Jakarta, 21 April 2025 – Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dengan perwakilan e-commerce dan operator seluler terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Statistik, Senin kemarin, diwarnai protes keras dari anggota dewan. Anggota Baleg DPR RI, Firman Soebagyo, mengungkapkan kekesalannya atas banjir panggilan telepon dari nomor tak dikenal yang menawarkan berbagai produk, terutama pinjaman online (pinjol) dan produk keuangan lainnya. Protes tersebut menyoroti isu serius mengenai keamanan data pribadi dan praktik penjualan data yang merajalela.
"Saya ingin menyampaikan protes. Nomor handphone saya, 24 jam dihujani telepon dari nomor-nomor tak dikenal. Bahkan tengah malam pun saya masih menerima panggilan, seringkali dari perempuan. Ini fakta, saya berbicara berdasarkan pengalaman pribadi, dan ini sangat mengganggu," tegas Firman dalam rapat yang berlangsung di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.
Firman menuturkan, panggilan-panggilan tersebut umumnya menawarkan berbagai produk, dengan penawaran kredit tanpa agunan (KTA) sebagai yang paling dominan. Ia merasa tindakan tersebut sangat meresahkan dan mengganggu aktivitasnya. Lebih jauh, ia menuntut pertanggungjawaban operator seluler atas maraknya praktik tersebut.
"Mereka menawarkan KTA, pinjaman ini, pinjaman itu. Produk-produk yang sama sekali tidak saya butuhkan, dan ini sangat mengganggu. Saya meminta operator seluler bertanggung jawab atas hal ini," tegasnya.
Tidak hanya penawaran KTA, Firman juga mengaku kerap menerima tawaran pinjaman online lainnya, serta produk asuransi. Hal ini memicu pertanyaan serius mengenai asal-usul data pribadinya yang jatuh ke tangan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Ada penawaran pinjaman online, berbagai macam jenis, bahkan asuransi juga. Pertanyaannya, bagaimana mereka bisa mendapatkan data saya? Apakah mereka membeli data ini dari operator seluler, atau dari sumber lain?" tanyanya dengan nada yang menunjukkan keprihatinan mendalam.
Firman mengaku telah menanyakan hal tersebut kepada beberapa komisaris operator seluler, namun belum mendapatkan jawaban yang memuaskan dan penjelasan yang konkret mengenai asal-usul kebocoran data pribadinya. Ketidakjelasan ini semakin memperkuat dugaan adanya praktik penjualan data pribadi secara ilegal yang melibatkan pihak-pihak tertentu.
Senada dengan Firman, Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi Gerindra, La Tinro La Tunrung, juga menyampaikan pengalaman serupa. Ia mengungkapkan bahwa dirinya dan stafnya sering menerima panggilan telepon dari lembaga perbankan yang seolah-olah sudah mengetahui data pribadi mereka secara lengkap.
"Hampir setiap hari saya menerima telepon seperti itu. Bahkan nomor telepon staf saya pernah digunakan untuk kegiatan perjudian online oleh pihak yang tidak dikenal. Ini menunjukkan kebocoran data yang sangat serius. Kami selalu dihubungi oleh perbankan dan pihak lain yang sudah mengetahui data pribadi kami, termasuk nama lengkap. Rasanya semua data kami sudah telanjang," ungkap La Tinro dengan nada geram.
Pengalaman kedua anggota DPR ini menggambarkan isu serius yang perlu ditangani secara serius oleh pemerintah dan pihak terkait. Maraknya penawaran pinjol dan produk keuangan lainnya melalui telepon, yang disertai dengan pengetahuan detail tentang data pribadi, mengindikasikan adanya celah keamanan data yang signifikan dalam sistem operator seluler. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan data pribadi untuk tujuan kriminal, seperti penipuan dan pemerasan.
Permasalahan ini bukan hanya menyangkut privasi individu, tetapi juga berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap industri keuangan dan teknologi informasi. Kepercayaan publik terhadap keamanan data pribadi merupakan hal yang krusial, terutama dalam konteks perkembangan teknologi digital yang semakin pesat. Kehilangan kepercayaan ini dapat berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi digital dan perkembangan inovasi di sektor tersebut.
RDPU ini menjadi momentum penting bagi DPR untuk mendesak operator seluler dan pihak terkait untuk memberikan penjelasan yang transparan dan bertanggung jawab mengenai keamanan data pelanggan. Langkah-langkah konkret untuk mencegah kebocoran data dan melindungi privasi pengguna perlu segera diimplementasikan. Regulasi yang lebih ketat dan pengawasan yang efektif juga diperlukan untuk mencegah praktik penjualan data ilegal dan melindungi hak-hak konsumen.
Ke depan, perlu adanya investigasi mendalam untuk mengungkap jaringan penjualan data ilegal dan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat. Penting juga untuk meningkatkan literasi digital masyarakat agar lebih waspada terhadap modus-modus penipuan yang memanfaatkan data pribadi. Perlindungan data pribadi bukan hanya tanggung jawab operator seluler, tetapi juga tanggung jawab bersama pemerintah, industri, dan masyarakat. Peristiwa ini menjadi pengingat penting betapa krusialnya keamanan data pribadi di era digital saat ini. Ketidaktegasan dalam menangani masalah ini dapat berdampak buruk pada kepercayaan publik dan perkembangan ekonomi digital di Indonesia.