Jakarta, 6 April 2025 – Kebijakan kenaikan tarif impor yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengancam memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di Indonesia. Kenaikan tarif hingga 32% untuk barang-barang asal Indonesia berpotensi menghantam industri dalam negeri, menyusul penurunan permintaan dari pasar AS. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bahkan memprediksi hingga 50.000 pekerja berisiko kehilangan pekerjaan akibat kebijakan tersebut.
Menanggapi ancaman krisis ketenagakerjaan ini, Presiden KSPI, Said Iqbal, menyampaikan usulan mendesak kepada pemerintah. Langkah utama yang diusulkan adalah pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Khusus Penanganan PHK. Satgas ini diproyeksikan melibatkan Kementerian Ketenagakerjaan, perwakilan buruh, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Iqbal menyatakan usulan tersebut telah disampaikan langsung kepada Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, dan berharap mendapat respons positif dari pemerintah.
“Apa yang kami sarankan kepada pemerintah, melalui Litbang KSPI dan Partai Buruh, adalah pembentukan Satgas PHK. Tujuannya adalah untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya PHK. Namun, jika PHK tak terhindarkan, Satgas ini harus memastikan terpenuhinya hak-hak pekerja yang terkena PHK,” tegas Iqbal dalam konferensi pers, Minggu (6/4/2025).
Peran Satgas PHK, menurut Iqbal, sangat krusial dalam meredam gejolak sosial yang berpotensi muncul akibat PHK massal. Satgas diharapkan mampu melakukan intervensi efektif untuk meminimalisir dampak negatif, baik dari sisi jumlah pekerja yang terdampak maupun jaminan atas hak-hak mereka. “Satgas PHK harus mampu menahan gejolak jika badai PHK benar-benar terjadi. Kami berharap usulan ini dapat direalisasikan,” tambahnya.
Selain pembentukan Satgas, KSPI juga mendorong pemerintah untuk melakukan renegosiasi dengan pemerintah AS guna menurunkan tarif impor. Iqbal menyarankan strategi proaktif untuk menyeimbangkan neraca perdagangan bilateral. Salah satu langkah yang diusulkan adalah mendorong industri dalam negeri untuk menggunakan bahan baku asal AS.
“Berdasarkan informasi yang kami himpun, industri tekstil, garmen, dan sepatu di Indonesia banyak menggunakan kapas dari China dan Brasil. Kita bisa mendorong mereka untuk beralih ke kapas asal AS. Dengan demikian, neraca perdagangan kita dengan AS bisa lebih seimbang, dan hal ini mungkin bisa menjadi leverage untuk negosiasi penurunan tarif,” jelas Iqbal.
Lebih lanjut, KSPI juga mendesak pemerintah untuk mempercepat proses deregulasi guna menarik investasi asing dan relokasi pabrik ke Indonesia. Iqbal mencontohkan potensi relokasi pabrik sepatu dari Vietnam ke Indonesia, serta minat perusahaan dari China dan Taiwan yang mencari negara dengan tarif ekspor ke AS yang lebih kompetitif.
“Kita harus memberikan kemudahan deregulasi agar perusahaan-perusahaan ini dapat meningkatkan produksi mereka di Indonesia dengan cepat. Buatlah proses relokasi pabrik menjadi lebih mudah dan menarik,” pungkas Iqbal.
Ancaman PHK massal akibat kebijakan tarif impor AS ini menjadi tantangan serius bagi pemerintah. Jumlah pekerja yang berpotensi terkena dampak sangat signifikan, dan berpotensi menimbulkan masalah sosial dan ekonomi yang luas. Oleh karena itu, usulan KSPI untuk membentuk Satgas PHK dan melakukan langkah-langkah strategis lainnya patut dipertimbangkan secara serius. Keberhasilan pemerintah dalam menangani masalah ini akan menentukan stabilitas ekonomi dan ketenagakerjaan di Indonesia. Kecepatan respons dan efektivitas langkah-langkah yang diambil akan menjadi penentu dalam meminimalisir dampak negatif dari kebijakan proteksionis AS tersebut. Selain itu, transparansi dan keterlibatan semua pemangku kepentingan, termasuk serikat pekerja, dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan menjadi kunci keberhasilan upaya mitigasi dampak PHK massal ini. Kegagalan dalam merespon situasi ini dengan cepat dan tepat dapat berujung pada krisis sosial dan ekonomi yang lebih besar.