Jakarta, 22 April 2025 – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah berjuang keras untuk mengamankan anggaran operasionalnya di tahun 2025. Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP), Sakti Wahyu Trenggono, dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI hari ini, secara resmi mengajukan permohonan agar DPR membuka blokir anggaran yang telah diefisiensikan sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Pembukaan blokir ini dinilai krusial untuk menjamin tercapainya target swasembada pangan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan.
Anggaran KKP tahun 2025 awalnya dianggarkan sebesar Rp 4,84 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, imbas dari kebijakan efisiensi belanja negara yang tertuang dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025, pagu efektif anggaran KKP menyusut drastis menjadi Rp 3,58 triliun. Penurunan signifikan ini, menurut Trenggono, berpotensi menghambat sejumlah program strategis KKP.
Rincian anggaran efektif pasca efisiensi menunjukkan komposisi belanja sebagai berikut: Rp 1,92 triliun untuk belanja pegawai, Rp 1,63 triliun untuk belanja barang, dan Rp 37,93 miliar untuk belanja modal. Lebih detail lagi, alokasi anggaran untuk masing-masing eselon I KKP adalah sebagai berikut: Sekretariat Jenderal (Rp 358,26 miliar), Inspektorat Jenderal (Rp 45,41 miliar), Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (Rp 1,05 triliun), Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (Rp 529,71 miliar), dan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Rp 641,52 miliar). Selanjutnya, Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan mendapat alokasi Rp 158,64 miliar, Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Rp 446,92 miliar, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan Rp 1,09 triliun, dan Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan Rp 265,95 miliar.
Trenggono menekankan bahwa pemotongan anggaran ini berdampak langsung pada program pemberdayaan masyarakat kelautan dan perikanan. KKP telah merancang berbagai program bantuan pemerintah yang ditujukan untuk menyediakan sarana produksi dan pemberdayaan bagi nelayan, pembudidaya, pengelola, dan pemasaran hasil perikanan. Program-program ini, yang kini terancam karena defisit anggaran, dianggap vital untuk mencapai tujuan swasembada pangan.
Selain anggaran APBN yang terbatas, KKP juga mengelola proyek-proyek strategis yang dibiayai oleh pinjaman dan hibah luar negeri. Total pinjaman luar negeri yang telah disetujui mencapai Rp 957 miliar, sementara hibah luar negeri sebesar Rp 50,4 miliar. Proyek-proyek ini mencakup berbagai program penting, antara lain: pengelolaan kawasan konservasi perairan laut melalui program Ocean for Prosperity (yang telah dirancang sejak 2014-2019 dan merupakan bagian dari target Marine Protection Area PBB), pembangunan infrastruktur budidaya udang, dan pembangunan infrastruktur pelabuhan perikanan yang terintegrasi dan ramah lingkungan.
Trenggono secara tegas menyatakan bahwa keterbatasan anggaran APBN mengharuskan KKP untuk mengandalkan pendanaan dari pinjaman dan hibah luar negeri untuk menjalankan proyek-proyek strategis tersebut. Oleh karena itu, ia meminta dukungan penuh dari Komisi IV DPR RI untuk menyetujui usulan relaksasi dan revisi anggaran, termasuk membuka blokir anggaran yang telah diefisiensikan.
"KKP memohon dukungan Komisi IV DPR RI terhadap usulan relaksasi dan revisi anggaran, khususnya untuk membuka blokir anggaran yang dibutuhkan untuk program-program penunjang swasembada pangan, bantuan sarana pemberdayaan masyarakat, pelaku usaha kelautan dan perikanan skala kecil, dan penciptaan lapangan kerja," tegas Trenggono.
Permohonan tersebut juga mencakup persetujuan atas usulan pinjaman dan hibah luar negeri. Trenggono menjelaskan bahwa tanpa tambahan pendanaan dari luar negeri, pelaksanaan berbagai program yang telah direncanakan akan terhambat dan berpotensi gagal mencapai target yang telah ditetapkan.
"Karena keterbatasan anggaran APBN, kami mengusulkan pembiayaan melalui pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri," tambahnya.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak negatif terhadap sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Potensi terhambatnya program pemberdayaan nelayan dan pembudidaya dapat mengancam kesejahteraan masyarakat pesisir dan mengganggu upaya pemerintah dalam mencapai swasembada pangan. Keputusan Komisi IV DPR RI terkait permohonan KKP ini akan menjadi penentu bagi keberhasilan program-program strategis di sektor kelautan dan perikanan Indonesia di tahun 2025. Publik pun menantikan respon DPR dan langkah selanjutnya yang akan diambil pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini. Nasib program-program vital di sektor kelautan dan perikanan kini berada di ujung tanduk, menunggu keputusan politik yang menentukan masa depan sektor strategis ini.