Lonjakan Harga Kelapa: Ekspor Tinggi, Industri Dalam Negeri Tercekik

Jakarta, 21 Mei 2025 – Harga kelapa bulat melonjak drastis di pasaran domestik, mencapai angka fantastis Rp 25.000 per butir untuk ukuran besar, dua kali lipat dari harga normal Rp 10.000-15.000. Fenomena ini, menurut Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso, merupakan dampak langsung dari tingginya permintaan ekspor, khususnya ke Tiongkok, yang mengakibatkan kelangkaan pasokan di dalam negeri.

Dalam keterangannya kepada awak media di Sarinah, Jakarta Pusat, Minggu (20/5/2025), Mendag Budi menjelaskan bahwa kenaikan harga kelapa di pasar internasional telah mendorong para eksportir untuk lebih fokus pada pasar luar negeri. Mereka memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan menjual kelapa ke luar negeri dibandingkan memasok kebutuhan industri dalam negeri yang menawarkan harga beli lebih rendah. Situasi ini, menurutnya, menciptakan siklus yang merugikan produsen dalam negeri.

"Kenaikan harga kelapa ini utamanya disebabkan oleh tingginya permintaan ekspor, terutama dari Tiongkok. Harga di pasar internasional sedang tinggi, sementara industri dalam negeri membeli dengan harga yang jauh lebih rendah. Akibatnya, eksportir lebih memilih mengekspor, sehingga pasokan di dalam negeri menjadi langka dan harga melambung," ujar Mendag Budi.

Kondisi ini telah menimbulkan keresahan di kalangan pelaku usaha dalam negeri, khususnya industri pengolahan kelapa yang bergantung pada pasokan kelapa lokal. Laporan dari Pasar Rawa Bebek, Jakarta, pada 11 April 2025 lalu, misalnya, menunjukkan lonjakan harga yang signifikan. Usin, salah satu pedagang kelapa parut di pasar tersebut, mengatakan bahwa harga kelapa bulat telah mencapai Rp 20.000-Rp 25.000 per butir, tergantung ukuran.

"Sekarang harga kelapa Rp 20.000 sampai Rp 25.000, tergantung ukuran. Kalau yang kecil Rp 20.000, kalau yang besar Rp 25.000. Padahal biasanya, yang besar paling Rp 15.000, yang kecil Rp 10.000," ungkap Usin.

Lonjakan Harga Kelapa: Ekspor Tinggi, Industri Dalam Negeri Tercekik

Pemerintah, melalui Kementerian Perdagangan, telah berupaya mencari solusi atas permasalahan ini. Pertemuan antara Kementerian Perdagangan dengan pelaku usaha dalam negeri dan eksportir telah dilakukan, namun belum menghasilkan kesepakatan yang memuaskan.

"Kita sudah bertemu dengan eksportir dan pelaku usaha industri dalam negeri untuk mencari solusi, tetapi belum ada kesepakatan. Kita akan terus berupaya mencari solusi terbaik yang tidak merugikan salah satu pihak," tegas Mendag Budi.

Usulan penghentian sementara ekspor kelapa, yang sebelumnya diajukan oleh Kementerian Perindustrian, juga menjadi pertimbangan. Namun, Mendag Budi menekankan perlunya pembahasan lebih lanjut dengan melibatkan semua pihak terkait, termasuk eksportir, untuk menghindari dampak negatif yang tidak diinginkan.

"Usulan penghentian ekspor perlu dibahas lebih detail. Kita harus memastikan agar tidak ada pihak yang dirugikan. Kita perlu memahami perspektif semua pihak sebelum mengambil keputusan," jelasnya.

Situasi ini menyoroti kerentanan industri dalam negeri terhadap fluktuasi harga pasar internasional dan kebijakan ekspor. Ketidakseimbangan antara harga beli dalam negeri dan harga jual internasional telah menciptakan celah yang dimanfaatkan oleh para eksportir, mengakibatkan kelangkaan dan lonjakan harga di pasar domestik.

Permasalahan ini bukan hanya sekadar masalah harga, tetapi juga menyangkut keberlanjutan industri pengolahan kelapa dalam negeri. Industri ini menyerap banyak tenaga kerja dan berkontribusi pada perekonomian nasional. Jika pasokan kelapa terus terhambat oleh ekspor yang berlebihan, maka industri pengolahan kelapa dalam negeri terancam mengalami penurunan produksi dan bahkan penutupan usaha.

Oleh karena itu, diperlukan solusi komprehensif yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, pelaku usaha dalam negeri, dan eksportir. Solusi tersebut harus mampu menyeimbangkan kepentingan ekspor dengan kebutuhan industri dalam negeri, sehingga harga kelapa dapat stabil dan industri pengolahan kelapa dapat terus berkembang. Mungkin perlu dipertimbangkan kebijakan pengaturan ekspor, seperti kuota ekspor atau bea keluar, untuk melindungi industri dalam negeri.

Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan daya saing industri pengolahan kelapa dalam negeri agar mampu bersaing dengan harga internasional. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan efisiensi produksi, inovasi produk, dan peningkatan kualitas produk.

Permasalahan lonjakan harga kelapa ini menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan keseimbangan antara kepentingan ekspor dan kebutuhan domestik. Ke depan, diperlukan strategi yang lebih terintegrasi dan holistik untuk mengelola komoditas strategis seperti kelapa, sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi seluruh stakeholders, baik produsen, industri pengolahan, konsumen, dan negara. Kegagalan dalam mengatasi masalah ini dapat berdampak luas pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *