurut IMF, bukan sekadar koreksi siklus ekonomi biasa, melainkan dampak langsung dari kebijakan yang bersifat disruptif dan merugikan perekonomian global secara keseluruhan.
Dampaknya terasa paling signifikan di Amerika Serikat sendiri. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS hanya mencapai 1,8% pada tahun 2025, jauh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 2,8% dan mencerminkan penurunan yang tajam dibandingkan tahun 2024. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan proteksionis, yang seharusnya melindungi industri dalam negeri, justru berdampak kontraproduktif dan menghambat pertumbuhan ekonomi AS itu sendiri.
Selain penurunan pertumbuhan, IMF juga merevisi proyeksi inflasi AS ke angka 3% untuk tahun 2025, lebih tinggi dari proyeksi Januari lalu yang sebesar 2%. Kenaikan inflasi ini semakin memperumit situasi ekonomi AS, yang kini dihadapkan pada pertumbuhan ekonomi yang melambat dan tekanan inflasi yang meningkat. Kombinasi ini berpotensi menimbulkan stagflasi, skenario ekonomi yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah dan inflasi yang tinggi, suatu kondisi yang sangat sulit diatasi.
Kepala Ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas, dalam konferensi pers Selasa lalu, secara tegas menyatakan bahwa kebijakan tarif baru yang diberlakukan Trump bertanggung jawab atas hampir separuh dari penurunan tajam proyeksi pertumbuhan ekonomi AS tahun ini. Gourinchas menekankan bahwa ketidakpastian kebijakan yang diciptakan oleh pemerintahan Trump telah menekan permintaan domestik bahkan sebelum pengumuman tarif terbaru. Ketidakpastian ini menciptakan efek domino yang merambat ke seluruh sektor ekonomi, menghambat investasi dan mengurangi kepercayaan konsumen.
Lebih lanjut, Gourinchas memberikan peringatan keras mengenai dampak jangka panjang kebijakan tarif ini. Ia menegaskan bahwa, "Dampak jangka panjang dari tarif ini, jika terus diberlakukan, akan bersifat negatif bagi semua kawasan sama seperti dampak jangka pendeknya." Pernyataan ini menunjukkan bahwa IMF tidak hanya melihat dampak negatif dalam jangka pendek, tetapi juga memprediksi konsekuensi yang lebih buruk dan berkepanjangan jika kebijakan proteksionis ini tetap dipertahankan. Hal ini menyiratkan perlunya perubahan kebijakan yang signifikan untuk mencegah kerusakan yang lebih parah pada perekonomian global.
Analisis IMF ini memperkuat kekhawatiran para ekonom dan pakar perdagangan internasional yang telah lama memperingatkan tentang bahaya perang dagang. Kebijakan proteksionis, yang didasarkan pada prinsip "perlindungan" industri dalam negeri, seringkali menghasilkan dampak yang kontraproduktif, mengganggu rantai pasokan global, meningkatkan harga barang, dan mengurangi pilihan konsumen. Dalam kasus AS, kebijakan ini tidak hanya merugikan mitra dagangnya, tetapi juga berdampak negatif pada perekonomian AS sendiri.
Laporan WEO April 2025 dari IMF bukan hanya sekadar angka-angka statistik, tetapi merupakan peringatan keras bagi para pembuat kebijakan di seluruh dunia. Laporan ini menekankan pentingnya kerja sama internasional dalam menjaga sistem perdagangan yang terbuka dan berbasis aturan. Perang dagang, dengan segala konsekuensinya yang merugikan, harus dihindari demi menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi global. Ketidakpastian kebijakan, seperti yang ditunjukkan oleh kasus AS, memiliki dampak yang sangat merusak dan dapat memicu krisis ekonomi yang lebih besar.
Ke depan, dunia internasional perlu belajar dari pengalaman ini. Kebijakan ekonomi harus didasarkan pada prinsip-prinsip kolaborasi dan saling menguntungkan, bukan pada proteksionisme dan konfrontasi. Perlu ada komitmen yang kuat dari negara-negara di dunia untuk membangun sistem perdagangan yang adil, transparan, dan saling menguntungkan, agar pertumbuhan ekonomi global dapat berjalan secara berkelanjutan dan inklusif. Laporan IMF ini menjadi pengingat penting bahwa perang dagang bukanlah solusi, melainkan masalah yang harus segera diatasi melalui dialog dan kerja sama internasional. Masa depan ekonomi global bergantung pada kemampuan negara-negara untuk mengatasi tantangan ini secara bersama-sama.