Respons Perdana Menteri Singapura terhadap Kebijakan Tarif Proteksionis AS: Bayang-Bayang Krisis Global 1930-an Menghantui Dunia

Singapura, 5 April 2025 – Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong, melontarkan peringatan keras terhadap kebijakan tarif balasan proteksionis yang diimplementasikan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Dalam pernyataan yang disampaikan melalui kanal YouTube pribadinya, Wong menekankan potensi kebijakan tersebut untuk memicu krisis ekonomi global yang berdampak dahsyat, bahkan mengingatkan akan bayang-bayang krisis ekonomi global era 1930-an yang berujung pada Perang Dunia Kedua.

Wong dengan tegas menyatakan bahwa era globalisasi dan perdagangan bebas yang selama ini menjadi landasan perekonomian dunia telah berakhir. Dunia, menurutnya, telah memasuki era baru yang ditandai oleh kebijakan proteksionis, arbitrer, dan penuh ketidakpastian, yang mengancam negara-negara kecil dengan ekonomi terbuka seperti Singapura. "AS telah mengenakan tarif sebesar 10% terhadap Singapura. Walaupun dampak langsungnya mungkin terbatas untuk saat ini, konsekuensi yang lebih luas dan mendalam akan terasa di masa mendatang," tegas Wong.

Pernyataan Wong bukan sekadar ungkapan keprihatinan semata. Ia melihat kebijakan AS ini sebagai preseden berbahaya yang berpotensi ditiru oleh negara-negara lain. Jika negara-negara lain mengikuti jejak AS, meninggalkan kerangka kerja Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan menerapkan kebijakan perdagangan unilateral, maka dunia akan menghadapi kekacauan ekonomi yang besar. "Kita berisiko terdesak, terpinggirkan, dan tertinggal dalam persaingan global," ujarnya dengan nada penuh keprihatinan.

Singapura sendiri, menurut Wong, telah memutuskan untuk tidak menerapkan tarif balasan sebagai respons terhadap kebijakan AS. Namun, ia menekankan bahwa keputusan ini tidak menjamin negara lain akan bertindak serupa. Justru sebaliknya, Wong memprediksi peningkatan risiko terjadinya perang dagang global yang besar-besaran. "Kemungkinan terjadinya perang dagang global yang besar-besaran semakin meningkat. Dampak tarif yang lebih tinggi, ditambah ketidakpastian tentang langkah selanjutnya yang akan diambil negara lain, akan sangat membebani ekonomi global," paparnya.

Dampak kebijakan proteksionis AS ini, menurut proyeksi Wong, akan meluas ke berbagai sektor. Perdagangan dan investasi internasional diperkirakan akan mengalami penurunan signifikan, sementara pertumbuhan ekonomi global akan melambat. Singapura, sebagai negara yang sangat bergantung pada perdagangan internasional, akan merasakan dampak yang lebih besar dibandingkan negara lain. "Singapura akan menerima pukulan yang lebih besar daripada negara lain karena ketergantungan kita yang besar pada perdagangan. Terakhir kali dunia mengalami hal seperti ini adalah pada tahun 1930-an. Perang dagang meningkat menjadi konflik bersenjata dan akhirnya menjadi Perang Dunia Kedua," ujar Wong, mengingatkan akan sejarah kelam yang penuh dengan pelajaran berharga.

Respons Perdana Menteri Singapura terhadap Kebijakan Tarif Proteksionis AS:  Bayang-Bayang Krisis Global 1930-an Menghantui Dunia

Wong mengakui ketidakpastian akan perkembangan situasi di masa mendatang. Ia tidak dapat memastikan bagaimana dampak kebijakan ini akan berkembang dalam beberapa bulan atau tahun mendatang. Namun, ia menekankan pentingnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan seluruh pihak menghadapi potensi krisis global. "Kita harus bersiap menghadapi lebih banyak guncangan yang akan datang," katanya.

Sebagai respons, Singapura, menurut Wong, akan terus meningkatkan kewaspadaannya dan memperkuat kemampuan ekonominya. Upaya membangun jaringan kemitraan dengan negara-negara yang berpikiran sama juga akan terus dilakukan. "Kita lebih siap daripada banyak negara lain dengan cadangan, kohesi, dan tekad kita. Tetapi kita harus bersiap menghadapi lebih banyak guncangan yang akan datang. Ketenangan dan stabilitas global yang pernah kita ketahui tidak akan kembali dalam waktu dekat," tegas Wong.

Pernyataan Perdana Menteri Wong mencerminkan kekhawatiran mendalam akan dampak kebijakan proteksionis AS terhadap perekonomian global. Ia bukan hanya menyoroti dampak langsung terhadap Singapura, tetapi juga menekankan potensi domino efek yang dapat memicu krisis ekonomi global yang lebih besar. Peringatannya yang mengacu pada era 1930-an menunjukkan betapa seriusnya situasi yang dihadapi dunia saat ini. Pernyataan ini menjadi panggilan bagi negara-negara di dunia untuk mempertimbangkan kembali kebijakan proteksionis dan kembali pada prinsip-prinsip kerja sama internasional dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi global. Kegagalan untuk melakukannya, menurut Wong, dapat berujung pada konsekuensi yang jauh lebih buruk daripada yang dapat dibayangkan. Dunia, menurutnya, berada di persimpangan jalan, dan pilihan yang diambil saat ini akan menentukan masa depan ekonomi global.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *